Kegiatan pelatihan Mind Map dan Multiple Intelegence (M3I) di Pondok Pesantren Darul Hikmah, Tanak Beak, Narmada, Lombok Barat
SETIAP melihat wajah santri-santri yang
mengikuti pelatihan menulis di berbagai madrasah dan pondok yang pernah saya
isi, saya seolah melihat dirinya 20 tahun lalu. Saya pernah berada pada posisi
seperti mereka - lugu, polos dan pemalu khas anak kampung. Kalau ditanya, “Mau
jadi apa nanti setelah besar?”. Diam. Tidak tahu jawab apa. Untuk tampil dan
menonjolkan diri, apa lagi bermimpi akan menjadi apa kelak- satu hal yang asing
dan mahal bagi kami. Apa lagi di pondok sangat ditekankan untuk menjadi pribadi
sederhana, tawaddu, rendah hati dan istiqomah.
Saya menemukan
hal yang sama pada saat memfasilitasi kegiatan pelatihan Mind Map dan Multiple
Intelegence (M3I) di Pondok Pesantren Darul Hikmah, Tanak Beak, Narmada, Lombok
Barat - pondok yang lebih dikenal dengan pondok naga. Sebagian besar santri
MTs, MA yang berjumlah 70-an orang tidak tahu akan menjadi apa nanti setelah
besar. Mereka diam dan tidak tahu ketika ditanya mimpi atau cita-citanya. Hanya
sebagian kecil yang langsung menjawab akan menjadi ini itu sambil malu-malu.
Saya sudah
memprediksi hal itu dan itu bukan kesalahan mereka. Sebagian besar memang kita
yang berasal dari kampung tidak pernah diajarkan untuk mempunyai mimpi dan
cita-cita untuk diperjuangkan kelak setelah dewasa. Yang diberi tahu nanti
setelah dewasa kita akan bekerja. Bekerja apa, dimana, bagaimana serta
keterampilan apa yang harus kita kuasai tidak pernah terlintas dalam benak
kita. Ukuran sukses pun diukur bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ketika TGH.
Khalil Darul Hikmah meminta saya dan Ust.Ranu Kumbolo Prakoso memfasilitasi
kegiatan yang dinamai M3I untuk semua santri, saya pun memasukkan sesi praktek
membuat peta mimpi (dream map). Apa
lagi materi sebelumnya sudah diberikan materi tentang fungsi otak kiri-kanan,
manfaat, cara membuat dan praktek membuat peta pikiran (mind map). Lalu
dilanjutkan dengan praktek menulis dengan menggunakan motode free writing (menulis bebas) dengan
modal peta pikiran yang telah dibuat.
Membuat peta
mimpi itu sangat penting diajarkan kepada para santri supaya mereka memiliki
mimpi atau cita-cita sejak dini. Tidak ada yang mustahil untuk dicapai kalau
serius dan benar jalan yang tempuh dalam mewujudkan mimpi-mimpinya. Untuk itu
menjadi tugas orang tua, guru-guru untu menunjukkan jalan, membukakan peluang
dan menerangkan tahapan-tahapan yang benar dalam meraih sebuah cita-cita. Di
situlah pendidikan berperan untuk menemukan potensi dan membantu santri membuat
perencanaan masa depan.
Maka sebelum
praktek membuat peta mimpi, saya menekankan tiga hal. Pertama, harus tahu dan
punya mimpi atau cita-cita. Kedua, ditulis dan gambar dalam satu
lembar kertas. Dalam membuat mind map memang memadukan tulisan, gambar (symbol)
dengan warna. Ketiga, menulis dan menggambar tahapan apa yang akan mereka
tempuh agar mimpi atau cita-citanya tercapai. Pada tahapan ini lah pentingnya
kehadiran orang tua, guru atau teman yang bisa memberikan informasi terkait
mimpi yang akan ia perjuangkan.
Pada saat
praktek pun, saya harus menjelaskan kembali kepada orang perorang bagaimana
cara membuat peta mimpi. Kendala mereka sebagian besar dari mereka belum tahu
mimpi atau cita-citanya. Apa yang harus dilakukan atau lalui untuk mencapai
mimpinya. Lalu menulis dan menggambar mimpinya secara bersamaan dalam satu
kertas. Itu wajar karena baru pertama kali mendengar istilah dan diminta
praktek membuat peta pikiran (mind map)
dan peta mimpi (dream map).
BACA JUGA : Tiga Eksperimen 'Pondok Naga' Darul Hikmah
Saya teringat
dialog antara Ikal dan sahabatnya Lintang dalam novel (film) “Laskar Pelangi”
karya penulis asal Belitung, Andrea Hirata. “Kal, orang miskin seperti kita ini
harta satu-satunya adalah mimpi, cita-cita. Kita harus punya mimpi dan
cita-cita yang harus kita perjuangkan” ujar Lintang kepada Ikal yang sedang
galau karena ditinggal pergi A Ling - anak gadis keturunan Cina pemilik toko
perlengkapan alat tulis yang sering tempatnya berutang membeli kapur tulis atas
perintah ibu Muslimah, salah seorang guru SD Muhammadiyah, Belitung
“Buat peta mimpi
itu yang serius. Jangan main-main. Sering kali apa yang kita tulis dan mimpu
itu kejadian. Makanya harus dimulai dengan bismillah. Nanti setelah ini minta
do’a dari orang tua dan guru-guru kalian agar mimpi dan cita-cita kalian
diijabah oleh Allah” pesan saya kepada mereka ketika sibuk membuat peta
mimpinya.
BACA JUGA :Berkenalan dengan Gambar ala Santri Pondok Naga
Setelah diminta
mengumpulkan tugas, baru terlihat beragamnya mimpi dan cita-cita mereka. Mereka
kita minta membacakan dan menjelaskan mimpi mereka yang telah dibuat dalam
bentuk mind map dihadapan teman-teman dan ustazd. Ada yang ingin menjadi doctor
elektro, ingin menjadi dokter, melanjutkan sekolah dokter, membuat rumah sakit,
ingin menjadi dosen, ingin menjadi tuan guru, membangun pesantren, ingin
menjadi chief (koki), ada lagi yang ingin menjadi hacker.
Selesai
menjelaskan peta mimpi mereka dihadapan teman-temannya, saya bertanya kepada
mereka, “Pelajaran apa yang bisa diambil dalam proses pembuatan peta mimpi ini”
tanya saya. Seorang santriwati menjawab dari tempat duduknya dibelakang, “Kita
jadi tahu dan punya gambaran yang jelas tentang mimpi kita” ucapnya. Sebuah
jawaban yang melegakan dan mengembirakan. Dalam hati saya berucap, “Semoga
Allah swt memudahkan dan membukakan jalan bagi mereka untuk meraih mimpi dan
cita-cita mereka”.
Post a Comment