KEHIDUPAN ekonomi sudah
niscaya mengalami perubahan siklus dan dinamika. Mustahil, sistem ekonomi suatu
negara selalu dalam kondisi stabil sementara sistem ekonomi di belahan negara
lain terus terkapar dan berada dalam kondisi buruk. Yang ada adalah selalu
terjadi pasang surut, maju mundur.
Kehidupan sosial ekonomi terus mengalami
perkembangan seiring kehidupan sebagai yang pertama, kedua perkembangan
teknologi dan ketiga globalisasi. Ketiga hal ini berjalan tiada henti. Pertama, kehidupan. Manusia hidup dan
berevolusi. Mati satu, tumbuh seribu. Terjadi pergantian generasi dari satu
masa ke masa berikutnya. Pergantian inilah yang senantiasa membawa perubahan
baik dari segi karakter dan kpribadian. Sejarah masa lalu, menjadi saksi betapa
perubahan demi perubahan telah terjadi dalam perkembangan kehidupan manusia.
BACA JUGA : Buku Baru-Filsafat Ekonomi Islam-Sinopsis
Kedua, teknologi.
Kehidupan dewasa ini berada dalam revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0
adalah kondisi dimana perkembangan hidup sudah semakin mudah dan gampang. Pekerjaan
yang sebelumnya membutuhkan waktu berjam-jam, dapat dikerjakan dengan tidak
membutuhkan waktu yang panjang. Akses informasi dan pengetahuan begitu cepat.
Berbagai perangkat tersedia untuk hampir seluruh kebutuhan dan keperluan hidup
manusia. Segalanya begitu mudah, cepat
dan nyaman.
Ketiga, globalisasi. Globalisasi
secara sederhana dapat disederhanakan
dengan satu
kata: mendunia. Artinya, sistem kehidupan terkoneksi
dalam ruang lingkup yang lebih luas dan hampir tak tiada batas dalam berbagai
bidang; sosial. Politik, ekonomi dan lain lain. Tidak hanya lintas bangsa tetapi juga negara, budaya dan agama. Hal
ini kemudian berdampak pada cara pandang manusia terhadap segala hal. Semua aspek kehidupan, baik dalam kelompok
sosial, suku, keluarga dan bahkan individu
pun seakan tak terpedaya menutup mata atas berbagai peristiwa terjadi.
Interaksi dan transaksi antar individu, kelompok dan antar negara pun sebagai
realitas tak tergantikan, harus dihadapi. Bangsa kita tak bisa lepas begitu
saja dari kondisi yang dihadapi tersebut, sebaliknya harus mengambil bagian.
Justru ketika ingin lepas, Indonesia akan tertinggal jauh dengan bangsa-bangsa
lain.
Kemajuan
dan perkembangan hidup memang sebuah kondisi yang mengharuskan manusia-manusia
untuk bersiap dalam segala hal, salah satunya kesiapan dalam aspek pengetahuan
di berbagai bidang. Jika itu tidak ada dalam upaya menyongsong peradaban
kehidupan dalam tatanan dunia baru yang kita hadapi, maka akan ancaman itu
seakan mengahdang kita di depan mata. Sekarang, kita sudah bisa melihat dengan
mata kepala kita sendiri, berbagai perubahan telah terjadi. Seiring itu,
kebijakan-kebijakan pemerintah telah menjadi keputusan untuk mengupayakan
segala bentuk perubahan-perubahan sebagai instrument control (antispasi).
Masuknya Indonesia dalam proses
globalisasi pada saat ini ditandai oleh serangkaian kebijakan guna memperluas
sekaligus mengembangkan aktivitas ekonomi dalam rangka memperluas serta
memperdalam integrasi dengan kalangan pelaku ekonomi di tingkat internasional atau
global. Negara-negara yang sudah berkembang, dengan begitu, harus berusaha
menciptakan iklim politik yang terintegrasi untuk memperkuat ketahanan sosial
yaitu menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Termasuk dalam kategori ini,
Purnomo Yusgiantoro (Dalam Pengantar Buku, M. Bambang Pranowo “Multidimensi Ketahanan Nasional,
Jakarta: Pustaka Alvabet, 2010, hlm.xiv) menyebutkan yaitu, kerap terjadinya
konflik etnis, agama, budaya, kejahatan terorganisasi dan lainnya. Mengatasi
ancaman ini, upaya pencegahan jauh lebih penting dari pada penanganannya.
