Ngopi Sore, Demokrasi dan Bedah Buku Gus Dur



Kegiatan bedah buku karya KH Abdurrahman Wahid berjudul, "Demokrasi Seolah-olah". Kegiatan ini dilaksanakan oleh Pengurus Lakpesdam KLU dan komunitas Gusdurian pada tanggal 22 September 2024




KEMBALI saya membuka lemari buku, untuk membaca ulang koleksi buku-buku yang ditulis KH Abdurrahman Wahid. Itu saya lakukan ketika diberitahu seorang sahabat yang juga penyelenggara kegiatan Bedah Buku yang ditulis almarhum KH Abdurrahman Wahid. Undangan itu dikirimnya via Wathsap. 


Sebenarnya, saya sempat nolak. Dua hal alasan saya nolak undangan diskusi (bedah buku). Pertama, alasan Kapasitas. Kedua, Karena lokasi. 


Alasan pertama itu jelasnya begini :  Karena saya pribadi ngerasa kurang pantas untuk bicara  tentang Buku yang dibedah. Apalagi penulis buku itu, bukan sembarang orang. Penulisnya, gak hanya dikenal kiyai, budayawan, king of pluralism, pejuang demokrasi dan lainnya. Lebih dari itu, penulisnya adalah mantan orang nomor wahid di negeri ini (Presiden RI). Tak hanya itu, Gus Dur pernah memegang posisi tertinggi di PBNU, dengan menjadi Ketua PBNU. Pendek kata, Penulis itu adalah sosok hebat dan menginspirasi. Juga banyak alasan lain lagi yang bersifat pribadi, termasuk self confident. 


Alasan kedua, karena Lokasi. Lokasi acara itu relatif jauh untuk saya datengi. Saya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam nyampe lokasi acara. Anda bisa membayangkan, jika membutuhkan waktu satu jam ke suatu tempat, anda harus super hati-hati. Bukankah menempuh perjalanan jauh, setengah nyawa anda terancam?


Tapi, ya sudah. Saya menapikan dua alasan itu. Saya membuang jauh-jauh pikiran buruk yang berusaha merasuki pikiran ini.


Akhirnya saya mengiyakan. "Insya Allah siap, jawabku ke temen yang ngundang itu. Dengan cekatan, sahabat itu langsung membalas pesan WA ku. Katanya, kita ngopi sore di sini saudara. Ia membujukku.


Demokrasi 

Kata demokrasi berasal kata demokrasi dipinjam dari bahasa Yunani Kuno.  Yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat, dan kratos berarti kekuasaan yang mutlak. Apabila digabungkan, maka secara gamblang,  demokrasi adalah kekuasaan yang mutlak oleh rakyat. 


Konsep-konsep lain ikhwal demokrasi seperti ditulis situs wikpiedia saya pikir mudah dimengerti. 

Wikpiedia menulis : Demokrasi (kerakyatan) adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak yang sama untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara ikut serta—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, adat dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Landasan demokrasi mencakup kebebasan berkumpul, kebebasan berserikat dan kebebasan berbicara, inklusivitas dan kebebasan politik, kewarganegaraan, persetujuan dari yang terperintah, hak suara, kebebasan dari perampasan pemerintah yang tidak beralasan atas hak untuk hidup, kebebasan, dan kaum minoritas.


Definisi menarik lainnya dikemukakan Abraham Lincoln. Mantan presiden AS itu menyatakan demokrasi sebagai ; “pemerintahan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Dalam pandangan Lincoln, demokrasi melibatkan partisipasi aktif rakyat dalam pemerintahan dan mengutamakan kepentingan rakyat.


Gus Dur dan Demokrasi

Membaca judul buku yang ditulis oleh cucu pendiri NU itu "Demokrasi Seolah-olah" --untuk sementara saya bisa menyimpulkan bahwa demokrasi sebagai sebuah sistem negara yang dianut bangsa kita--seolah-olah juga mencerminkan bahwa demokrasi kita juga seolah-olah. Artinya, elit politik, pemerintah tidak serius membangun demokrasi. Demokrasi tidak sungguh sungguh diwujudkan oleh negeri ini.


Dalam pandangan Gus Dur, demokrasi 

adalah proses dalam kehidupan bermasyarakat, yang harus diwujudkan terus menerus, untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Masih menurut Gus Dur, demokrasi itu tidak sederhana. Demokrasi tak sekedar menyangkut aspek kelembagaan melainkan berkait kelindan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan. Aspek aspek apa saja itu, tentu harus dikaitkan dengan perkembangan trend kehidupan kita saat ini. Dalam konteks ini kemudian, saya mengamini apa yang disinyalir Gus Dur ketika menulis, aspek -aspek dalam kehidupan itu harus ada. Jika kita ingin demokrasi benar-benar berjalan. Tanpa semua kelengkapan tidak berfungsi. Aspek itu antara lain yakni tradisi dan proses (Gus Dur, Membangun Demokrasi, 1999 : 83-84). 


Bagi Gus Dur, demokrasi tak terhalang atau mandek gegara agama. Malah sebaliknya. Ada sejumlah alasan bagi Gus Dur, pertama, Islam adalah agama hukum. Kedua, Islam memiliki asas permusyawaratan. Ketiga, Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan (Demokrasi, Keadilan dan Keterwakilan. Lihat Buku Membangun Demokrasi, hal. 85). 


Membangun bangsa tidak melulu seorang pemimpin berorientasi pada satu aspek saja, melainkan tidak abai pada aspek aspek lain. Gus Dur bilang begini : Orientasi pembangunan negara untuk kepsntingan warga masyarakat, harus lebih diutamakan". Hal penting yang harus dikejar, katanya : terpenuhinya rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat. (Gus Dur menawarkan, agar kita mampu menemukan sebuah sistem yang menjamin kepentingan rakyat. Asas keseimbangan juga harus diperhatikan tanpa mengekang kelompok industrialis (Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam kita, 2006: 93-94). 


Pemikiran Gus Dur tentang demokrasi relatif kompleks. Tetapi bagi saya--yang sekedar menikmati pemikiran dan karya putra KH Abdul Wahid sang pembaharu pesantren, memahaminya sederhana, yakni Gus Dur berupaya untuk menegakkan sendi-sendi kehidupan yang substantif inklusif bukan eksklusif-formalistik. Semua ini ia inginkan tak semata-mata untuk Indonesia tetapi dunia. 


Kalaupun tulisan ini, banyak kurang dan dianggap tidak menyentuh substansi pemikiran guru bangsa oleh pembaca, saya kira tak jadi soal. Pada titik ini, menjadi spirit bagi saya untuk terus mempelajari buku-buku yang ditulis Gus Dur. Wallahu a'lam.


Penulis : Masyhur, MS. Dosen UNU NTB dan Ketua Intisa Foundation

Post a Comment

أحدث أقدم