Ilustrasi, sempatbaca.com
Dalam hidup, kita tak bisa lepas dari janji : entah janji pada sahabat, sanak saudara, teman dan yang lain. Untuk itu bersegeralah kita tunaikan. Janji itu hutang. Berkhtiarlah membayar segera
By : Masyhur, MS*)
SUATU ketika, saya janji ketemuan dengan salah seorang. Tepatnya, di salah satu warung di pasar Sayang-sayang.
Sampai di lokasi, sahabatku itu sudah menunggu.
"Langsung pesen nasi. Ente belum sarapan kan,"? Kata temanku itu menawariku selepas parkir sepeda motor, tepat di muka warung.
"Saya cukup kopi hitam saja,"jawabku.
Cukup lama kami duduk. Kami ngobrol ikhwal beragam hal. Kopi pesananku hampir habis. Temanku juga begitu.
Sebentar kemudian kami beringsut dari tepat duduk. "Tujuan kemana sekarang bang?" ujarku.
"Selepas ini, saya ada janji. Mau ketemu teman. Setengah jam kemudian, saya ada acara," jawab dia.
Oh.
"Side ke mana?" Ia balik tanya.
"Saya mau ke Mataram. Ketemu seseorang. Setelah itu baru ke tempat kerja," timpalku.
Pulang dari tempat kerja, saya nganter pesanan.
**
Cerita-cerita seputar apa yang saya alami itu, pasti pernah dialami teman-teman. Hidup kita : seakan tak bisa lepas dari janji. Sepertinya : janji tiada pentahbisan. Janji.....janji.
Begitulah. Hari-hari dalam hidup kita: memenuhi janji. Janji di satu tempat ke tempat yang lain.
Guru, dosen, janji ngajar: tunaikan tugas dan tanggung jawab. Yang markir, janji: jaga lokasi parkiran, motor dsb. Yang jualan janji nganter pesanan. Ada yang janji bicarakan rencana bisnis. Pasangan sejoli, janji nikah. Ada yang janji bayar hutang. Ada yang janji, ngasi proyek. Janji dan janji...begitu seterusnya...
Hidup; rangkaian memenuhi janji-janji.
Janji dan Pemilu
Janji. Ya, janji. Janji itu tak ubahnya peluru, siap menyasar tujuan. Janji seolah menjadi senjata ampuh yang bisa membuat orang terpedaya.
Musim pemilu saat ini, janji-janji menjadi sesuatu yang gampang diucap mulut para kontestan pemilu.
Mereka menjanjikan ini dan itu. Mereka mengumbar kata-kata manis guna memperdaya pemilih (voters). Dan anehnya, masyarakat begitu mudah dirayu, begitu gampang terbuai.
Soal janji. Janji tetaplah janji. sepenuhnya belum tentu bisa dipenuhi. Karena itu, pilihlah janji yang realistis. Janji yang tidak membumbung tinggi ke angkasa. Janji yang seperti ini, tak ubahnya layang-layang yang terbang di angkasa. Begitu ia putus, dengan enteng ia pergi meninggalkan kita.
Pemilu selalu membuka peluang mengumbar janji. Yah begitulah, musim-musim pemilu deket tahun politik begini, janji janji semanis madu. Tetapi bukti nyata ketika mereka udah jadi, selalu bikin kita ragu. Benarkah itu?
Anda bisa menyimpulkan sendiri.
Tidak ada penipuan yang lebih besar dari janji yang tidak ditepati
Tapi, apapun itu, semoga kita termasuk orang yang amanah. Jika tidak demikian, betapa naif dan buruknya moral. Bisa saja kita masuk kategori munafik. Maka, sudah seyogyanya, dalam hidup kita yang sebentar ini, kita tidak cepat lupa akan janji-janji kita. Lantas kita pun berikhtiar untuk memenuhinya.
Saya teringat satu ungkapan berikut, "Tidak ada penipuan yang lebih besar dari janji yang tidak ditepati". Dan janji yang lebih besar adalah janji kita pada sang pencipta.
Semoga Allah selalu jagain kita semua. Amin.
*) blogger dan penjual madu
إرسال تعليق