Biografi TGH. Ahyani Mukhtar (1939 2019)




Ilustrasi, sempatbaca.com


TGH. Ahyani Mukhtar
Sedari belia Ahyani terlatih menghadapi tantangan dalam hidupnya. Secara ekonomi, dia hidup pas-pasan. Saat usia sekolah berjualan pisang dan berternak kambing pernah dilakoninya. Hasil jualan pisang dan upah beternak kambing ia tabung agar bisa membeli kitab. Satu keinginan yang sejak lama ia harapkan bisa terwujud. Meski merasa kesulitan dalam berbagai hal, perjuangan menuntut ilmu tak pernah surut.


Ahyani Mukhtar kecil terlahir lahir di desa Kediri, tanggal 17 Agustus 1939. Ayahnya bernama Muhammad Hasan, akrab disapa Husni. Orang tuanya Husni adalah seorang tukang arloji dan tukang lukis. Sedang ibunda Ahyani bernama Inak Sakmah.

Semasa kecil, bahkan saat tiga bulan dalam kandungan ibunya, Ahyani Mukhtar, diberikan ujian oleh sang pencipta, bahwa orang tuanya harus pisah (cerai). Hal ini berarti bahwa Ahyani kecil harus berpisah dari kedua orang tuanya.

Dengan kondisi yang dialaminya itu, ketika Ahyani lahir ke dunia, sepertinya Ahyani harus menerima sepenuh hati tidak bersama salah satu dari orang tuanya. Padahal saat-saat itu, bocah seusia Ahyani teramat memerlukan perhatian dan kasih sayang kedua orang tua. Ia pun kemudian, tinggal dan dirawat bersama kakek neneknya di Dusun Bangket Dalem, Karang Kuripan Kediri. Maha suci Allah, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian, termasuk yang menimpa Ahyani. Tak pelak, ujian yang dialami Ahyani membuat jiwanya terlatih dan kuat. Darii sini begitu tampak, bahwa sejak belia, Ahyani sudah terlatih untuk selalu menghadapi tantangan dalam hidupnya di kemudian hari.

Tak ubahnya jalan yang meliuk-liuk nan terjal. Juga kerikil tajam yang terhampar di sepanjang jalan, begitulah gambaran pelik persoalan dan lika-liku hidup yang beliau hadapi, termasuk sejak masa kandungan.

Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, Ahyani langsung dimasukkan orang tuanya ke Pondok Pesantren. Ahyani masuk sekolah dasar sekitar tahun 1946 dan menamatkan pendidikan sekolah dasarnya (SD) tahun 1952. Sementara pendidikan SMP dituntaskan Ahyani pada 1955. Dan pendidikan madrasah Aliyah (MA) hingga tuntas).

Hanya saja, informasi mengenai pendidikan tingkat SMA, masih samar dan belum jelas, karena bukti-bukti bahwa beliau tuntas menyelesaikan pendidikan SMA tidak begitu jelas. Alasan yang paling menonjol dikemukakan pihak keluarga disebabkan, surat lulus, atau semacam ijazah tidak dimiliki oleh Ahyani.
Lebih jauh diurai, keinginan seorang Ahyani untuk dapat belajar dengan buku atau kitab seperti orang lain pun terhalang oleh kemampuannya untuk memiliki sebuah kitab yang dapat dipelajarinya. Jelas, sekedar memiliki sebuah kitab saja, Ahyani sangat kesulitan, apalagii untuk memiliki sesuatu yang lain, sebagaimana teman-teman seusianya.

Hanya saja, bukan Ahyani namanya, kalau cepat menyerah. Ahyani, seperti pernah disinyalir penulis kenamaan Eric Fromm ketika mengungkapkan, Bahwa harapan itu adalah unsur penentu dalam upaya melancarkan suatu cita-cita, hasrat dan keinginan. Ahyani memadukan setiap harapan, harus diartikan dengan menghendaki dan menginginkan.

