Hidup Hanya Sementara


 

By: Masyhur

(Penulis, Pengajar, dan Kepala Rumah Tangga)


Mungkinkah kita hidup untuk selamanya / Mungkinkah kita mati membawa harta/ ……

/ Hidup di dunia hanyalah sementara

Bergegaslah... Bertobatlah.../ Bergegaslah... Bertobatlah...

Wahai manusia (Pasha, Ungu)

 

SEBELUM menulis uraian sebagai tanggapan, juga upaya menarik substansi terhadap baris-baris dan bait salah satu tembang Pasha-Ungu, topik ini, saya pikir tidak pernah basi untuk diulas dan diketengahkan kembali ke hadapan kita. Sebab, ketika berbicara tentang hidup, kita secara tidak langsung dipaksa berbicara tentang kematian. Dan kedua-duanya (hidup-mati), memaksa siapa saja (setiap manusia)--karena pada manusia melekat sifat terbatas, serba kekurangan—untuk bersinggungan dengan sesuatu yang tak akan pernah abadi. Karena ia terbatas dan serba kekurangan, maka hidupnya, manusia juga pasti: bersifat sementara.

Kita mulai mencermati bait demi bait Tembang Ungu Pasha itu cukup membuat kita tercengang. Kita tidak ingin focus terhadap siapa yang menyanyikan tembang itu, dalam hal ini Pasha-tetapi kita fokus untuk menangkap substansi dari bait labu itu. Baik, bahwa secuplik bait lagu di atas, mau tak mau, bagi kita, membuat perasaan tercengang merenungkannya, tetapi juga, tak hanya itu, melainkan menyanyat hati dan nurani kita. Bahwa; tak ada manusia satu pun yang akan hidup selama-lamanya. Tak ada satu pun manusia akan membawa hartanya ketika kelak ajal datang menghampirinya. Ia pun kemudian, pergi untuk selama-lamanya meninggalkan dunia. Sebaliknya yang dibawa hanya kain kafan. Benarlah bahwa hidup ini hanya sementara. Keserbasementaraan seperti mengajak kita merenung. Ajakan berpikir menekankan sifat ulil albab pada diri insan ciptaan Allah. Ulil albab adalah orang-orang yang mengingat Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun dalam keadaan berbaring.

Pesan hidup sementara, bukan berarti ; orang pasrah menjalani hidup, pasrah untuk berjuang, berusaha,  menghadapi musibah, menghadapi tantangan. Pasrah yang dimaksud tak lain kecuali dan atau melainkan pasrah setelah segala hal hendak dicapai bila telah melakukan berbagai upaya, usaha 

Banyak sekali ungkapan yang menunjuk pada insan ulil albab makna yang terkandung dalam Al-Qur’an; mendorong pentingnya berfikir dan merenung tentang segala hal, dan yang paling dekat dengan apa yang kita rasakan, adalah merenungkan tentang hidup. Dengan merenungi apa arti hidup sesungguhnya, maka kita dapat merasakan bahwa hidup itu ada akhirnya. Dengan kata lain, yang paling pokok dari ulil albab tersebut, adalah manusia tak pernah lupa dari mengingat Allah, zat yang maha abadi dan kekal, sedangkan manusia melekat padanya sesuatu yang terbatas dan bersifat ‘sementara’. Dengan melekatnya keadaan/kondisi sementara ini, dengan begitu tak ada yang perlu disikap secara membabi buta, entah itu harta, jabatan, kecantika, kesenangan dan sebagainya.


Pesan hidup sementara, bukan berarti bahwa seseorang pasrah menjalani hidup. Pasrah untuk berjuang, pasrah untuk berusaha, pasrah menghadapi musibah, pasrah menghadapi tantangan. Terlebih di tengah terpaan badai dan ujian, berupa peristiwa dan bencana, mewabahnya berbagai penyakit mematikan, seperti yang saat ini terjadi—menyebarnynya Covid-19—yang sebelumnya menimpa negara kaya China tepatnya di Wuhan, dan sekarang menimpa republik tercinta. Jikalau hanya pasrah di tengah pandemi Corona, sementara secara jelas-jelas, kita mengetahui secara pasti bahwa dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19 begitu dahsyat dan mengancam ribuan nyawa, maka kepasrahan hanya akan membuahkan penderitaan dan kesengsaraan. Padahal jelas-jelas, kita dianjurkan untuk menjaga diri, agar terhindar dari bencana dan penyakit.

 Untuk itu, maka pasrah yang dimaksudkan tidak lain kecuali dan atau melainkan pasrah setelah segala hal yang ingin dicapai dan dikhtiarkan apabila telah melakukan berbagai upaya, usaha dan ikhtiar untuk mendapatkan apa yang dikehendaki, untuk jalan kebaikan, keselamatan dan tujuan kemaslahatan hidup. Juga pasrah pasca berusaha dan berjuang untuk menghindar dari apa yang kita takuti, penyakit, bencana kehidupan dan yang lain-lain (bersambung)


Post a Comment

Previous Post Next Post