SempatBaca.com- Pada awalnya, dampak yang paling nyata akibat dari pandemi Covid-19, dirasakan pada sektor ekonomi. Gejalanya, terlihat dari mulai lesunya sektor dunia usaha, terus merembet ke berbagai sektor. Sehingga, seiring waktu, perlahan dan pasti, ternyata, berimbas juga terhadap dunia pendidikan.
Badan PBB, UNESCO, sebagaimana
dipaparkan https://tekno.tempo.co, memperkirakan sekitar setengah populasi
siswa dunia tidak bersekolah karena pandemi Covid-19. Penutupan sekolah terbaru
mencakup 102 negara - dengan penutupan yang lebih kecil dan terlokalisasi di
beberapa negara lain - dengan total 850 juta siswa, dari pra-sekolah hingga
universitas. Situs tersebut setidaknya, menunjukkan bahwa pandemi Covid sangat
berdampak buruk terhadap berbagai bidang, terutama dunia pendidikan.
Di Indonesia, kondisi demikian juga
terjadi. Seperti di beberapa negara, kebijakan yang sama, yakni menghentikan
aktivitas belajar sementara. Ditetapkannya kebijakan tersebut, bukan tanpa
alasan, melainkan
sudah tentu didasari kesepakatan bersama sebagai upaya pencegahan meluasnya
penularan Covid-19. Yang paling terasa, yaitu ketika diberlakukannya lockdwon
dan karantina. Bertujuan mengurangi kerumunan massa dan interaksi banyak orang, disebabkan situasi demikian
relatif memudahkan akses orang lain yang terkena Covid-19.
Kebijakan lockdown
dan karantina, drastis membuat kebiasaan lama mengalami perubahan. Baik yang
bersifat individu, terlebih melibatkan banyak orang. Di bidang pendidikan,
kegiatan belajar pun mengalami hal serupa.
Menyadari realitas yang tengah terjadi,
membuat pemerintah dan lembaga terkait berpikir keras, agar dapat menghadirkan
alternatif lain sebagai solusi. Tujuannya, agar proses pendidikan terus
berlangsung, dengan tetap menyesuaikan diri dengan kondisi yang dihadapi. Caranya
memanfaatkan sarana prasarana, fasilitas yang ada, agar guru dan murid tetap
berinteraksi secara daring meski tidak bertemu tatap muka.
Harus jujur kita akui, bahwa meski
pandemi Covid-19 berakibat buruk dalam kehidupan sosial masyarakat, kita tidak boleh
menutup mata, bahwa terdapat hikmah dan sederet pelajaran berharga. Sebab,
bagaimanapun dan sebesar apapun musibah dan bencana yang terjadi, terselip
butiran hikmah dari setiap peristiwa dan kejadian. Singkat kata, ada keuntungan
dan kerugian yang terjadi karena pandemi global Covid-19.
Yang terpenting adalah usaha untuk
mengatasi persoalan yang dihadapi. Juga
agar persoalan Pandemi tidak sampai membuat seluruh sektor kehidupan, termasuk
dunia pendidikan mengalami lumpuh total.
Di tengah situasi mengkhawatirkan, meski
kegiatan belajar tidak sepenuhnya efektif, namun antusiasme masyarakat, murid,
dan guru untuk terus memanfaatkan teknologi secara maksimal, telah menunjukkan
semangat optimisme memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anak bangsa. Dalam
konteks ini, menunjukkan bahwa semangat untuk menyelarasi antara kerugian dan
keuntungan disebabkan pandemi Covid-19 terutama dalam menjaga semangat mendidik
anak bangsa mampu dipelihara oleh masyarakat. Tentu tidak terlepas dari
dukungan pemerintah dengan berbagai kebijakan yang diberlakukan.
Situs www.beritasatu.com/nasional menguraikan
bahwa pemerintah telah mengambil kebijakan dalam mengahadapi pandemi Covid-19. Pertama, menempatkan pendekatan kesehatan
masyarakat sebagai yang pertama dan utama. Upaya ini ditempuh dengan cara
mengendalikan Covid-19 dan mengobati pasien terpapar. Kedua, secara umum pemerintah telah mengeluarkan tambahan-tambahan
dana untuk penanganan Covid-19 yang berasal dari perubahan alokasi belanja
negara 2020.
