Tuan Guru Haji Na'im Batu Kuta Narmada (ilustrasi, sempatbaca.com)
TGH Muhammad Na’im pernah menjabat Wakil Syuriah NU. Sosok- dermawan dan gigih yang hobi berburu ini semasa hidupnya gencar memperjuangkan berdiri- nya kantor lembaga pendidikan (LP) Ma’arif yang ada di Mataram.
Selain tuan guru Ya’cub, ditemukan juga tokoh bernama H Muhammad Na’im, yang berjuang untuk NU dari Batu Kuta kecamatan Narmada. HM Na’im adalah murid TGH Abdul Hamid Pagutan dan tuan guru Soleh Hambali yang popular dengan panggilan datoq Bengkel. H M Na’im dikenal sebagai pejuang NU yang dermawan. Bersama tokoh-tokoh NU lain seperti tuan guru Anwar, Hamzah Karim, HM Na’im adalah tokoh yang tidak kalah besar perjuangannya dengan tokoh-tokoh yang lain.
BACA JUGA : Biografi TGH Sanusi Sesela
Tuan Guru Haji (TGH) Muhammad Na’im, pribadi dermawan dan pandai bergaul. Menurut warga dan orang-orang yang pernah mengenalnya, hidupnya mapan dan berkecukupan. Boleh dibilang, berada secara ekonomi. Meski demikian, dia pribadi yang lebih memilih hidup biasa-biasa saja. Penampilannya yang low profile sering bikin orang biasa tak sungkan-sungkan minta bantuan kepada TGH Na’im.
Perjuangannya di NU di masa-masa tahun 1950-an tak diragukan lagi. Ia berjuang dan membesarkan NU bukan hanya dengan tenaga tetapi juga melalui materi, harta benda yang ia miliki.
Terlahir dari pasangan Papuk Capet—yang akrab disapa amak Na’im dan Inak Rangget , Na’im kecil memang terlihat punya nyali dan keberanian untuk aktif dan berinteraksi dengan banyak orang.
Na’im kecil lahir di dusun Batu Kuta, desa Batu Kuta Kecamatan Narmada pada (1919 - 1983). Ia merupakan anak ke 2 dari 5 bersaudara.
Na’im kecil menghabiskan masa bermainnya di kampung halamannya di dusun Batu Kuta. Seperti halnya bocah-bocah seusianya, Na’im senang sekali menikmati waktunya dengan main-main bersama bocah susianya di tengah-tengah kampung halamanya yang terbilang masih alami kala itu.
Pendidikan masa kecilnya dia habiskan untuk menuntut ilmu pada sosok Maha Guru Datoq Hamid atau TGH Abdul Hamid Pagutan. Setelah gurunya itu meninggal, Na’im melanjutkan belajarnya pada putra Datoq Hamid yakni TGH Mali. Saat pergi belajar agama, jalanan dari Batu Kuta Narmada menuju Pagutan tentu saja masih sangat sepi. Kendaraan masih sangat jarang, yang ada saat itu, palingan truk-truk besar yang bolak-balik.
Hampir tiap hari ia berjalan kaki menuju sang tuan guru Hamid di Pagutan. Sesekali mengayuh sepeda untuk pergi mengaji dan terkadang juga menginap di Pagutan saat mengaji di TGH Abdul Hamid Pagutan. Hal yang sama juga dilakukan Na’im saat mengaji ke Datoq Bengkel Saleh Hambali. Datoq Bengkel sendiri, adalah murid dari TGH Abdul Hamid Pagutan. Dua tempat ini (Pagutan dan Bengkel) adalah kenangan indah bagi Naim saat berusaha mencari ilmu pengetahuan menuntut ilmu ke dua tokoh itu (klik berikut untuk baca lanjutannya : bersambung).
Penjual Madu dan Koordinator Lembaga Inisiatif
Post a Comment