Cerpen Ilham Wahyudi
SEANDAINYA kalian tak sempat menyaksikan pemimpin kota kami menyampaikan pidatonya, semoga teks yang kami suguhkan ini dapat mengobati rasa penasaran kalian terhadap kota kami: kota Edan! Oya, jangan coba-coba melewati satu kata pun dari teks ini kalau tak hendak menemu makna yang sumbing.
Penduduk di kota kami memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Tidak seorang pun—di jam-jam berkerja—tampak menganggur atau tidur malas-malasan di rumah. Kecuali anak-anak kecil dan orang-orang jompo, tentunya. Itulah sebabnya mengapa kota kami menjadi percontohan bagi kota-kota lainnya. Pegawai negeri, pegawai swasta, pedagang (pengusaha), buruh, sopir angkot dan sejenisnya, profesional, bahkan pekerja seni dan senimannya pun hidup makmur dan sejahtera.
Karena saking makmur dan sejahteranya, kota kami jarang sekali mengalami gejolak seperti di kota-kota lainnya. Baik itu karena persoalan persediaan minyak tanah yang menyusut di pasaran, sembako yang disembunyikan toke-toke genit yang lalu kemudian menaikkan harga setinggi langit, atau demo-demo mahasiswa yang menuntut pejabatnya turun karena terlibat skandal korupsi. Bahkan menjelang pemilihan walikota kota sekalipun, kota kami tidaklah pernah ribut atau gaduh seperti yang biasanya sering terjadi antara para pendukung calon kandidat.
Di kota kami, siapa saja bisa jadi walikota. Biar kata dia hanya seorang guru SD, olahragawan, seniman, bahkan supir angkot sekalipun bisa jadi walikota di kota kami. Yang penting calon walikota itu jujur, ikhlas mengemban amanah rakyat dan siap disumpah kusta tujuh turunan kalau nyeleweng dari amanah yang dibebankan padanya. Sumpah seperti ini juga bukan hanya berlaku bagi walikota atau pejabat-pejabat lainnya yang ada di kota kami. Tetapi berlaku pula bagi sesiapa saja yang mengemban amanah. Baik ia sebagai seorang guru, buruh, pegawai, atau apa pun itu yang menyangkut dan berhubungan dengan orang banyak.
Lima tahun belakangan ini, banyak peneliti dari pelbagai lembaga yang datang ke kota kami. Mulai dari sistem pemerintahan, tingkat pendidikan, keyakinan, pola interaksi, sampai pola makan dan berak kami pun mereka teliti. Namun, begitupun, peneliti-peneliti itu tidak pernah sampai pada sebuah kesimpulan yang mungkin saja bisa diterapkan di kota mereka, atau kota lainnya.
”Aneh! Penduduk di kota ini tak ubahnya dengan penduduk di kota saya, tapi mengapa mereka bisa hidup makmur dan sejahtera seperti ini?”
”Betul, kawan. Di kota kami pun tak ada yang menganggur atau tidur malas seperti di kota ini. Namun, mengapa kota saya tak semakmur kota ini?.”
Begitulah bunyi gunjing peneliti-peneliti itu suatu kali.
Berkunjung ke kota kami, kalian juga tidak akan merugi. Sebab, apa-apa di kota kami semua serba murah. Penginapan dari hotel sampai motel, murah. Kuliner murah. Transportasi murah. Bahkan setiap akhir pekan, tempat-tempat hiburan di kota kami selalu membagikan hadiah percuma kepada pengunjungnya. Ya, walau tidak semua pengunjung yang kebagian. Namun, karena sifat warga kota kami yang pantang tangannya di bawah, maka sudah barang tentu hadiah-hadiah itu jatuh di tangan para pengunjung yang datang dari luar kota kami. Itulah mengapa setiap akhir pekan, kota kami selalu ramai dikunjungi warga kota lain.
Di kota kami, siapa saja bisa jadi walikota. Biar kata dia hanya seorang guru SD, olahragawan, seniman, bahkan supir angkot sekalipun bisa jadi walikota di kota kami. Yang penting calon walikota itu jujur, ikhlas mengemban amanah rakyat dan siap disumpah kusta tujuh turunan kalau nyeleweng dari amanah yang dibebankan padanya.
Kalian pasti berpikir hadiah-hadiah itu tidak bagus dan murah harganya kan? Kalian keliru, kawan! Memang apa-apa di kota kami semuanya serba murah. Tetapi untuk ukuran harga di kota kalian, hadiah-hadiah itu sangatlah mahal harganya. Kalian tahu? Lemari es, kipas angin, DVD player, bahkan kadang mesin cuci yang sering dijadikan hadiah itu, semuanya diproduksi oleh warga kota kami. Nah, karena semua produk yang ada di kota kami adalah hasil produksi dari warga kota kami sendiri, maka harga penjualannya pun ikut murah. Ini jugalah salah satu keberhasilan kota kami yang sampai saat ini belum mampu kota kalian susul.