Maka, memperkuat ketahanan social untuk
terciptanya persatuan dan kesatuan nasional, barang pasti, harus sejalan dengan
upaya membangun kehidupan ekonomi yang relevan dengan perkembangan yang terjadi
secara global dengan tetap bersandar pada koridor kultur bangsa Indonesia.
Berlanjut pada kekuatan negara untuk mengajak masyarakat agar dapat beradaptasi
dan berperan serta dalam tatanan dunia baru (globalisasi, industrialiasi) yang
tentu saja membutuhkan waktu yang tidak pendek dan stagnan. Muara semua itu,
hanya untuk membuat masyarakat sejahtera dalam kemakmuran dan sejahtera dalam
keadilan. Lalu dapatkah kesejahteraan terwujud?
Jawabannya bisa dua hal: iya atau tidak. Bila iya, sebagai pilihan pertama, hal ini dikarenakan bahwa secara sosial, peluang tatanan dunia baru atau globalisasi dapat membuka lembar baru karena dapat mempererat kesatuan dan keutuhan umat manusia tanpa memandang (SARA). Mengapa? Disebabkan, terjalin hubungan kerjasama dalam berbagai hal antar satu negara dengan negara lain. Dalam konteks ekonomi maka, hubungan kerjasama memberikan kemudahan antar negara untuk berhubungan dagang, bisnis dan hal lain yang bernilai ekonomi. Terlebih lagi, adanya pengetahuan-pengetahuan baru seiring itu, berbagai jenis mesin dan peralatan terus berkembang bak jamur di musim penghujan—kesemuanya itu, sangat memudahkan manusia untuk melakukan banyak hal di samping dapat menumbuhkan jiwa kreatif dan inovatif. Kemudahan dan inovasi yang lahir, kemudian berimbas pada adanya nilai dari sesuatu dihasilkan. Roda ekonomi terus berputar, sehingga memudahkan negara dengan mudah tumbuh dan berkembang.
Penjagaan terhadap nilai-nilai itulah yang dapat menjadi benteng kokoh bagi suatu bangsa dan negara. Di Indonesia, kita punya Pancasila sebagai dasar dan pijakan yang memuat nilai-nilai dan jati diri bangsa. Pancasila, sebagai sebuah dasar negara memuat konsep-konsep yang tak pernah kering diambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk menangkal arus perkembangan yang semakin maju dan berkembang.
Jawaban berikutnya, bila tidak, tidak
lain disebabkan ketidaksiapan sumber daya manusia untuk menghadapi tatanan
dunia baru, yang dipersepsikan sebagai bayangan ketakutan dan ancaman oleh
sebagian kelompok yang memandang sepihak.
Terlebih lagi jika menengok gambaran tentang tatanan dunia baru (globaliasi)
sebagaimana dinyatakan dinyatakan Azizy, “Kompetisi bebas dan perdagangan bebas yang menjadi “ideologi”-Nya, maka
persaingan akan sangat keras.
Jawaban
tidak, akan terlihat juga manakala sebuah masyarakat dan negara tidak siap
dalam banyak hal. Ada kecemasan-kecemasan yang meresahkan dan hinggap di
sebagian cara pandang individu dan masyarakat. Dalam pada ini, maka suatu
negara akan tertinggal jauh dari bangsa-bangsa lain. Jangankan membuat
masyarakat hidup semakin sejahtera, yang ada adalah keuntungan ekonomi boleh
jadi tak berpihak pada rakyat, masyarakat.
Namun
demikian, bagaimanapun sesungguhnya, kemunculan persepsi tersebut tidak akan dapat
mempengaruhi kpribadian individu dan masyarakat warga bangsa jika tetap berada
dan senantiasa menjaga dan memelihara dasar dan pijakan sebuah bangsa dan nilai
dasar kehidupan secara universal. Bisa diungkapkan bahwa, solusi bagi pilihan
jawaban ‘tidak’ adalah bagaimana
masyarakat sebagai elemen warga bangsa mampu menjaga dan memelihara dasar dan
pijakan sebuah bangsa dan nilai dasar kehidupan secara universal. Penjagaan
terhadap nilai-nilai itulah yang dapat menjadi benteng kokoh bagi suatu bangsa
dan negara. Di Indonesia, kita punya Pancasila sebagai dasar dan pijakan yang
memuat nilai-nilai dan jati diri bangsa. Pancasila, sebagai sebuah dasar negara
memuat konsep-konsep yang tak pernah kering diambil nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya untuk menangkal arus perkembangan yang semakin maju dan berkembang.
Post a Comment