Dia berusaha agar setiap harapan yang diinginkannnya itu ia kuatkan dengan usaha untuk mewujudkannya, dengan melalui tahapan-tahapannyadan dia Ahyani, membuktikan harapannya itudibuktikannya dengan melakoni aktivitas dan atau belajar berternak dengan berperan sebagai seorang pengembala kambing. Tidak hanya itu, Ahyani mencoba jualan. Salah satu aktivitas berjualan (bisnis) yang dilakoninya, adalah berkeliling jualan pisang. Inilah aktivitas-aktivitas yang digeluti Ahyani, sehingga keinginan untuk membeli kitab-kitab yang hendak dimilikinya, bisa ia wujudkan. Ahyani, menyisihkan sebagian penghasilannya dengan cara menabung. Uang yang dia peroleh dari hasil jualan, disimpannya. Setelah cukup, dibelinya kitab yang diinginkannya tersebut.

Pada masa kecil, Ahyani juga hobi olahraga. Salah satu yang ditekuninya: latihan silat. Konon, Ahyani sudah belajar silat hingga mencapai bahkan hafal dua belas urus silat. Begitulah. Ahyani menikmati masa-masa kecilnya dengan senang dan gembira.
Ternyata Ahyani sama dengan anak-anak seusianya: senang bermain, ikut mengembala, jualan bahkan hobi olahraga pencak silat. Meskipun demikian, Ahyani tidak pernah melupakan kewajibannya. Juga tekad besarnya agar menjadi orang yang berilmu.

Ahyani termasuk anak yang rajin dan tekun. Ia pandai mengatur (memanajemen) waktu, selain tetap beraktivitas seperti biasa. Ia tak pernah ketinggalan untuk ikut ngaji, bahkan menurut informasi, Ahyani kecil selalu berada di barisan paling depan saat sedang mengaji. Saat ikut pengajian dari guru-gurunya, ia pasti duduk paling depan mendengar ceramah dari guru-guru yang dikaguminya.

Saat pergi atau mengikuti pengajian, kerap kali memakai pakian khasnya: menggunakan celana kemudian sarung di selekak/terselakak di pundaknya.
Pada saat Ahyani berusia kelas 5 sampai enam tahun, Ahyani sudah mulai aktif mengikuti pengajian-pengajian. Ia mengaji dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan sudah mampu memenuhi dahaga hausnya terhadap ilmu pengetahuan dengan menuntut ilmu sampai keliling pulau Lombok.

Ketika Ahyani kecil, masyarakat penduduk sekitar masih sepi. Pekarangan masih terlihat lapang, banyak yang kosong. Sebagian masyarakat juga masih banyak yang belum pandai dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama.
Kondisi ini dengan demikian, tidak menutup kemungkinan mayarakat masih banyak yang awam dan tindakan-tindakan yang mengarah kepada perilaku maksiat yang dipertontonkan mayarakat masih banyak terjadi. Barangkali atas dasar itu, setelah memiliki bekal pengetahuan ilmu agama yang cukup dan telah cukup lama mengabdi di ponpes Al-Islahudiny, Ahyani terjun langsung berdakwah ke tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, dibenak Ahyani timbul keraguan untuk terus melanjutkan perintah gurunya, hal ini disebabkan Ahyani merasa masih terlalu muda untuk berdakwah ke tengah-tengah masyarakat yang saat itu, tentu sekali masih terbiasa dengan hal-hal dan budaya masyarakat setempat.

Pada saat itu, usia Ahyani, terbilang masih muda dan belum menikah. Tidak heran kemudian, tampaknya Ahyani masih ragu dengan kondisi dirinya sendiri untuk terjun melakukan syiar dan dakwah. Namun demikian, atas keyakinan yang diamanahkan untuk menebar syiar agama, oleh TGH Ibrahim, memantapkan langkah Ahyani Muhktar untuk berdakwah di sekitar wilayah Lombok. Aktivitas berdakwah pun kemudian ia lakukan sejak saat itusaat datoq Ibrahim memantapkan hati seorang ahyanihingga pun kemudian dia terus berdakwah hingga menjelang ajal datang menjemputnya. Selama berdakwah, banyak sekali tantangan dan ujian yang dihadapi Ahyani saat itu. Terlebih pada saat itu kondisi sekitar masyarakatnya, masih banyak yang awam dan masih senang dengan kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan masyarakat setempat.

