Bekerja dalam Islam


By: Masyhur

(Penulis, Pengajar dan Kepala Rumah Tangga)


SempatBaca.com- Semua manusia membutuhkan harta supaya bisa memenuhi segala kebutuhan dalam hidup dan salah satu cara untuk mendapatkan harta tersebut adalah dengan bekerja. Tanpa adanya usaha, manusia tidak akan mendapatkan apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Pada hakikatnya, harta benda (kekayaan) dalam bentuk materi atau spiritual memiliki nilai utama bila dibandingkan dengan kemiskinan, akan tetapi kekayaan dalam bentuk materi sendiri bukan lantas menjadi hal yang paling utama dan menjadi tujuan akhir hidup manusia. Namun demikian, kekayaan yang diperoleh dengan aktivitas bekerja adalah jalan agar dapat mengambil manfaat atas apa yang dianugerahkan Allah dan terhampar seluas mata memandang di penjuru bumi (QS.Al-Mulk 67:15).

 

Lebih jauh dikemukakan, bekerja di dalam Islam merupakan sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh; mengerakan seluruh potensi, tenaga dan pikiran guna bisa mengambil manfaat dalam kehidupan dan segala sesuatu yang telah diangugerahkan Allah di bumi dan alam semesta.

 

Dengan ini kemudian, manusia bisa berperan sebagai khalifah memakmurkan bumi. Di sinilah, tampak semakin jelas, bahwa Islam mencela orang yang hanya bekerja untuk menumpuk harta akan tetapi tidak peduli dengan nasib lainnya (QS. 104:1-9).


Lebih jauh dikemukakan, bekerja di dalam Islam merupakan sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh; mengerakan seluruh potensi, tenaga dan pikiran guna bisa mengambil manfaat dalam kehidupan dan segala sesuatu yang telah diangugerahkan Allah di bumi dan alam semesta. Ketika, manusia bisa mengambil peran (position), di sinilah letak nilai dan kebaikan manusia sebagai (khairu ummah).

Bekerja, dengan demikian, yaitu suatu cara memenuhi segala bentuk kebutuhan; baik fisik dan psikologis serta kebutuhan sosial. Dengan jalan bekerja, maka manusia bisa mendapatkan banyak kepuasan yang meliputi rasa puas terhadap apa yang dibutuhkan oleh fisik, rasa tenang dan aman, kebutuhan sosial dan kebutuhan ego masing-masing. Sedangkan kepuasan di dalam bekerja juga bisa dirasakannya, manakala pekerjaan yang dilakukannya tuntas. Iapun kemudian dapat merealisasikannya dengan beristirahat (liburan), menghidupi diri sendiri dan juga keluarga.

Jika dilihat secara hakiki, maka hukum bekerja di dalam Islam adalah wajib dan ibadah sebagai bukti pengabdian serta rasa syukur dalam memenuhi panggilan Ilahi supaya bisa menjadi yang terbaik sebab bumi sendiri diciptakan sebagai ujian bagi yang punya etos kerja paling baik. Tentang ini, dijelaskan QS Al-Kahfi (7): “Sesungguhnya Kami telah menciptakan apa-apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, supaya Kami menguji mereka siapakah yang terbaik amalnya”. Seorang muslim yang dapat menghayati etos dalam bekerja dengan sikap dan tingkah laku berlandaskan ibadah dan prestasi yang baik maka bisa dihasilkan dengan mengikuti beberapa etos bekerja dalam Islam meliputi beberapa di antaranya; Istiqamah (bertanggung jawab) dan sifat jujur, menghargai waktu dan punya integritas, komitmen dengan akad, aqidah dan i’tikad, hidup hemat dan efisien, memperluas jaringan silahturahmi dan masih banyak lagi yang lain. Kesemuanya, yang singkat kata, bahwa budaya bekerja dalam Islam juga bertumpu pada akhlaqul karimah umat Islam yang akan menjadikan akhlak untuk sumber energi batin yang berguna untuk membantu setiap langkah kehidupan untuk menuju jalan yang lurus dan semangatnya adalah minallah, fisabilillah, Illah (dari Allah, dijalan Allah, dan untuk Allah).

Pernyataan di atas, juga menandaskan, makna bekerja dalam ajaran Islam tidak an sich bersifat duniawi semata, melainkan bahwa bekerja untuk ibadah. Bekerja akan membuahkan hasil. Hasil inilah yang kemudian menghadirkan berkah dan manfaat dan bisa mengakomodir segala bentuk kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan manusia. Bukankah bekerja di dalam Islam merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga seperti istri, anak dan orangtua. Jika manusia tidak bekerja, maka ia sama sekali tidak akan bisa memenuhi kewajibannya.

 Islam teramat menghargai semua itu sebagai sebuah sedekah, ibadah dan amalan saleh. Juga sebagai alat/upaya memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Dalam kaitan ini, bila bekerja dianggap sesesuatu yang bersifat profan, maka otomatis sama dengan harta benda yang didapatkan dari bekerja. Alat untuk memuaskan kebutuhan dan juga sumber daya manusia lewat proses kerja merupakan hak orang yang yang sudah bekerja dan harta dianggap menjadi satu bagian yang suci. Jaminan hak milik perorangan dengan fungsi sosial lewat institusi zakat, shadaqah dan juga infaq menjadi sebuah dorongan kuat untuk lebih keras dalam bekerja yang pada dasarnya merupakan penghargaan Islam pada usaha manusia. Intinya, bahwa bekerja memiliki nilai (value) tidak hanya berorientasi duniawi tetapi juga bersifat ukhrawi: sebagai tujuan ibadah. Hadist berikut menarik kita renungkan: “Bekerjalah seakan-akan engkau hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah seakan-akan besok engkau akan mati”(Al-Hadis).

 

Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat

 

Berikut beberapa hal menarik lain, terkait bekerja untuk ibadah antara lain:  bahwa orang yang bekerja, mendapatkan ampunan dari Allah atas perbuatan dosanya, sebuah hadist Ibnu Abbas ra berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang merasakan keletihan pada sore hari, karena pekerjaan yang dilakukan oleh kedua tangannya, maka ia dapatkan dosanya diampuni oleh Allah SWT pada sore hari tersebut.” (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Ausath VII/ 289). Bukan saja, diampuni bahkan terhapus pula dosa-dosa tertentu. Beberapa dosa tertentu juga akan dihapuskan di mana beberapa dosa itu tidak bisa dihapuskan dengan melaksanakan shalat, puasa dan juga shadaqah. Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu terdapat suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, haji dan juga umrah.” Sahabat bertanya, “Apa yang bisa menghapuskannya wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Semangat dalam mencari rizki”. (HR. Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Ausath I/38). Selain itu, mahabbah dan kasih sayang sang pencipta bagi hamba yang bekerja senantiasa terpancar dalam diri seorang hamba tersebut. Ibnu Umar ra bersabda, ‘Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat”. (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Aushth VII/380).


 


Post a Comment

أحدث أقدم