Dalam dokumen pokok-pokok APBN 2020,
dijelaskan, bahwa melalui APBN Tahun 2020 yang telah ditetapkan oleh DPR RI
pada Rapat Paripurna tanggal 24 September 2019, kebijakan fiskal akan diarahkan
untuk mendukung akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas
sumber daya manusia. Dalam dokumen tersebut, secara eksplisit menjelaskan, di
satu sisi, berbagai kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan akan dilakukan
untuk meningkatkan kualitas SDM agar siap berkompetisi dan beradaptasi dengan
kemajuan industri dan teknologi. Di sisi lain, Pemerintah memastikan bahwa
pemerataan dalam bidang infrastruktur harus tetap dilakukan, mengalokasikan
sumber daya ekonomi dengan lebih efisien dan efektif, serta mendorong birokrasi
yang efektif, melayani, dan bebas korupsi.
Dengan demikian, persepsi dan ketakutan
sebagian pihak, yang diarahkan ke pihak pemerintah dengan asumsi menelantarkan
pendidikan akibat pandemi Covid-19 terbantahkan. Dengan kata lain, bahwa apapun
persoalan yang dihadapi, institusi yang berkaitan secara langsung dengan
pembentukan, penguatan dan peningkatan sumber daya manusia tidak boleh
terabaikan. Dan pemerintah tampaknya berani memastikan bahwa pendidikan sebagai
kawah candra dimuka (meminjam ungkapan prof. Mastuhu) harus benar-benar
mendapat perhatian serius.
Dukungan pemerintah terhadap pendidikan
melalui APBN sudah tidak diragukan lagi. Kebijakan untuk mempermudah dan dapat
menjangkau seantero masyarakat telah tuangkan dalam berbagai jenis program,
berupa bantuan dana pendidikan, beasiswa dan yang lain, sebagaimana terdapat
dalam pokok-pokok APBN 2020, disebutkan antara lain KIP, Kartu sembako dan
kartu pra kerja. Situs www.kemdikbud.go.id, Kemendikbud memetakan dua hal penting. Pertama, akan menggandeng kementerian
dan lembaga-lembaga terkait untuk mengawal distribusi dan penggunaan Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kedua, optimalisasi
penggunaan anggaran sebesar 7,3 persen dari total 20 persen anggaran fungsi
pendidikan di Kemendikbud, untuk memacu percepatan perbaikan pendidikan di
daerah.
Perbaikan demi perbaikan untuk meningkatkan
kualitas SDM, terus dilakukan pemerintah. Untuk itu, masyarakat harus tetap
optimis dan menyatukan semangat untuk membangun bersama. jika tidak demikian,
maka sulit bagi pemerintah, perlu dukungan bersama dari masyarakat. Terlebih
saat ini, di tengah pandemi global yang memicu berbagai kemungkinan dapat
terjadi, kerjasama dan optimisme harus menjadi modal social (social capital) untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
Menghadapi
semua itu, dibutuhkan bangunan optimisme yang kuat di dalam diri, kerjasama
yang sungguh-sungguh secara kolektif untuk bisa keluar dari
permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Bangunan optimisme memuat pilar-pilar
(sebagai kekuatan dan antispasi), sedang lantai (floor) usaha dan kerja keras, sementara atap (bangunan) adalah do’a
dan kebergantungan terhadap sang pencipta. Kalau hanya optimisme yang berdalih
alasan ‘pongah’ dan ‘pasrah’ dan tidak mau bekerja keras untuk mengatasi
persoalan yang dihadapi, bukan mempermudah jalan yang akan dilalui, sebaliknya,
keadaan yang tidak diinginkan dapat saja terjadi menghalangi, langkah menuju
keadaan stabil, sulit dicapai.
Meski,
terjadi pro dan kontra, walaupun di berbagai daerah kritik-kritik pedas
berseliweran dengan isu-isu yang dicoba digelintirkan kelompok yang tidak
bertanggung jawab, atas persoalan yang sedang menimpa bangsa, masyarakat belajar, tetap berupaya melakukan
berbagai hal bermanfaat dalam kerangka mendidik anak bangsa. Fakta empiris
sebagai bukti, para guru dan pendidik tetap optimis berkarya dan mengabdi untuk
kemajuan peradaban bangsa. Di masa pandemi, guru dan siswa serta orang tua
melaksanakan peran dan cara masing-masing untuk membantu pemerintah menatap
masa depan pendidikan.
Seyogyanya
dan menjadi harapan bersama, optimis tetap dapat dijaga sekaligus dapat
direalisasikan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Dukungan pemerintah melalui APBN untuk
Akselerasi Daya Saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia, harus mampu menjadi daya
dorong untuk menyatukan tekad dan cita-cita bangsa. Juga mampu menjadi pijakan
kita bersama, agar tetap optimis menciptakan generasi-genarasi penerus bangsa
yang beriman dan bertaqwa sebagaimana diamaanat undang-undang pendidikan
nasional.
*) EL-NIZAM. Penulis adalah Pengelola Lembaga Kajian Masyarakat Insiatif Lombok
(LKM-INISIAL).
إرسال تعليق