Masa Dewasa
Seperti halnya, anak-anak yang lain yang sedang beranjak dewasa, Ahyani tentu juga mengalami hal yang sama. Meskipun nanti terdapat banyak perbedaan dengan teman-teman sebayanya saat telah beranjak di usia dewasa.

Bahwa ketika usia Ahyani beranjak dewasa, ada satu tantangan yang nampaknya membuat dirinya harus pandaii menentukan pilihan. Yang mana, ketika ia masih muda, Ahyani sudah didorong bahkan diamanahi langsung untuk menjadi seorang pendakwah. Amanah itu diinstruksikan langsung oleh Almagfurullah TGH. Ibrahim Al-kholidi. Konon, Ahyani sudah diperintahkan untuk menyampaikan risalatuddawah ke beberapa daerah yang ada di Lombok ini. Seiring itu pula, meski terus mencoba melakukan perintah gurunya, ia tetap belajar dan menuntut ilmu. Terkait ini, di dalam beberapa versi cerita bahwa Ahyani pernah sampai menuntut ilmu ke Praya desa Pelambek dengan jalan kaki dari Kediri sampai Lombok tengah Praya bagian Pelambek. Di saat usia itu, saat ia masih sekelas ustad beliau sudah merintis terbentuknya lembaga diniyah talimiah waktu belum pindah ke Dusun Bangket Dalem, Kediri. Diniyah Talimiah merupakan sebutan untuk metode ngaji yang dia sematkan yaitu satu tempat ngaji akan tetapi sekolah boleh di mana-mana serta disebut dengan pondok kerbong.

Di masa dewasa ini, meskipun Ahyani dipandang cakap di bidang ilmu pengetahuan, dan boleh dikatakan sudah masuk level ustad, namun tidak membuat Ahyani, merasa wah dan jumawa. Sebaliknya, Ahyani termasuk pribadi yang gampang bergaul. Dengan siapa saja, dia berinteraksi tanpa pandang bulu, sehingga kecerdasanya di bidang ilmu agama tidak tampak menonjol.

Pelan tapi pasti, aktivitas dan peran Ahyani mulai tampak di tengah-tengah masyarakat. Kehadirannya kemudian, memudahkan masyarakat untuk bertanya, belajar secara langsung pada Ahyani.

Kehadiran TGH Ahyani Mukhtar di tengah-tengah masyarakat nampaknya menjadi semacam cahaya di tengah kegelapan masyarakat pada saat itu. Sebab, dia hadir, bisa memercikkan cahaya ilmu kepada masayrakat yang saat itu, mashi diliputi dengan dengan kebiasaan dan tindakan sebagian warga yang kadang lebih menjurus kepada sesuatu yang merugikan, baik bagi diri, terlebih lagi masyarakat. Saat itu pula kondisi di mana Ahyani tinggal dan menetap, masyarakatnya masih banyak yang belum cakap pengetahuan, terutama sekali dalam hal ilmu agama. Kondisi ini dengan demikian, tidak menutup kemungkinan masyarakat masih banyak yang awam dan masyarakat pun masih banyak melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada perilaku maksiat yang dipertontonkan mayarakat.
Di tengah-tengah masyarakat, Ahyani sejak muda telah menghadirkan pengaruh luar biasa bagi warga dan kehidupan sosial masyarakat setempat. Sosok Ahyani juga berperan tidak hanya sebagai tokoh masyarakat, namun sebagai pendidik dan tokoh agama. Kepada Ahyani lah masyarakat banyak menimba ilmu-ilmu agama.
Di luar desa atau kampung di mana Ahyani tinggal dan menetap, Ahyani aktif berdakwah. Tidak hanya di kampung halaman, tetapi dalam waktu-waktu tertentu dia kerap menyambangi beberapa tempat di pulau Lombok dan Sumbawa untuk memberikan pengajian, sementara saat berada di kampung halaman, dia menghabiskan seluruh waktu dan umurnya di Ponpes Salafiyah Al-Mukhtariyah yang ia dirikan. Juga aktif memberikan pengajian dari kampung ke kampung.
Sejak saat itu pula, rutinitas mengajar, menerima tamu bagi masyarakat yang kebetulan punya hajatan menyibukkkan hari-hari sang tuan guru. Jadwal untuk mengajar dan berdakwah, memberikan pengajian-pengajian mulai padat. Boleh dikata, hampir tiada waktu tersisa, melainkan untuk berdakwah. Sepintas melihat, bisa disimpulkan bahwa seorang Ahyani memiliki sikap, tekad dan komitmen (istoqomah) yang tinggi untuk membimbing masyarakat.

