SempatBaca.com-
KPK telah menggelar gelar perkara atau ekspose kasus Djoko Tjandra bersama
Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat (11/9). Namun dalam
gelar perkara tersebut, KPK belum memutuskan ambil alih perkara terkait Djoko
Tjandra yang ditangani Polri dan Kejagung.
Indonesia
Corruption Watch (ICW) menilai, KPK yang tak memutuskan ambil alih perkara dari
Polri dan Kejagung membuat ekspose tersebut hanya pencitraan. Padahal, publik
sudah berharap hasil dari gelar perkara ialah KPK mengambil alih perkara Djoko
Tjandra dari kedua institusi penegak hukum itu.
Sepertinya, gelar perkara yang dilakukan KPK, terkesan hanya dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat seolah-olah serius menanggapi perkara Djoko Tjandra
"Gelar
perkara yang terkesan hanya dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat
seolah-olah serius menanggapi perkara Djoko Tjandra," ujar peneliti ICW,
Kurnia Ramadhana, Sabtu (12/9).
"Sebab, publik berharap besar bahwa hasil akhir dari gelar perkara tersebut menyimpulkan bahwa KPK mengambil alih seluruh penanganan perkara yang ada di Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Namun fakta yang terjadi justru sebaliknya," lanjutnya.
Kurnia
berpandangan, KPK justru seakan tidak berani mengambil alih perkara Djoko
Tjandra. Hal itu berdasarkan pernyataan Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri dan
Deputi Penindakan KPK, Karyoto.
"Ketua
KPK pada akhir Agustus lalu sempat menyebutkan bahwa lembaga anti rasuah itu
akan mengambil alih penanganan perkara jika Kejaksaan Agung tidak selesai
menanganinya. Pernyataan itu amat normatif, bahkan terlihat Komjen Pol Firli
Bahuri hanya sekadar membaca apa yang tertera dalam Pasal 10A UU KPK, bukan
justru penilaian terhadap kinerja Kejaksaan Agung," ucap Kurnia.
Sementara Karyoto, kata Kurnia, pernah menyatakan kinerja Kejagung dalam menangani perkara terkait Djoko Tjandra sangat bagus dan cepat. Pernyataan itu disampaikan Karyoto usai menghadiri ekspose di Kejagung pada 8 September.
"Irjen
Pol Karyoto saat itu mengatakan bahwa kinerja Kejaksaan Agung sangat bagus dan
cepat. Padahal publik menduga sebaliknya, Kejaksaan Agung terlihat lambat dalam
pengungkapan perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari," kata
Kurnia.
Kurnia
menilai, tak diambil alihnya kasus terkait Djoko Tjandra semakin menunjukkan
KPK di bawah Firli Bahuri berupaya menghindari perkara dugaan korupsi yang
menjerat penegak hukum.
"Hal ini semakin menguatkan dugaan publik selama ini bahwa KPK di bawah kepemimpinan Komjen Pol Firli Bahuri memang akan sangat berupaya untuk menghindari perkara-perkara yang bersentuhan dengan aparat penegak hukum," tutupnya.
Diketahui
kasus dugaan suap yang melibatkan Djoko Tjandra tengah ditangani Kejagung dan
Polri.
Kejagung
menduga Djoko Tjandra menyuap Jaksa Pinangki melalui Andi Irfan Jaya senilai
USD 500 ribu. Suap itu diduga terkait pengurusan fatwa ke MA agar Djoko Tjandra
tak dieksekusi ke penjara. Ketiganya sudah menjadi tersangka.
Sementara kasus yang ditangani Polri yakni dugaan Djoko Tjandra melalui pengusaha Tommy Sumardi menyuap eks Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo agar namanya dihapus dari daftar DPO di Imigrasi. Mereka yang terlibat sudah ditetapkan sebagai tersangka.
sumber: kumparan.com
Post a Comment