Saya tidak pernah berpikir sebelumnya, bahwa kegiatan literasi itu bisa menarik saya mendatangi berbagai tempat dan lokasi yang sebelumnya tidak pernah terlintas dipikiran. Mulai dari bicara dihadapan siswa SD, MTs, MA, SMA, mahasiswa, pondok pesantren, guru-guru dan lintas organisasi mahasiswa
Penulis : Yusuf Tantowi*)
MULAI diundang oleh teman-teman mahasiswa di Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara. Berkat literasi juga saya bisa menginjakkan kaki diberbagai daerah dan kota di Indonesia. Tinggal tanah Papua yang belum. Kalau disebut dan perinci satu-satu tentu akan sangat panjang ceritanya. Setiap tempat menyimpan cerita, kisah dan kenangan tersendiri.
Datang diberbagai tempat itu bukan hanya bertemu dan berkenalan dengan banyak orang tapi juga melihat, mendengar dan mengalami secara langsung situasi dan ritme kehidupan yang ada di lokasi tersebut. Bahwa hidup bukan hanya apa yang kita lihat dan alami sehari-hari dari lingkungan terdekat. Di luar sana banyak sekali warna dan situasi kehidupan yang bisa kita serap dan pelajari.
Kamis, (18/8) yang lalu misalnya saya diundang oleh kelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB yang berlokasi di Desa Batulayar, Kec.Batulayar, Kabupaten Lombok Barat. Setelah sampai di kantor Desa Batulayar, seorang mahasiswa KKN bertugas menemani sekalian mengarahkan jalan. Melawati kampung terus keatas menyusuri jalan yang mirip lorong terus menanjak keatas pegunungan wilayah Batulayar.
Setelah melewati beberapa kampung sampailah kami disebuah komplek bangunan dengan kontur tanah miring dikelilingi oleh perpohonan yang lebat nan hijau. Di sana menetap puluhan santri yang sedang belajar di Ponpes Banu Mahsun, Dusun Orong, Desa Batulayar yang dipimpin oleh Ust.Herwan Panzir, alumni Temboro, Jawa Timur. Saat dalam perjalanan pulang terlintas dipikiran, wajar dinamai Dusun Orong karena kiri kanannya diapit gunung.
Lokasi acara berada di tengah-tengah dalam masjid pondok. Di atas masjid terdapat asrama santri laki-laki, disampingnya terdapat ruangan belajar yang didesain terbuka seperti berugak. Pondok perempuan terdapat di bagian bawah, samping jalan masuk. Di bawah bangunan masjid sedang dibangun ruang belajar yang dirancang menjadi dua lantai. Sampai di sana langsung terasa hawa sejuk dan dingin menerpa. Maklum kiri kanannya dikelilingi dengan pepohonan yang lebat.
Pada saat menyampaikan materi saya di hadapan para santri, ustazd, ustazah dan mahasiswa KKN UNU NTB saya menjelaskan makna literasi, elemen dasar literasi sehingga membuat seseorang bukan hanya sekadar tahu tapi juga tercerahkan dan berkembang secara personal dan intelektual. Elemen-elemen literasi yang saya maksud itu diantaranya mendengarkan (listening), membaca (reading), berbicara (speaking) dan menulis (writing).
"Kalau 4 hal itu bisa dimanfaatkan dan dimaksimal oleh setiap orang, saya jamin hidupnya akan berubah dan berkembang kearah yang lebih baik. Pertanyaannya, sejauh mana kemampuan listening, reading, speaking dan writing kita. Kalau dikasih skor, berapa masing-masing elemen itu? Nah kita bisa menilai sejaumana kuwalitas kita dimasing-masing elemen itu" urai saya.
"Walau anda sekolah sampai jenjang doktor, profesor, kalau 4 hal itu tidak berkembang dalam diri anda, kualitas anda akan dilihat sama orang biasa-biasa saja. Hanya gelar saja yang bertambah" jelas saya lagi.
Saya juga menjelaskan pentingnya kita melek literasi dalam berbagai bidang agar kita tidak menjadi korban berita palsu (hoax). Apa lagi cakupan literasi sekarang bukan hanya bicara baca tulis tapi juga literasi digital, keuangan, anggaran, hukum, politik, perundang-undangan dan lain-lain.
"Tapi sebelum beranjak pada bentuk literasi yang lain, literasi baca tulis harus lebih dulu sebagai dasar. Makanya wahyu atau ayat pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW adalah iqro' (bacalah). Perintah membaca, bukan sholat. Kalau kita orang Islam tidak suka membaca, betapa sangat rugi dan membosankan hidup kita" tambah saya lagi.
Dalam kesempatan itu saya juga menguraikan hubungan literasi dengan fungsi otak, pikiran dan bagaimana kekuatan sebuah tulisan bila disebarkan melalui media sosial. The power of writing dan The power of media social. Saya juga menceritakan bagaimana sepotong curhatan di Facebook bisa viral, jadi novel bast seller bahkan jadi film boxs office. Bukan hanya berhasil menghibur dan menginspirasi orang tapi juga mendatangkan keuntungan materi dari ratusan juta sampai milyaran rupiah.
Membagikan cerita dan kisah-kisah orang yang berubah dan berkembang setelah menikmati proses membaca dan menulis memang sudah menjadi cerita tersendiri dalam hidup saya. Dan saya selalu semangat melihat wajah-wajah mereka setiap mendengar ocehan-ocehan saya. Kalau sempat berbagi nomor HP, ada saja yang bertanya ini itu terkait proses kreatif membaca dan menulis.
Sebelum berkumandang azan zohur, usai acara kami sempat foto-foto dan ngobrol sebentar dengan pengasuh Ponpes Banu Mahsun. Momen-momen yang selalu saya sukai kalau mendatangi tempat baru, apa lagi pondok pesantren yang baru pertama kali kita kunjungi. Si situ sering terselip berbagai pelajaran hidup yang sangat berharga.
"Ini luasnya satu hektaran. Pada waktu-waktu tertentu, kawanan monyet sering turun kesini cari makan" kata salah seorang pengasuhnya sambil menunjuk batas tanah pondok.
"Awalnya banyak santri kita yang hafizd dari sini. Bisa menang berbagai tingkat perlombaan. Tapi kalau ikut lomba kami selalu gabung dengan Aziziyah Kapek. Jadi kalau anak-anak kami juara, yang terangkat namanya Kapek" katanya mengurai asal mula ide mendirikan pondok lengkap dengan pendidikan formalnya.
Ia juga cerita berbagai proses pembangunan pondok didukung oleh masyarakat sekitar. "Walau tempatnya agak tersembunyi dan jauh kedalam dari jalan raya tapi ini satu-satu nya pondok pesantren di Desa Batulayar. Kita bangun secara swadaya dengan masyarakat" tambahnya.
Saya percaya itu, kalau ide dan gagasan lahir dari tengah masyarakat, ia akan di dukung oleh masyarakat. Gerbang-gerbang perubahan akan segera terbuka.
Post a Comment