Begitulah seterusnya. Hari-hari Ahyani hampir tak pernah sepi dari aktivitas yang bermanfaat. Tak kurang dari 150 tempat pengajian selalu ia sambangi, dan kedatangannya pun selalu dinanti-nanti. Dia keluar rumah dari jam 08.00 pagi hingga malam pukul 10.00.
Tuan guru Ahyani termasuk sosok pribadi yang sederhana, apa adanya. Kondisi ini pula yang membuat dirinya terbiasa nimbrung dengan masayrakat kelas bawah. Dalam kehidupan sehari-hari, ia bergaul dan berbaur dengan hampir semua lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Hampir semua masyarakat mengenang sang tuan guru yang begitu gampang bergaul. Ketika bertemu warga: di mana dan kapan saja, selalu menegur lebih dulu, terlepas dia kenal atau tidak,kenang warga setempat.

Sikapnya yang low profile bisa dilihat dari cara hidup dan gaya hidupnya sehari-hari. Bahkan rumah tempat tinggalnya pun jauh dari kemewahan. Katanya semasa hidupnya, Kalau punya rumah bagus, nanti orang malu untuk mampir, datang ke rumah. Sehari-hari ketika hendak memenuhi hajat masyarakat yang mengundangnya dalam suatu acara hajatan, kegiatan keagamaan, dan mengisi pengajian jarang dia tak datang, kecuali uzur.
Seringkali dia datang memenuhi hajat warga dengan berjalan kaki. Sesekali mengayuh sepeda menuju tempat kondangan. Warga yang punya hajat, jamaah yang sedang menunggu, manakala dia didapuk jadi ngisi ceramah, pengajian, menanti petuah-petuah yang disampaikan sang tuan guru.

Banyak yang mengatakan, ketika sang tuan guru mengisi pengajian, dia punya selera humor yang tinggi. Kata sebagian masyarakat, Tuan guru Ahyani sering guyon.

Sejumlah sumber menyebutkan bahwa beliau sering berguyon, Kalau punya rumah bagus, nanti orang malu untuk mampir, datang ke rumah.
Kesederhanaan tuan guru juga terlihat ketika dalam bergaul kehidupan sehari-hari, di mana saja bertemu dan ditegur oleh masyarakat, tidak pernah tidak perduli. Bahkan beliau sendiri yang langsung menegur siapa saja yang kebetulan ia temui di jalan dan di mana saja.

Kiprah, Karya dan Pemikiran
AM cukup aktif berdakwah di tengah-tengah masyarakat. Ia tidak hanya aktif dalam bidang agama, tetapi juga proaktif membangun kehidupan masyarakat dalam bidang sosial, politik dan sikap hidup saling menghargai.
Dalam bidang agama, kiprah AM tentu tidak terlepas dari pribadi beliau yang dianggap memiliki pengetahuan agama yang luas dan mumpuni. Dengan bekal ilmu pengetahuan tersebut, secara tidak langsung mengharuskannya untuk terus berdakwah, melalui pengajian-pengajian, majelis taklim dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Seiring waktu berjalan, terjadi perubahan signifikan terhadap budaya (kebiasaan) masyarakat ke arah kehidupan yang lebih religius. Bahkan kemudian, masyarakat setempat dikenal lebih religious disbanding kehidupan pada masa-masa sebelumnya. Melalui AM, Dengan hidayah dan rahmat Allah, TGH Ahyani Mukhtar, beliau berhasil membawa citra yang lebih bagus tentang masyarakat (Kediri), jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Di bidang sosial. Pada bidang ini, AM juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengembangan dan pembangunan sosial kehidupan masyarakat pada waktu itu. AM mendorong masyarakat untuk selalu bergotong royong menciptakan dan membangun suatu hal dan atau aktivitas-aktivitas sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Peran di bidang sosial ini juga tampak terlihat ketika kultur masyarakat yang sebelumnya masih terbiasa dengan perilaku dan tindakan yang kurang tepat, melalui dakwah dan gerakan sosial yang dilakukan kehidupan yang tampak religius mulai terlihat di mana beliau tinggal.

