Dari Pondok Naga, Santri Belajar Membuat Peta Mimpi

 

Kegiatan pelatihan Mind Map dan Multiple Intelegence (M3I) di Pondok Pesantren Darul Hikmah, Tanak Beak, Narmada, Lombok Barat 

 

By: YUSUF TANTHOWI

SETIAP melihat wajah santri-santri yang mengikuti pelatihan menulis di berbagai madrasah dan pondok yang pernah saya isi, saya seolah melihat dirinya 20 tahun lalu. Saya pernah berada pada posisi seperti mereka - lugu, polos dan pemalu khas anak kampung. Kalau ditanya, “Mau jadi apa nanti setelah besar?”. Diam. Tidak tahu jawab apa. Untuk tampil dan menonjolkan diri, apa lagi bermimpi akan menjadi apa kelak- satu hal yang asing dan mahal bagi kami. Apa lagi di pondok sangat ditekankan untuk menjadi pribadi sederhana, tawaddu, rendah hati dan istiqomah.

Saya menemukan hal yang sama pada saat memfasilitasi kegiatan pelatihan Mind Map dan Multiple Intelegence (M3I) di Pondok Pesantren Darul Hikmah, Tanak Beak, Narmada, Lombok Barat - pondok yang lebih dikenal dengan pondok naga. Sebagian besar santri MTs, MA yang berjumlah 70-an orang tidak tahu akan menjadi apa nanti setelah besar. Mereka diam dan tidak tahu ketika ditanya mimpi atau cita-citanya. Hanya sebagian kecil yang langsung menjawab akan menjadi ini itu sambil malu-malu.

Saya sudah memprediksi hal itu dan itu bukan kesalahan mereka. Sebagian besar memang kita yang berasal dari kampung tidak pernah diajarkan untuk mempunyai mimpi dan cita-cita untuk diperjuangkan kelak setelah dewasa. Yang diberi tahu nanti setelah dewasa kita akan bekerja. Bekerja apa, dimana, bagaimana serta keterampilan apa yang harus kita kuasai tidak pernah terlintas dalam benak kita. Ukuran sukses pun diukur bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ketika TGH. Khalil Darul Hikmah meminta saya dan Ust.Ranu Kumbolo Prakoso memfasilitasi kegiatan yang dinamai M3I untuk semua santri, saya pun memasukkan sesi praktek membuat peta mimpi (dream map). Apa lagi materi sebelumnya sudah diberikan materi tentang fungsi otak kiri-kanan, manfaat, cara membuat dan praktek membuat peta pikiran (mind map). Lalu dilanjutkan dengan praktek menulis dengan menggunakan motode free writing (menulis bebas) dengan modal peta pikiran yang telah dibuat.

Membuat peta mimpi itu sangat penting diajarkan kepada para santri supaya mereka memiliki mimpi atau cita-cita sejak dini. Tidak ada yang mustahil untuk dicapai kalau serius dan benar jalan yang tempuh dalam mewujudkan mimpi-mimpinya. Untuk itu menjadi tugas orang tua, guru-guru untu menunjukkan jalan, membukakan peluang dan menerangkan tahapan-tahapan yang benar dalam meraih sebuah cita-cita. Di situlah pendidikan berperan untuk menemukan potensi dan membantu santri membuat perencanaan masa depan.

Maka sebelum praktek membuat peta mimpi, saya menekankan tiga hal. Pertama, harus tahu dan punya mimpi atau cita-cita. Kedua, ditulis dan gambar dalam satu lembar kertas. Dalam membuat mind map memang memadukan tulisan, gambar (symbol) dengan warna. Ketiga, menulis dan menggambar tahapan apa yang akan mereka tempuh agar mimpi atau cita-citanya tercapai. Pada tahapan ini lah pentingnya kehadiran orang tua, guru atau teman yang bisa memberikan informasi terkait mimpi yang akan ia perjuangkan.

Pada saat praktek pun, saya harus menjelaskan kembali kepada orang perorang bagaimana cara membuat peta mimpi. Kendala mereka sebagian besar dari mereka belum tahu mimpi atau cita-citanya. Apa yang harus dilakukan atau lalui untuk mencapai mimpinya. Lalu menulis dan menggambar mimpinya secara bersamaan dalam satu kertas. Itu wajar karena baru pertama kali mendengar istilah dan diminta praktek membuat peta pikiran (mind map) dan peta mimpi (dream map).

BACA JUGA : Tiga Eksperimen 'Pondok Naga' Darul Hikmah

Saya teringat dialog antara Ikal dan sahabatnya Lintang dalam novel (film) “Laskar Pelangi” karya penulis asal Belitung, Andrea Hirata. “Kal, orang miskin seperti kita ini harta satu-satunya adalah mimpi, cita-cita. Kita harus punya mimpi dan cita-cita yang harus kita perjuangkan” ujar Lintang kepada Ikal yang sedang galau karena ditinggal pergi A Ling - anak gadis keturunan Cina pemilik toko perlengkapan alat tulis yang sering tempatnya berutang membeli kapur tulis atas perintah ibu Muslimah, salah seorang guru SD Muhammadiyah, Belitung

“Buat peta mimpi itu yang serius. Jangan main-main. Sering kali apa yang kita tulis dan mimpu itu kejadian. Makanya harus dimulai dengan bismillah. Nanti setelah ini minta do’a dari orang tua dan guru-guru kalian agar mimpi dan cita-cita kalian diijabah oleh Allah” pesan saya kepada mereka ketika sibuk membuat peta mimpinya.

BACA JUGA :Berkenalan dengan Gambar ala Santri Pondok Naga

 

Setelah diminta mengumpulkan tugas, baru terlihat beragamnya mimpi dan cita-cita mereka. Mereka kita minta membacakan dan menjelaskan mimpi mereka yang telah dibuat dalam bentuk mind map dihadapan teman-teman dan ustazd. Ada yang ingin menjadi doctor elektro, ingin menjadi dokter, melanjutkan sekolah dokter, membuat rumah sakit, ingin menjadi dosen, ingin menjadi tuan guru, membangun pesantren, ingin menjadi chief (koki), ada lagi yang ingin menjadi hacker.

Selesai menjelaskan peta mimpi mereka dihadapan teman-temannya, saya bertanya kepada mereka, “Pelajaran apa yang bisa diambil dalam proses pembuatan peta mimpi ini” tanya saya. Seorang santriwati menjawab dari tempat duduknya dibelakang, “Kita jadi tahu dan punya gambaran yang jelas tentang mimpi kita” ucapnya. Sebuah jawaban yang melegakan dan mengembirakan. Dalam hati saya berucap, “Semoga Allah swt memudahkan dan membukakan jalan bagi mereka untuk meraih mimpi dan cita-cita mereka”.

Post a Comment

أحدث أقدم