TGH Abdul Halim (foto, ilustrasi sempatbaca.com)
Sosok TGH Abdul Halim, begitu akrab di telinga warga masyarakat Sesela. Beliau oleh masyarakat dikenal dan begitu dikagumi masyarakat, bahkan sampai sekarang nama beliau terus dikenang dan diperbincangkan. Terlebih lagi, beliau adalah sosok dibalik berdirinya Ponpes Al-Halimy, salah satu lemaga pendidikan Islam, yang banyak melahirkan tokoh dan tuan guru yang kini menyebar di sebagian wilayah di pulau Lombok..
SEMPATBACA.COM-
Sosok TGH Abdul Halim, sangat akrab di telinga warga masyarakat Sesela, khususnya,
Sesela Kebon Rusa. Beliau oleh masyarakat dikenal dan begitu dikagumi
masyarakat saat itu, bahkan sampai sekarang nama beliau terus dikenang dan
diperbincangkan. Terlebih lagi, beliau adalah sosok dibalik berdirinya Ponpes
Al-Halimy, salah satu lemaga pendidikan Islam, yang banyak melahirkan tokoh dan
tuan guru yang kini menyebar di sebagian wilayah di pulau Lombok..
Rasa kagum warga setempat saat itu—begitu
halnya para murid-murid tuan guru, tidak terlepas dari sikap ramah dan lembut
sosok seorang Abdul Halim.
Salah seorang tokoh, TGH Fuaidi Jakfar
salah satunya, pernah menuturkan, “Sosok Abdul Halim itu orangnya lembut dan
santun”. Kata beliau, hampir dalam kesehariannya TGH Abdul Halim tak pernah
saya lihat marah. Dia orangnya lembut.
Sikap lemah lembut itu, tentu suatu
keistimewaan. Satu sikap positif yang tentu saja terpateri dalam diri figure
alim bernama TGH Abdul Halim.
Tentu sudah jadi tradisi, bagi orang yang
sudah berhaji, dalam diri kpribaian seseorang itu, melekat peci putih dan
sorban yang saban hari dipakai. Sama halnya dengan TGH Abdul Halim.
Cerita unik pernah dituturkan salah seorang
yang pernah dekat dengan beliau.
Suatu hari, saat itu, ada sebagian
anak-anak muda yang sedang asyik main kartu (main dom, bahasa sasak), bahkan sebagian di antara mereka ada yang
sistem mainnya taruhan, jika cenderung untuk tidak menyebutnya main judi. Sejumlah
anak muda itu, bermain di pinggir-pinggir sawah.
Saat
asyik bermain, beberapa orang di antara mereka melihat helaian sorban
dikipas-kipas. Mereka meyakini, bahwa sorban itu, milik TGH Abul Halim, spontan
anak muda dan warga yang bermain kartu saat itu berlarian. Mereka sepertinya
malu, tidak enak dilihat oleh sang tuan guru menghabiskan waktu untuk melakukan
hal-hal yang kurang bermanfaat, bahkan sia-sia (bersambung-redaksi).
Post a Comment