ETIKA dan Aktivitas Sosial Ekonomi



Ilustrasi, sempatbaca.com



Keseluruhan perilaku manusia dalam kehidupannya mesti berlandaskan nilai etis, dan nilai etis itu tidak lain sebagai bentuk keterikatan dan kepatuhan pada Tuhan.

SELURUH akitivitas dan kegiatan ekonomi manusia bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup baik sandang, pangan dan papan. Bahkan dengan tujuan tersebut, manusia menghadapi dan menjalankan kehidupannya sebagai khalifah di muka bumi.


Semua manusia harus melakukan aktivitas-aktivitas kehidupannya di dunia bekerja, mencari nafkah, melakukan sesuatu yang memberikan manfaat bagi diri dan masyarakatnya. Dengan cara ini, kehidupan manusia akan berjalan dinamis dan mengarah pada tujuan perubahan ke arah hidup yang jauh lebih berkualitas. Namun demikian, seluruh aktivitas manusia tersebut, harus berlandaskan etika dan norma. Dengan landasan etika dan norma maka, sesuatu yang menjadi aktivitas manusia akan berjalan di atas rel yang ditentukan. Sungguh, jika tanpa etika dan norma pula maka kehidupan manusia tidak jauh bedanya dengan mahluk lain seperti binatang dan hewan.


Islam memandang Etika, sebagai bagian penting dalam dalam aktivitas ekonomi, maka ketika ia diposisikan sedemikian penting, setiap tindakan seorang hamba prihal apakah sesuatu itu layak atau tidak (baik-buruk) ia lakukan dalam segala pola dan tingkah laku. Selain bahwa keduanya merupakan satu mata rantai yang tidak bisa dipisahkan; menjadi tolok ukur penerapan etika.


Tidak mengherankan kemudian, ajaran Islam yang dibawa Muhammad syarat muatan nilai dan etika. Nabi saw bersabda: “sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki ahlak manusia”.
Dasar sebagian itulah, bahwa seluruh rangkaian aktivitas manusia dalam kehidupan termasuk  urusan ekonomi harus didasarkan pada nilai-nilai ahlak Islami. Sebuah nilai yang disarikan dari sumber murni Al-Qur’an dan hadist. Yusuf Qardawi dalam bukunya Norma dan Etika Ekonomi Islam (1993) mengulas secara khusus bahwa sistem ekonomi harus berlandaskan etika. Dalam pandangan Qardawi, "Landasan etika itulah yang menjadi tampilan berbeda dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya".


Argumentasi  di atas, secara gamblang menyebut komponen nilai dan etika pada ranah aktivitas ekonomi dan bisnis dalam kehidupan manusia, memegang kendali yang signifikan. Entah apa jadinya, jika kegiatan ekonomi bebas nilai?. Entah seperti apa kegiatan ekonomi bila nir-etika sebagaimana diterapkan sistem ekonomi lain, satu sistem yang begitu dikagumi, dieluk-elukan jutaan manusia di muka bumi.


Bila seorang yang meyakini Islam sebagai agama, maka sudah seharusnya ajaran Islam merupakan komponen penting yang senantiasa menjadi alat kontrol seluruh kegiatan ekonomi. Ajaran Islam harus benar-benar dijadikan pijakan utama dalam aktivitas sosial ekonomi manusia. Karena ia sebagai pijakan, maka menjadi rujukan landasan dan kaidah pula, baik dalam berproduksi, konsumsi dan distribusi. Pedoman dalam memahami bahwa segala yang ada di semesta bumi adalah milik mutlak sang pencipta. Juga dalam rangka menerapkan kebijakan dan putusan kebijakan ekonomi suatu negara bangsa tanpa kecuali.


Meski sebagian ahli menunjukkan perbedaan antara nilai dan etika, namun pada sisi tertentu substansi hakikat keduanya menunjukkan persamaan; menghendaki bahwa suatu perbuatan dan kehendak harus didasari norma dan aturan, suatu tindakan harus dilandasi, apakah tujuan yang hendak dicapai memiliki nilai kebaikan atau sebaliknya berdampak negatif bagi kehidupan manusia.