Hal tersebut di atas, dapat dicapai, tidak terlepas dari sikap dan perilaku konsisten yang melekat dalam diri AM, apalagi jika berurusan dengan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat pada saat itu. Terakhir TGH Ahyani Mukhtar tercatata sebagai Rais Syuriah PCNU Kabupaten Lombok Barat.

Di bidang politik. Umum diketahui bahwa bidang politik adalah salah satu bidang yang bisa dibilang hitam-putih. Bagi AM politik adalah sarana dakwah. AM juga bukan tuan guru yang anti politik, justru sebaliknya. Ia juga tidak anti terhadap tokoh-tokoh politik tetapi juga membuka diri dengan politisi-politisi yang pernah datang dan bertamu serta berkomunikasi dengan AM. Sikap saling menghargai, juga menjadi bagian penting yang dibangun oleh AM.

Adapun pemikiran sang tuan guru dalam bentuk tulisantuan guru hanya meninggalkan tulisan-tulisan dalam karya yang masih berbentuk manuskrip-manuskrip atau lembaran-lembaran yang di namakan risalatuddua.

Sebelum meninggal, sebenarnya karya-karya tersebut sudah direncanakan untuk dibukukan. Sayangnya, Allah berkehendak, lebih dulu memanggil hambanya, sehingga pada hari Minggu, 17 Maret 2019 pukul 06.00 Wita, di usia yang sudah cukup dibilang sepuh, 83 tahun, beliau meninggal dunia.

Masih berbicara tentang manuskrip yang ditinggalkan sang tuan guru, setelah wafat lembaran-lembaran karya beliau sebagiannya hilang, berserakan entah ke mana, karena sesuatu dan lain hal. Namun demikian, berdasarkan informasi yang diperoleh, manuskrip-manuskrip itu sebagiannya bisa diselamatkan dan kini sudah dibukukan. Inti pokok yang terkandung dalam manuskrip yang beliau tinggalkan tersebut, apabila di istiqomahkan membacanya maka apa yang menjadi hajjadnya akan bisa dicapai, insyaallah.

Teknik Dakwah Tuan Guru
Sepanjang hidupnya AM, secara intens berdakwah dari satu tempat ke tempat yang lain. Terdapat hal yang menarik dan masih melekat di benak lapisan masyarakat yang mengenal dan mengetahui trackrecord beliau dalam berdakwah dan memberikan pengajaran.

Beberapa hal tersebut antara lain :
Pengutamaan sumber. Sumber (hukum) dalam menetapkan suatu persoalan atau perkara, dalam hal ini dari sumber hukumnya, sangat diutamakan oleh AM. Bagi beliau, orang yang berbicara mengenai hukum dan menangani suatu perkara harus dilandasi hukum dan sumber yang jelas. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa AM memiliki penguasaan ilmu yang luas terhadap sumber hukum. Pengutamaan sumber dalam ilmu pengetahuan pun kini semakin relevan dengan kehidupan saat ini.
Beberapa temuan data dan hasil wawancara berikut memperkuat argument di atas :

Pada waktu berbicara tentang hukum di manapun, harus jelas sumber dan referensinya tidak terbatas, pada bahwa ungkapan atau hadist tetapi juga apa yang dibaca dan disebutkan tersebut harus mengetahui jelas dari mana didapatkan. Kata lainnya, referensi.

