Inilah Hamba yang disebut berpuasa?


(Ilustrasi, sempatbaca.com)



betapapun itu, puasa yang kita laksanakan kembali ke kita masing-masing. Hanya pribadi-pribadi yang sukses mengendalikan diri (self control) sajalah yang mampu menjalankan hakikat ibadah puasa


Tak terasa, ramadhan sudah di ambang pintu. Kita bersyukur bisa bertemu bulan suci dan penuh hikmah ini.

Betapa tidak. Sebab, kita bisa merasakan kembali bertemu bulan penuh kemuliaan tahun ini.

Baca juga : kemesraan anak bersama orang tuanya


Itu artinya, kita semua terutama yang dipanjangkan umur, masih diberikan kesempatan oleh sang empunya hidup untuk melaksanakan ibadah di bulan suci ini. Lebih dari itu, sejuta doa yang kerap kita lantunkan penuh harap setahun lalu ternyata dikabulkan Allah. Subhanallah. Maha suci dikau ya Allah. Engkaulah sang pengabul doa.

Diberinya kita kesempatan kembali oleh sang pencipta untuk bersua kembali dengan bulan penuh barakah ini, tentu harus mampu menyadarkan kita agar terus meningkatkan ibadah kita. Bukan sebaliknya.

Bagi saya, seperti banyak dinyatakan para alim ulama dan guru-guru kita, bahwa bulan puasa tidak terbatas pada sekedar menahan haus, lapar dan dahaga. Puasa adalah media tarbiyah yang bisa memupuk seorang hamba untuk menjelma jadi insan beriman, bertakwa.

Di bulan ramadhan ini kita dilatih untuk mampu mengendalikan nafsu dan amarah baik zahir dan bathin. Harapannya, selepas bulan ramadhan, kita mampu mengendalikan nafsu kita untuk condong pada sesuatu yang positif (mulia).

Puasa juga merupakan salah satu metode untuk mengukur kadar kualitas keimanan dan ketaqwaan seseorang. Dengan berpuasa, seorang diuji secara mental dan ruhani untuk tidak mudah terjebak godaan syetan. Harapannya, selepas ibadah puasa; pertama, secara mental, kita tak gampas putus asa dengan persoalan hidup yang kita alami sehari-hari. Dalam konteks ini, di tengah massifnya arus informasi dan digitalisasi ini, kita tak kita tak gampang terprovokasi oleh isu-isu hoax dan kebencian. Lalu, point yang kedua, yaitu secara ruhani. Pada konteks ini, seorang hamba diharapkan agar mampu memelihara diri dari sesuatu yang mengganggu dan merusak hati, jiwa kita. Dengan ini, lantas ketangguhan kita diuji: apakah kita bisa mengontrol ucapan, perilaku dan dorongan nafsu duniawi yang menyesatkan lagi membawa dosa dalam kehidupan sehari-hari.

Demikianlah. Intinya, ibadah puasa punya keistimewaan dan kemuliaan. Apa sebab?

Tidak lain dan tiada bukan, sebab, "Berkaitan langsung dengan Allah". Kata Allah dalam hadis qudsi, " Puasa adalah untukku dan Akulah yang akan menanggung pahalanya".

Akhirnya, betapapun itu, puasa yang kita laksanakan kembali ke kita masing-masing. Hanya pribadi-pribadi yang sukses mengendalikan diri (self control) sajalah yang mampu menjalankan hakikat ibadah puasa.

Oleh sebab itu, mari kita manfaatkan keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadan ini untuk melakukan self control dan membersihkan jiwa serta mendekatkan diri pada sang maha hidup : Allah SWT.

Semoga semua kita itu masuk kategori hamba Allah yang di sebut (berpuasa). Amin !

Post a Comment

Previous Post Next Post