Oleh: Redaksi*)
Menyuguhkan buku, bahan bacaan kepada seseorang untuk dibaca, selain bisa mengubah pribadi sendiri, kelompok dibimbing ke arah lebih baik menjalani lembar demi lembar draft kehidupan yang akan dilalui. Siapapun dia? Mau penjahat, perampok, pemeras, penipu, bahkan para napi yang mendekam di balik jeruji.
SELAIN dapat mengubah pribadi sendiri, dapat juga seorang manusia dibimbing ke arah lebih
baik-memiliki
arti menjalani lembar demi lembar draf kehidupan yang akan dilaluinya dalam berperilaku. Siapapun dia? Para penjahat
(perampok, pemeras, penipu), para Napi yang
mendekam dibalik jeruji besi sekalipun. Caranya cukup mudah: menyuguhkan
buku atau bahan bacaan kepada seseorang untuk dibaca.
Dalam hubungan ini, barangkali, itu sebab Harvey Mackay, penulis empat buku Best Seller, berkenaan aktivitas/kebiasaan membaca, mengatakan: hidup kita diubah, salah satunya oleh buku. Buku yang dibaca seorang. Sementara buku, kata penulis Austria Franz Kafka (1883-1924), seumpama kapak yang dapat dijadikan senjata untuk mencairkan lautan beku dalam diri kita.
Pembelajaran Membaca dari Brazil
Dalam Indonesian book and
development “The Reading Habits Does not Appear to be Established Among
Primary School Pupils”. Seperti dicatat bank dunia beberapa tahun lalu,
peringkat membaca anak Indonesia berada di urutan ke 26 dari 27 negara yang
disurvei. Tak salah jika, kita harus banyak belajar membaca dari negara-negara
berkembang dan lebih awal maju di berbagai bidang terutama ilmu pengetahuan dan
tekhnologi (Iptek), termasuk Brazil.
Kebijakan pemerintah Brazil dibanding Indonesia jelas berbeda. Negara kita harus mengakui bahwa kita harus terus banyak belajar “seni mengelola” penjara. Belajar tak kenal situasi dan kondisi. Begitu halnya di ruang pengap, sempit dan mengerikan seperti penjara. Namun demikian, bukan arti penjara merupakan tempat yang tak bisa dijadikan ruang untuk belajar dan melakukan aktivitas positif lainnya. Tokoh bangsa di republik bangsa kita, sebutlah Soekarno, saat berada di penjara tak henti membaca buku. Hari-harinya diisi dengan membaca buku dan menulis. Tidak sedikit pula, karyanya, yang sampai saat ini kita baca, terlahir di sana. Karena buku-lah sang proklamator republik Indonesia (RI) terus memiliki semangat juang yang tinggi untuk membangun manusia dan bangsanya. Begitu juga, tokoh-tokoh lain, yang pada saat itu, karena perbedaan cara pandang/alasan politis masa kolonial dan sesudahnya.
BACA JUGA : Mengubah Hidup Manusia Lewat Membaca
Terlepas membaca sebagai hobi atau
sekedar pelepas waktu senggang (leisure time), akhirnya, membaca--buku
apa saja, yang (baik untuk dibaca) dipercaya mampu mengubah manusia bahkan
seisi jagad ini. Buku adalah alat vital komunikasi dan sangat berpengaruh pada
perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia. Fakta membuktikan banyak buku
memberi pengaruh bagi kehidupan manusia. Kitab suci agama-agama, contohnya. Terlepas
dari anggapan kitab suci agama adalah wahyu Tuhan, ataukah ditulis manusia
biasa yang tak luput kealpaan: salah dan dosa, fakta
menunjukkan banyak penganut agama sangat terpengaruh oleh kitab sucinya.
Alhasil, catatan dalam kitab-Nya, tak pelak: diyakini dan dituruti serta diagung-agungkan.
Jadi, tak ada kata terlambat. Manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar dan membaca. Tanamkan rasa cinta kepada buku. Pada anak dan peserta didik (selesai)
*) Sumber: artikel ini pernah dimuat Harian Suara
NTB 20 November 2012 dan diterbitkan
kembali dengan menambahkan beberapa kekurangan.
إرسال تعليق