SURVIVAL : Sebagai Kunci Penguasaan Teknologi Kedirgantaraan

 


ilustrasi, sempatbaca.com


tidak hanya PTDI yang bergerak. Seluruh komponen bangsa menggeliat untuk meningkatkan kompetensi teknologi dirgantara. Tujuannya menjaga kedaulatan NKRI dan masa depan yang lebih sejahtera


Penulis : TA MOETAWAKKIL*)


INDONESIA terbukti tahan banting. Bangsa ini selalu bisa bangkit kembali. Sebuah upaya tiada pentahbisan guna terus meneruskan semangat keberpihakan seluruh komponen bangsa pada produk pesawat terbang karya anak bangsa.


Menarik ungkapan berikut : Indonesia is an emotional market. Touch their emotions and they will buy anything from you. 


Produk pesawat  terbang karya anak bangsa, perlu ditingkatkan dampak emosionalnya sebagai produk yang berkualitas, aman, dan memberikan banyak benefit, manfaat, dan keuntungan,  tidak saja bagi pemerintah, BUMN, tetapi juga bagi setiap operator pesawat. Juga semua pihak terkait dengan Pesawat tersebut baik dalam negeri, maupun luar negeri.


BACA JUGA : istimewanya seminar kedirgantaraan kali ini ; sebuah refleksi


Dari kaca mata kedirgantaraan di Indonesia, khususnya dari Industri Pesawat Terbang di PT. Dirgantara Indonesia, atau PT. DI, pernah ada suatu waktu, atau istilah kisahnya, Once Upon A Time, sebuah industri yang visioner dan didirikan untuk tidak saja memenuhi ketahanan dan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi juga sebuah industri yang bisa membangkitkan semangat negara berkembang, yang kebanyakan adalah negara dunia ketiga untuk bangkit menjadi negara industri dirgantara.


Tanpa adanya dorongan untuk berkompetisi, terlebih tidak ada perang antar negara, mengakibatkan kecilnya kepentingan dunia ketiga untuk berpacu dalam teknologi, terutama di bidang teknologi dirgantara.


Dengan banyaknya produk dirgantara yang dihasilkan negara maju, terutama negara dunia pertama dan kedua, menjadi lebih ekonomis dan terbukti keamanan dan kehandalannya bagi dunia ketiga untuk mendapatkan produk dirgantara dari negara maju tersebut.


Kedua faktor di atas, kemungkinan besar menjadi kendala utama bagi negara berkembang (negara dunia ketiga) untuk memprioritaskan penguasaan teknologi dirgantara.  Tanpa disadari menjadikan negara dunia ketiga bergantung pada negara dunia pertama dan kedua.


Kondisi ini kemungkinan bukan suatu masalah selama semua pihak mempunyai common interest untuk saling menjaga, saling mendukung dalam menopang kehidupan setara yang beradab bagi semua bangsa, semua manusia.


Realitasnya, itu hanya ilusi. Hanya sebuah harapan yang masih perlu diperjuangkan. Sayangnya, masih saja segelintir orang--bila cenderung untuk mengatakan tidak semua, bahwa masih ada saja yang berkelahi memperebutkan sesendok nasi ataupun segenggam kekuasaan sementara.


Survival menjadi kata kunci bagi seorang ataupun sekelompok manusia untuk berupaya secara maksimal menguasai teknologi demi diri atau kelompoknya bisa survive.  Survival menjadi kata kunci bagi sebuah Negara ataupun sekelompok Negara untuk berupaya maksimum menguasai teknologi demi survival Negara atau kelompok Negara negaranya. Survival menjadi kata kunci bagi dunia ketiga agar bisa lebih maksimal menguasai teknologi demi survival bersama berdampingan dengan dunia pertama dan kedua.


Berpengalaman sebagai negara pejuang mencapai merdeka selama ratusan tahun, seperti juga tertuang di alinea pertama pembukaan UUD 1945, menyatakan: "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". Dengan dasar itu, NKRI dan negara-negara dunia ketiga harus mensejajarkan diri. Caranya, ya, salah satunya melalui penguasaan teknologi. Hal ini, tentu saja agar bisa bekerja sama dengan dunia pertama dan kedua, demi menjaga kemerdekaan dan kedaulatan Negara. Sekaligus berkontribusi pada kebersamaan bernegara yang saling menghormati dengan seluruh negara di dunia.


Penguatan kemampuan SDM bangsa Indonesia sangat dirasakan pada pelaksanaan terukur dan terkendali dalam setiap Rencana Pembangunan Nasional di segala bidang, termasuk industri dirgantara.


Penyesuaian kondisi peningkatan kompetensi pun disesuaikan dengan kemampuan NKRI yang baru merdeka saat itu. Di bidang kedirgantaraan, bertahap tapi pasti, kemampuan mengoperasikan, merawat, memperbaiki, bongkar pasang, meningkatkan kemampuan, merubah peruntukan, sampai menyesuaikan sesuai kebutuhan misi sebuah pesawat terbang berhasil dikuasai bangsa ini. Sampai akhirnya melalui proses yang sangat hati-hati, dibuatlah sebuah pesawat terbang yang designnya 100% dilakukan oleh SDM dalam negeri, menggunakan komponen yang bertahap dibuat sendiri, maupun menggunakan komponen yang karena masih BEV harus dibeli dari yang tersedia di pasaran dunia, sampai puncaknya dilahirkannya conceptual design pesawat bermesin jet untuk 130 penumpang dan bahkan sudah masuk tahap detail desain yang terpaksa dihentikan karena adanya krisis moneter 1998.


Mati surinya IPTN pada tahun 1998 tidak menghentikan semangat PTDI untuk terus meningkatkan kompetensi demi menjaga kedaulatan teknologi NKRI di bidang dirgantara, bahkan memunculkan pesawat baru N219 dan melahirkan SDM dirgantara lainnya yang giat meningkatkan kompetensi baik di dalam negeri maupun di luar negri, dan membangun kemampuan teknologi dirgantara dunia.


Pada event kali ini, tidak hanya PTDI yang bergerak, namun seluruh komponen bangsa menggeliat untuk meningkatkan kompetensi teknologi dirgantara demi menjaga kedaulatan NKRI dan masa depan yang lebih sejahtera.


Mari bersama membangkitkan kembali iptek kedirgantaraan, khususnya Industri Pesawat Terbang Nasional, Karya Anak Bangsa.



*) Penulis adalah Praktisi Senior Kedirgantaraan. Tinggal di Bandung

Post a Comment

أحدث أقدم