Penulis : Ahmad Sarwat, Lc., MA
LAGI ramai urusan seragam sekolah, saya kebagian pertanyaan usil dari salah seorang jamaah pengajian
APA pandangan pak Ustadz tentang aturan seragam sekolah?
Saya jawab santai, maaf saya bukan guru atau kepala sekolah. Lagian saya juga sudah selesai sekolahnya. Sudah tidak lagi ngurusin dunia sekolahan.
BACA JUGA : Ilmu dan Menulis
Tapi kan ustadz dulu pasti pernah jadi anak sekolah? Gimana pandangan ustadz di masa lalu terkait seragam sekolah?
Wah, kalau saya ditanya pengalaman masa sekolah, jujur buat saya mending seragam sekolah dihilangkan saja. Tidak usah pakai seragam ini dan itu. Bikin ribet saja. Hehe
Lho kok gitu, ustadz?
Ya anda kan tanya pandangan saya pribadi sebagai anak sekolah. Ya saya jawab jujur dan polos, intinya saya ogah disuruh pakai seragam sekolah.
Makanya kalau hari Minggu ikut les di sekolah, saya paling semangat, karena bisa pakai baju bebas. Tidak ada aturan aneh-aneh. Baju mau dimasukkan ke celana atau tidak, terserah. Pakai kaos atau kemeja, bebas. Nggak pakai sepatu tapi pakai sendal, bebas.
Asyik kan?
Jujur saja buat saya sebagai anak sekolah, kewajiban pakai seragam sekolah itu termasuk aturan yang paling sering saya langgar.
Dalam pandangan saya, kurang kerjaan saja sih tuh guru-guru pada ngeributin seragam kita. Bukannya mikirin bagaimana kita jadi pinter, eh malah ngurusin siapa yang tidak seragam. Lalu seenaknya kasih hukuman. Itu namanya kurang kerjaan.
Zaman saya SMA sudah kayak gitu sikap saya. Maka saya memang langganan melanggar aturan seragam. Soalnya saya tidak suka diatur-atur urusan pakaian.
Anda boleh setuju boleh tidak. Suka-suka saya lah pokoknya.
* * *
Lagian seragam sekolah itu menurut saya banyak tidak konsistennya. Contoh kecil nih, kan tiap anak sekolah harus pasang badge OSIS di bagian saku.
Saya mau tanya, jujur ya dijawab, itu gunanya buat apa sih coba? Saya kok penasaran.
Kalau semua siswa otomatis anggota OSIS, lalu ngapain semua kudu pakai badge OSIS. Kecuali ada sebagian yang jadi anggota dan sebagian tidak, lalu jadi penting untuk membedakan, ok lah.
Contoh lain adalah kewajiban seragam Pramuka. Bukan anggota Pramuka kok pakai seragam Pramuka? Maksudnya gimana?
Atau maunya bahwa semua anak sekolah otomatis anggota Pramuka? Kalau iya, levelnya apa? Di Pramuka itu kan ada Siaga, Penggalang, Penegak, Pendega dan Pembina.
Terus anak sekolah itu pangkatnya apa di Pramuka? Atau ada anggota yang non aktif?
Masak cuma pakai seragamnya doang tapi tidak pernah dilantik jadi Pramuka di level apapun? Maksudnya apa?
Maka wajar lah kalau buat saya seragam sekolah itu tidak lain hanya jadi beban saja. Hanya aturan yang dibuat-buat, sambil membebani orang tua juga.
Maka menurut saya sebaiknya dihilangkan saja. Terserah setuju atau tidak setuju. Itu kan pandangan saya di masa itu.
* * *
Kalau buat orang tua seragam sekolah jadi beban, maka bagi pengusaha kewajiban berseragam itu jadi lahan jadi basah bisnis.
Apa gunanya sekolah digratiskan oleh negara tapi ujung-ujungnya orang tua tetap dibebankan harus keluar uang lagi karena anaknya harus sekolah pakai seragam khusus.
Kadang seragam nggak cukup satu, ada batik, ada Pramuka, ada kaos olah-raga dan macam-macam lagi. Ini maksudnya mau mendidik siswa ikut fashion show apa gimana?
* * *
Di sisi lain, kewajiban seragam itu cuma nambah-nambahin kesempatan guru untuk mencari-cari kesalahan murid. Dan berujung pada keributan.
Di zaman saya SMA, siswa Puteri yang pakai jilbab ditekan dan diancam dikeluarkan dari sekolah. Alasannya karena karena melanggar aturan sekolah. Padahal dia sudah baligh ingin menutup aurat. Kasihan sekali lah pokoknya.
Eh, di zaman sekarang terjadi sebaliknya, jilbab jadi paksaan. Giliran yang nggak pakai jilbab yang terancam.
* * *
Maka fungsi sekolah itu apa? Cuma jadi polisi pakaian dan seragam?
Tugasnya menghukum siswa gara-gara pakaiannya tidak sesuai selera yang bikin aturan?
Memangnya siswa itu narapidana yang kehilangan kebebasan pakai pakaian sesuai selera?
Apakah apakah siswa itu budak yang berpakaian pun kudu diatur pakai seragam? Ataukah siswa itu tentara yang harus mau disuruh ngapain aja sama komandan?
Tidak cukup kah kartu pelajar sebagai identitas siswa sebagai anak sekolah? Kalau takut hilang, kasih saja gelang kayak jamaah haji atau kalung kayak tentara.
Padahal tujuan sekolah itu bukan untuk pandai pakai seragam, tapi untuk bisa siap menghadapi kehidupan yang beraneka ragam.
* * *
Di Amerika anak sekolah tidak pakai seragam. Lalu apakah ada dampak negatifnya? Sama sekali tidak.
Lalu apakah gara-gara tidak pakai seragam, lalu mereka jadi penjahat semua? Nggak juga kan?
Maka ketika saya lulus SMA masuk kuliah, saya benar-benar merasa merdeka lahir batin. Tidak ada lagi guru eh dosen yang meributkan seragam mahasiswanya.
* * *
Tapi itu kan pandangan saya tentang seragam sekolah di masa lalu. Yang sudah berlalu ya sudah, tidak perlu diungkit-ungkit.
Lalu bagaimana pandangan saya tentang seragam sekolah hari ini?
Wah, hari ini saya sudah lulus sekolah. Jadi nggak ada urusan buat saya ngeributin seragam sekolah. Murid bukan, guru juga bukan. Urusan seragam saya kasih komen pakai bahasa Arab Condet :Allahumma Turja (Ya Allah, atur aja).
(Penulis adalah Pendiri Rumah Fiqih Indonesia. Sumber tulisan : https://www.facebook.com/ustsarwat)
Post a Comment