Dialogis. Tidak semua masyarakat senang mendengar ceramah atau materi keagamaan berlama-lama. Oleh karena itu, seorang penceramah harus memiliki langkah dan metode yang tepat, agar jamaah/audiens senang mendengar dan khusyu. Dalam konteks ini, AM, memiliki gaya/model ceramah, yang bisa dikatakan khas.

Tidak mengandalkan retorika semata. Tetapi AM berceramah dengan gaya presentasilayaknya seorang pengajar di perguruan tinggi.

AM, dalam berdakwah, memberikan pengajaran berbentuk materi atau presentasi. Pernyataan berikut memperkuat argument :
AM biasanya menyampaikan materi sekitar 10 menit. Selebihnya kebanyakan Tanya jawab.
Itulah model khas AM dalam memberikan pengajaran kepada masyarakat. Tanya jawab, lebih banyak waktunya diberikan kepada jamaah. Kalau jamaah tidak puas dan atau ragu, diersilahkan untuk mencari sumbernya. nama kitab, hadis ke berapa? Halaman berapa? Disebutkan langsung oleh AM. Itu dilakukan agar jamaah/masyarakat mudah untuk mencarinya. Akan tetapi referensinya harus jelas jika anda menannyakan sebuah pertanyaan yang sekiranya ada didalam sebuah kitab maka beliau akan memerintahkan anda untuk mencarinya di kitab ini halaman dan baris sekian agar anda tidak penasaran jawabannya. Jadi tidak ada katanya-katanya karena dalam hukum itu tidak ada katanya-katanya. Karena hukum itu sudah pasti.

Dari sisi dakwahnya beliau menyampaikan dakwah itu dengan bahasa yang sangat diterima dari semua kalangan. Jadi dari semua kalangan dapat menerima pesan dakwah yang beliau sampaikan.

Ilmiah. Pengutamaan suatu sumber ketika berbicara dan menentukan status hukum menjadi penegasan bahwa AM sangat mengedepankan hal-hal yang diputuskan berdasarkan sesuatu yang bersifat referensial. Menunjukkan bahwa AM konsisten dalam memegang prinsip-prinsip ilmu (ilmiah).

Para Guru
Ahyani merupakan salah satu figur yang cerdas dan pintar. Juga pandai bergaul dengan masyarakat pada umumnya. Hal ini mungkin tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh yang dimiliki para guru dan masyaikh yang telah mengajarkan AM.

Beberapa tokoh dan tuan guru, tempat AM belajar yang merpakan sanad keilmuannya antara lain; antara lain yaitu sebagai berikut: a) almagfurullah TGH. Abdul Aziz ; b) Almagfurullah TGH. Ibrahim Al-kholidi; c) almagfurullah TGH. Rois Sekarbele; d) Almagfurullah TGH. Mustafa Khalidi; e) Almagfurullah TGH. Abdul Karim; f) Almagfurullah TGH. Zainudin Abdul Majid; g) Almagfurullah TGH. Yusuf Abdul Satar; h) Almagfurullah TGH. Munir; i) Almagfurullah TGH. Sahabudin dan masih banyak yang lainnya.

Menjelang Wafat
Aktivitas berdakwah taun guru bisa dibilang cukup padat. Hampir tiap hari, bahkan tidak berlebihan dikatakan, bahwa selama 24 jam beliau tidak pernah lepas dari kegiatan dakwah; mulai dari memberikan pengajian, menerima konsultasi warga dan atau masyarakat, kedatangan tamu yang hendak meminta restu mengenai berbagai hal dan sebagainya.
Sejauh informasi, yang diperoleh, konon, ketika ditimpa kondisi sakit, ia sering enggan disentuh dokter. Palingan sekedar kontrol biasa saja. Dan pada suatu ketika, tiba-tiba tuan guru sakit, dan keluarga memaksa untuk membawanya ke rumah sakit Bayangkhara.