Nilai dan etika mengandung ajaran luhur dan moral bagi kehidupan manusia, bertujuan mulia dan membawa kesejahteraan hidup manusia. Dengan ini, kemudian, maka Ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu yang berupaya untuk menghadirkan kesejahteraan hidup jika tidak memasukkan nilai hidup yang luhur dan agung membuat segala sesuatu yang ingin dicapai hampa dan tanpa tujuan. Di sinilah betapa pentingnya moral dan nilai-nilai yang mengakar pada fitrah manusia (humanism) mewujud dalam sikap dan perilaku manusia dalam kegiatan ekonomi. Di samping memang etika tidak mengabagaikan karateristik dasar naluriah manusia dan alam, serta unsur tauhid sebagai hal paling penting.


Dalam kerangka Nilai dan Etika, maka keadilan, kebebasan, keseimbangan dan seluruh aspek-aspek positif yang merupakan bagian dari sistem ekonomi harus memiliki kesesuaian dan relevansi yang mampu merealiasasikan tujuan hidup manusia dalam dinamika perkembangan dunia yang semakin maju dan kompleks.


Tidak selamanya sesuatu yang didapatkan dalam kehidupan dengan cara-cara tidak manusiawi dan berlandaskan etika akan memuaskan dahaga bathin manusia. Kekayaan bukanlah tujuan utama, melainkan sekedar sebagai penyokong yang memudahkan pelaku-pelaku dalam berinteraksi dalam urusan sosial ekonomi. Kekayaan hanyalah faktor komplementer, tidak lebih tidak kurang. Keyakinan bahwa segala sesuatu yang dilandasi aspek tauhid dan aspek kemanusiaan lebih memuaskan spiritual manusia yang menyadari bahwa segala sesuatu akan berakhir pada waktunya. kekayaan materi; harta benda, wanita dan kekuasaan atau jabatan hanyalah tangga yang harus dilewati dengan penuh kesadaran sehingga kehidupan yang sedang dijalani dan tujuan akhir hidup manusia yang ingin digapai punya tujuan.


Sejarah kehidupan manusia, membuktikan malangnya nasib manusia yang mengejar materi tak berkesudahan hanya membawa petaka. Sekaliber apapun seseorang yang cerdas, genius namun melupakan sisi-sisi kemanusiaan dan kehidupan, kini hanya meninggalkan dongeng yang cukup memberi pelajaran berarti bagi kehidupan manusia.


Di atas segalanya, prinsip etika harus menjadi prioritas dan agenda utama pemeluk muslim. Dalam skema etika pula segala sesuatu yang dijalankan dan mengalami kegoyahan, berjalan seimbang dan punya tujuan. Etika menjadi semacam cahaya “optimisme” yang mencerahkan setiap insan dalam berpikir dan bertindak, bergerak dan berjuang. Hal ini sekaligus isyarat bahwa manusia sebagai homo socius and economicus menyadari peran dan fungsinya berhadapan dengan Kuasa dan Pemilik Mutlak atas segala sesuatu.


Etika Islam menetapkan prinsip-prinsip moral untuk disemayamkan dalam setiap gerakan manusia. Juga diinternalisasikan dalam institusi (lembaga ) ekonomi. Institutional of economic --ini menentukan bagaimana setiap orang berjuang untuk hidup, memasuki kontrak dan transaksi, pertukaran barang dan jasa dengan pihak lain, dan memproduksi fondasi material secara independen atas kelangsungan ekonominya. Melalui prinsip-prinsip ini pula keadilan ekonomi tidak semata membebaskan setiap orang untuk terlibat secara kreatif dalam kerja berorientasi ekonomi, namun juga melampauinya, yakni menjadi jiwa dan spirit bagi mereka (Baidhawi, 2014). Hadirnya spritualitas ini menyadarkan bahwa memang etika sebagai ruh dalam peradaban hidup manusia dipandang dari sisi aktivitas dan tindakan manusia dalam merealiasikan kehendak ekonomi dalam kehidupannya.


(Penulis : Mashur Sarmaj, Berkhidmat di UNU NTB)

Post a Comment

أحدث أقدم