Ilustrasi, sempatbaca.com
orang tua mesra bersama anak-anaknya sangat terbatas. Bahkan kadang semu. Karenanya, penting bagi orang tua agar mendidik anaknya bertemu, agar memahami hakikat pertemuan
Sesuatu yang lahir itu tak ubahnya sesuatu itu pindah dari satu dunia ke dunia yang lain. Dan kita (manusia) sebagai mahluk dan menjadi bagian kecil dari ciptaan Tuhan, berdialektika setahap demi setahap, melewati proses dari tiada menjadi ada.
Baca juga : rasa cemas yang menghantui kita
Lalu, sesaat kemudian jika kita pikir-pikir, ternyata kini kita sudah memahami dan mampu berfikir, dewasa, lalu menikah dan beranak pinak.
Tentu kita merasakan hal semacam ini, terutama yang sudah menikah, berkeluarga, lalu menjadi orang tua. Menjadi bapak dari anak-anak kita.
Jika kita pikirkan sejenak, sekian waktu yang telah kita lewati terkadang serasa begitu cepat. Rasa-rasanya seperti kemarin, baru saja, kita menaklukan hati seorang perempuan 'penuh perjuangan'. Siapa lagi kalau bukan istri kita.
Fenomena di atas, juga dirasakan siapa saja, orang-orang di sekitar kita, sahabat kita, saudara dan kelurga kita yang sudah menikah.
Begitulah. Terasa cepat waktu berputar. Tak terasa, minggu berganti bulan. Tahun tahun pun berlalu.
Sekarang sudah 2022. Kita yang telah beranak pinak, sesekali memandangi anak-anak kita, bahwa mereka telah besar dan fasih berbicara. Mereka tak sekedar mengenali kita tetapi manggil kita ayah, ibu. Juga berinteraksi dengan orang orang sekitar terutama yang sebaya dengan mereka.
Bukti dia ada
Sebagai orang tua, ada pengalaman menarik yang kadang sulit kita lupakan. Kita sebagai orang tua, tak bisa melupakan, bagaimana anak kita, keluar dari perut ibunya. Kita mendengar tangisan anak kita yang keluar itu meledak-ledak. Dia menangis histeris. Dan kita yang menyaksikannya, malah ketawa girang penuh syukur manakala suara tangis itu kembali meledak-ledak.
Pengalaman saya, ketika menyaksikan saat menegangkan dan menyenangkan itu, saat saya yang kebetulan berada di sampingnya membalas dengan ketawa girang penuh syukur. Yang lain juga begitu. Mereka tersenyum. Meski tangis itu berulang-ulang meledak.
Ada pelajaran menarik dari tangisan anak-anak kita saat bayi. Dan anda yang mengalami itu pasti bisa merasakannya. Tangisan itu bukan sebuah ketakutan. Tetapi bukti dia ada dan hadir ke bumi.
Kini dia sudah kecang berlari dan teriak-teriak memanggil kita. Dia sudah bisa kecewa dan bahagia. jika aku tak mau diajak main.
Begitulah. Kita mesra dengan anak-anak kita. Tetapi betapun mesra hubungan, anak harus meninggalkan dunia itu.
Sebagaimana dia lahir dia harus melepaskan kesatuan ragawinya bersama ibunya. Juga orang terdekat serta orang di sekelilingnya.
Sebab suatu ketika nanti, dia akan beranjak ke masa dewasa dan ketika berada di posisi itu anak-anak kita harus mengambil jarak.
Meninggalkan ibu, sanak saudara, keluarga, untuk mencari dirinya sendiri. Menentukan jalan hidupnya sendiri. Di saat kondisi itu pula, kita bisa melihat dua hal terjadi : mendekat dan menjauh.
Terlalu dekat pada ortunya, dia hanya akan menjadi anak mami yang cengeng sepanjang hidup. Pun jika terlalu jauh--boleh jadi dia menjadi orang yang hilang keseimbangan. Dari sini, kita bisa melihat fenomena tarik menarik.
Fenomena tarik menarik itu, seperti diutarakan seorang penulis kenamaan, almarhum Daniel Dakidae pernah berujar, "Yang seharusnya terjadi adalah gabungan dialektis antara mendekat dan menjauh".
Alhasil, hakikat kemesraan orang tua bersama anak-anaknya terkadang semu. Karena itu, penting bagi orang tua agar mendidik anaknya bertemu, agar memahami hakikat pertemuan. Iya, pertemuanlah yang mampu menyatukan itu semua.
Jangan sampai, mudahnya orang berkomunikasi di era komunikasi digital, meleburkan hakikat makna sebuah pertemuan.
Penulis : Masyhur, MS
Penulis : Masyhur, MS
إرسال تعليق