Hasil pemeriksaan medis, menunjukkan bahwa tuan guru sakit karena komplikasi di samping memang dia juga diserang gangguan penyakit mata/penglihatan. Tentang gangguan penglihatan, Tim dokter waktu itu, dokter meminta agar tuan guru melakukan operasi kedua matanya. Namun demikian, sang tuan guru belum tertarik untuk melakukan operasi sebagaimana anjuran dokter. Dorongan dan sikap keluarga yang sedikit memaksa, juga tak membuat tuan guru mengurungkan niatnya, sebaliknya, dia bersikeras menolak. Paling sekedar melakukan control-kontrol saja. Iya, sekedar kontrol-kontrol saja, tak lebih, ujar salah seorang putranya. Sikap AM, yang sedikit menolak, akhirnya, agar kesehatan AM terjaga, pihak keluarga memutuskan untuk mendatangkan dokter untuk tetap mengontrolnya. Kata lainnya, AM didampingi doketr pribadi, bernama Kaslan.

Hari demi hari, minggu berganti bulan, namun demikian, meski tidak begitu leluasa melakukan aktivitas berdakwah, AM, sebisa melakukan aktivitas semampunya. Dan pada suatu hari, selepas mengajarkan murid-muridnya, beliau memanggil beberapa dia antara murid-murid terdekatnya.
AM, Tiba-tiba dia memanggil murid-murid terdekatnya. Dan menyampaikan sesuatu. Sekiranya kita akan naik Gunung Rinjani, bagaimana? cerita, salah seorang dari pihak keluarga dan murid terdekatnya. Mendengar itu, pihak keluarga dan murid terdekatnya, kaget. Singkat cerita, akhirnya, banyak murid-muridnya yang mau ikut, menuruti keinginan AM, naik ke puncak Rinjani.
Akhirnya pada saat itu sekitar 6-7 trek berangkat meskipun keadaan beliau belum terlalu fit, sesaat kemudian, AM istirahat bersama murid dan sebagian pihak keluarganya. Pada saat itu, AM menyampaikan sesuatu yang jauh di luar dugaan para murid terdekat dan sebagaian pihak keluarganya. Konon ceritanya, AM, menyampaikan beberapa hal mengenai materi keislaman. Dan dalam waktu dekat, mungkin akan dipanggil oleh sang ilahi rabbi.

Sejumlah murid yang mengetahui keinginan AM, naik ke Rinjani, meskipun belum sampai sepenuhnya di puncak rinjani, penasaran. Pihak keluarga dan murid terdekatnya, berusaha mengobati rasa penasaran murid-murid yang lain dengan menjawab: Bahwa beliau di undang mengaji ke gunung Rinjani dan harus berangkat.

Dan karena tidak kuat, berkeliling di sekitaran lokasi dan kondisi di trek 6-7 gunung Rinjani, ia pun lantas istirahat sejenak. Kemudian hendak bergegas, memutuskan untuk pulang, setelah tenaga kembali pulih.

Rasa bergelayut penuh penasaran, masih berkelebat di kepala para murid-murid yang mendengar pernyataan AM, mengenai apa yang diucapkan oleh AM kepada murid-muridnya pada saat berada di sekitar Gunung Rinjani.
Sesampai di rumah, pada hari Rabu, datang salah seorang warga, hendak menyampaikan undangan kepada AM, untuk mengisi pengajian, di wilayah Lombok Tengah. Sepulangnya, AM juga masih dalam kondisi sehat, dan sempat masih berbincang-bincang dengan keluarga, anak dan murid-muridnya.
Lagi, beberapa saat kemudian, salah seorang dari masyarakat Bengkel di Majlis Talim Merembu datang ke rumah AM. Seperti biasa, beliau diminta untuk mengisi pengajian pada malam Senin. Pendek cerita, AM menyanggupi sembari mengucapkan. Insya Allah saya akan hadir, ujar AM.
Malam itu malam Kamis, pada malam itu juga, AM mengutarakan kembali kepada keluarga, bahwa hari senin akan memberikan pengajian di Merembu.