Selain itu, di kota kami, gedung-gedung pencakar langit juga berjejer bak orang mengantri minyak tanah seperti yang sering terjadi di kota kalian. Namun bukan berarti di kota kami tidak ada orang-orang yang berjejer mengantri, ya! Sebab, mengantri sudah menjadi kebudayaan yang mendarah daging bagi warga kota kami. Misalnya saja mengantri membayar pajak pengasilan atau mengantri saat membeli tiket kereta listrik. Oya, maaf, kalau sampai saat ini kota kalian belum juga memiliki fasilitas transportasi seperti yang ada di kota kami. Bukannya maksud kami selama ini tidak berniat menyumbangkan kereta-kereta listrik itu kepada pemerintah kota kalian. Tetapi, selain jalur lintasannya yang tidak juga mampu pemerintah kota kalian bangun, kebiasaan warga kota kalian yang sering duduk di atas atap kereta membuat kami mempertimbangkan kembali niat tersebut. Bukankah menolong itu haruslah yang bermanfaat bagi yang ditolong, betul tidak?
Di samping gedung-gedung pencakar langit yang berjejer itu, kota kami juga memiliki banyak taman-taman dan lapangan untuk berolah raga, loh! Asal kalian tahu saja, setiap 5 Km dari ujung ke ujung wilayah kota kami, taman-taman dan lapangan olah raga bisa kalian jumpai. Sehingga, setiap sore, apalagi kalau akhir pekan kalian pasti akan menjumpai warga kota kami berolah raga atau duduk santai di taman melepas penat.
Oya—ini juga penting untuk kalian ketahui—jalan-jalan di kota kami juga sangat..., sangattt.... mulus, loh! Ya, persis sekali seperti paha Miyabi (hehehe). Makanya pemerintah kota kami berani menjamin seluruh warganya tidak akan mengalami kecelakaan lalu lintas yang disebabkan lubang-lubang atau jalanan yang tidak rata. Polisi juga tak perlu bersusah payah berjaga di setiap simpang. Karena warga kota kami sangatlah tertib dengan marka jalan. Inilah yang menyebabkan tingkat kecelakaan lalu lintas sangat rendah di kota kami. Bahkan kadang nihil sama sekali. Dan kalau pun terjadi, itu sich biasanya warga luar kotalah yang mengalami kecelakaan. Ya, apalagi kalau bukan karena mereka tergiur untuk ngebut di mulusnya jalanan kota kami.
Tahun ini saja, pemerintah kota kami bersama dengan dewan kota telah sepakat untuk mengeluarkan sebuah peraturan baru. Ya, sebuah peraturan yang akan semakin mempertegas eksistensi kota kami sebagai kota yang paling makmur dan sejahtera di antara kota-kota lainnya yang ada di republik ini. Peraturan itu sendiri berisi tentang anjuran atau lebih tepatnya kewajiban bagi seluruh warga kota kami untuk sesegera mungkin menjadi orang tua asuh—minimal satu anak—bagi setiap anak-anak kurang mampu yang ada di kota-kota lain; yang tentu saja tingkat ekonomi dan pendidikannya masih sangat jauh dari kata makmur dan sejahtera.
Dan yang menggembirakan lagi, tidak seorang pun warga kota kami yang berkeberatan dengan peraturan baru tersebut.
Lagi pula, sebenarnya, apa yang diwajibkan pemerintah kota kami sesungguhnya bukanlah suatu hal yang berlebihan bila mengikuti anjuran yang disampaikan oleh pemimpin republik ini. Anjuran yang hampir disetiap kesempatan selalu beliau sampaikan dengan semangat yang berapi-api. Wajarlah, pemimpin republik ini kan memang senang sekali berpidato. Apalagi kalau berpidato soal rencana-rencana beliau dalam rangka membangun republik ini ke depan (padahal entah apa-apa pun yang direncanakannya). Berbeda dengan pemimpin kota kami. Karena bagi pemimpin kota kami, kerja keras, doa, serta kesungguhan hatilah yang mampu mengangkat tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu masyarakat—bukan pidato basa-basi yang memuakkan dan membosankan itu.
Ya, beginilah sebenar-benarnya kondisi kota kami, kawan. Tidak sedikit pun kami melebih-lebihkannya atau bermaksud menyombongkan diri kepada kalian semua. Kami hanya ingin mengabarkan kepada kalian, kalian yang mungkin sudah sangat lama bercita-cita ingin hidup makmur dan sejahtera seperti warga di kota kami. Dan untuk itu, dengan tidak mengurangi rasa hormat kami pada kalian semua dan juga bukan bermaksud merendahkan kalian, kami warga kota Edan dan segenap jajaran pemerintah kota Edan dengan ini membuka selebar-lebar gerbang kota kami bagi kalian yang mungkin saja ingin pindah merubah nasib atau hidup menetap di kota kami ini. Kota yang begitu super megapolitan namun ramah dan menjunjung nilai-nilai kemanusian yang luhur.
Dan mengenai nama kota kami yang mungkin terdengar janggal di kuping kalian, kami harap janganlah menjadi persoalan dikemudian hari. Sebab kami pun warga kota Edan sampai saat ini tak tahu mengapa kota kami bernama kota Edan. Mungkin nama aneh itulah yang membawa berkah bagi kota kami.
Mungkin!
sumber: balipost
إرسال تعليق