Kopi dan Buku Filsafat


Kopi, (Ilustrasi sempatbaca.com)

 

Apa yang kita ketahui hanyalah secuil saja. Bahkan lebih kecil dari kalimat 'secuil' yang kita pakai untuk menyebut seberapa besar porsi sesuatu yang kita dapati itu


Oleh : Masyhur Sarmaj


MEMBACA buku filsafat ternyata bikin ngopi jadi lebih seru, dan kerap bikin kita pengen  'ngelampoh' (nambah) lagi. Tapi tentu buku-buku filsafat yang saya atau anda baca bersifat pengantar dulu, terutama bagi saya pribadi yang jarang, bahkan tak pernah serius membaca buku. Apalagi jika deadline pekerjaan, jadwal nongkrong dan keluyuran sudah nunggu. Belum lagi, rasa malas 'membaca' sudah tak bisa dibendung. Hah !



Asyik membaca buku filsafat itu. Filsafat mengajak kita berfikir lebih luas dan terbuka dengan pemikiran di luar disiplin ilmu yang kita tekuni. Filsafat bisa membawa kita pada satu pemikiran bahwa, "Apa yang kita ketahui selama ini masih belumlah seberapa, dibanding apa yang tidak kita ketahui".


Saya sepakat kalau filsafat diklaim induk ilmu pengetahuan. Kepada filsafatlah, ilmu memayungi ilmu-ilmu lainnya. Alasannya sederhana, sebab, ilmu itu lahir dari proses berfikir, merenung dan atau menduga-duga, lantas, kita yakin. Dari proses ini kemudian lahirlah pemikiran, ilmu. Dan lihat saja apa yang ditelurkan dari itu semua, punya segudang manfaat, kegunaan dalam kehidupan kita.


Really. It's so simple. Iya Filsafat itu seseorang 'berfikir' dan 'menalar'. Kita berfikir berarti kita berfilsafat. Kita mencari jawaban atas apa yang sedang kita hadapi, otomatis di sini kita akan, sedang dan telah berfilsafat.


Sayangnya, meskipun sedalam apapun manusia memikirkan tentang sesuatu, karena kita manusia memiliki keterbatasan, maka tak semua yang dipikirkan, tak semua yang ingin manusia cari jawabannya akan memuaskan dahaga keingintahuannya.


Kita tentu sulit menjangkau, bahkan tahu sebenar-benarnya tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang kita dapatkan dari apa yang kita cari, cukuplah di situ. Apa yang tidak kita dapatkan sementara orang lain 'bisa mendapatkannnya' dan terhenti di situ, cukuplah sampai di situ. Begitu seterusnya.


Apa yang kita ketahui hanyalah secuil saja. Bahkan lebih kecil dari kalimat 'secuil' yang kita pakai untuk menyebut seberapa besar porsi sesuatu yang kita dapati itu. Allah lah yang maha tahu segala-galanya. Allah lah yang memberi, mengaruniakan, seluruh apa yang ada pada diri kita (ilmu, pengetahuan, dll) termasuk apa yg bisa kita manfaatkan  di alam semesta ini. Wallahu Subhana hua ta'ala a'lam. 


*blogger dan penjual madu

Post a Comment

أحدث أقدم