Skenario Tuhan Itu Indah

 




Ilustrasi, sempatbaca.com


Apa yang baik menurut kita, belum tentu baik di mata sang pencipta

Kita baru sadar, kalau kita sering punya waktu untuk merenung dan berfikir. Lalu saat sejenak kita merenung, serasa tak sadar, bahwa kita hidup di dunia sudah cukup lama. Umur kita kian bertambah, walau memang, hakikat sejatinya usia kita juga berkurang.

Saya sering berfikir bahwa saya, telah lama menikmati hidup ini. Sekarang, usia saya sudah puluhan tahun lebih. Tak terasa bukan. Iya, waktu berjalan begitu cepat.

Aku rindu masa masa kecil dulu. Aku rindu dikejar-kejar ayah gara gara telat berangkat ngaji begitu azan Magrib memanggil. Kita rindu masa masa di mana, kita masih senang bermain dan terbebas dari tetek bengek masalah, sebab saat kecil, yang ada di pikiran kita hanya bermain. Kalau gak bermain, iya paling makan dan mengaji.

Aku juga rindu, ketika pernah gadis-gadis cantik yang lebih dewasa sering merayuku.

Si gadis bilang, "Kamu kelas berapa sekarang?". Begitu kujawab, lantas si gadis dewasa itu malah bertanya aku dari mana dan namamu siapa?
"Aku diam tersipuh malu". Hanya itu yang bisa saya perbuat.

Tahu tidak, saya tidak pernah punya cita-cita karena memang tidak mengerti apa arti cita-cita itu. Belum lagi, saat kecil, orang tua saya hidup pas-pas-an. Cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja; makan dan minum. Tetapi, orang tua saya luar biasa, menanamkan kepada kami anak-anaknya: harus sekolah.

Tetapi begitu aku tahu apa itu cita-cita, seingat saya, cita-cita saya ingin jadi montir, terus karyawan hotel.

Begitu tamat sekolah, cita-cita itu tak kesampaian. Malah aku menjadi seperti sekarang. Satu keadaan yang bagi saya jauh diluar dugaan.

Begitu dewasa, saya mimpi punya rumah. Sayangnya, belum kesampean. Saya mimpi bisa belajar di negeri nun jauh di sana, ternyata nasib tak berpihak. Belum lagi, tingkat intelektual saya yang rendah.

Sebelum punya kendaraan, dulu saya mimpi punya motor Ceketer, eh malah dapet yang lain. Tapi lebih bagus.

Bisa liburan ke negeri orang juga pernah terlintas di kepala saya, eh sayang hanya bisa nyampe Jogja dan Solo.

Seiring usia yang makin bertambah, banyak yang saya impikan dan cita citakan dalam hidup ini. Saya yakin, Anda juga begitu.

Seperti saya misalkan, yang saya raih dan dapatkan, justru yang tak pernah saya cita citakan. Sementara yang belum saya raih, itulah impian dan cita cita yang sesungguunya. Sesekali kadang saya mengeluh, tak bisa meraih apa yang saya inginkan itu.

Kini aku lebih berfikir realistis. Aku hanya mengadu pada yang benar benar tahu siapa sesungguhnya yang benar-benar tahu siapa diriku ini.

Allah, kini aku bertanya pada-mu. Bersediakah Engkau hadir dalam setiap usahaku.

Allah, kabulkanlah apa yang menjadi cita-cita dan impian (yang baik/bermanfaat) teruntuk keluargaku, guru guruku, sahabatku, rekan rekanku dan orang orang yang tak bisa kusebut satu persatu.

Kini, meski banyak yang belum kurengkuh dalam hidup ini, meski banyak teman dan sahabat belum mendapatkan apa yang menjadi impiannya, namun saya, anda dan mereka--saya lihat sangat bersyukur dengan keadaan dan kondisinya saat ini. Bersikap seperti ini penting. Sebab anjuran agama. "Bersykurlah kepada Allah, niscaya Allah akan menambah. Jika tidak (ingkar) tunggu saja azab dariku (Allah)"

Tuhan dikau memang pengatur skenario yang indah. Subhanallah.

Semoga nikmat dan karunia Allah selalu kita peroleh. Amin.

18 Agustus 2021


Penulis: Mashur, MS
Penulis Lepas, Penjual Madu

Post a Comment

أحدث أقدم