Saat malam Kamis itu pulang, entah sekitar pukul 10.00 kurang lebih, AM minta tidur-istirahat. Sekitar jam sepertiga malam beliau juga masih terlihat enggan untuk bangun akhirnya. Cemas dan was-was menimpa pihak keluarga pada saat itu, bebeerapa orang yang tahu, kejadian itu, berusaha memanggil putra-putrinya yang belum mengetahui. Perasaan saya agak lain. Was-was, cemas, ujar salah seorang putranya.


Setelah kumpul, AM yang masih tertidur pulas, belum juga terbangun. Beliau dipanggil, suara AM juga tidak terdengar. Suasana sepi. Cemas pun menjadi-jadi, hinggap di perasaan orang-orang yang ada di sekitar tempat peristirahatan AM.

Tak lama kemudian, AM pun terbangun. Seketika situasi dan kondisi di ruangan tersebut, berubah menjadi tenang. Perasaan yang tadi cemas, seketika hilang, seperti mendung disepuh mentari, hingga membuat langit cerah dan terang.

Saat terbangun, AM minta makan kentang waktu itu. Tanpa berpikir panjang, akhirnya beberapa orang yang ada di sekitar ruangan, segera mencarikan AM kentang. Mudah-mudahan masih ada yang jualan kentang. Malam sudah larut begini, salah saeorang di antara mereka menggumam. Bersama murid-murid sang ayah, salah satu putranya ikut dengan beberapa murid sang ayah mencari pedagang kentang. Tidak kurang dari satu jam, yang jualan kenatng juga belum berhasil ditemukan. Rasa cemas, kembali menghantui putra dan murid-murid AM yang keluar mencari kentang.

Cemas dan gelisah meliputi perasaan keluarga. Ini wajar, memang. Perasaan itu pasti menyanyat hati putra AM. Tidak terlepas bahwa yang namanya hati seorang anak, pasti akan melakukan apa saja untuk orang tuanya. Tak lama, akhirnya, orang yang berjualan kentang itu di wilayah Kediri akhirnya ditemukan. Setelah kenatng berhasil diperoleh, segera dibawa pulang, dan diberikan kepada AM.
Dan kemudian beliau hanya makan sedikit saja kentang yang susahnya minta ampun dicari waktu itu. Setelah itu, baru istirahat lagi. Tak ada suara dan sepatah kata pun yang keluar dari mulut beliau.

Perubahan pun belum terlihat, rasa was-was dan cemas mengahantui murid-murid dan putra putri beliau. Tak lama, akhirnya pihak keluarga, segera menghubungi dokter yang biasa menangani AM via telpon. Hasil pemeriksaan dokter, beliau dianggap mengalami koma. Dan ada saran dan masukan dari dokter agar AM di-inpus untuk sementara waktu. Meskipun prosedur tersebut telah dilakukan, belum terlihat perubahan sedikit pun. Pada malam Jumat, kalau tidak ada perubahan dokter menyarankan kepada pihak keluarga untuk membawa ayahanda AM ke rumah sakit, Puskesmas. Barulah sekitar antara Magrib-Isya, AM dilarikan ke Puskesmas pada malam Jumat. Sementara, guna menyiapkan kebutuhan terhadap darah, salah seorang putra AM, pada hari Jumat pergi ke Bank darah untuk mengambil darah, berdasarkan hasil pemeriksaan, AM, kekurangan darah 3 kantong.

Beberapa orang termasuk dari warga, banyak yang bersedia mendonorkan darahnya. Proses impus, kontroling terhadap AM, terus dilakukan.

Setelah pemeriksaan, termasuk sudah dilakukan transfusi darah, pada malam Ahad, sama sekali belum ada reaksi dan perubahan yang terjadi pada diri AM. Banyak dari kalangan warga, tak terkecuali keluarga terdekat datang berkunjung. TGH. Mukhlis yang berkesempatan menjenguk saat itu, menganjurkan agar pihak keluarga mendorong AM dibawa ke rumah sakit Provinsi. Sekitar pukul 05.00 subuh, kondisi AM, sudah cukup kritis. Melihat kondisi demikian, bacaan ayat-ayat suci Al-Quran mulai terdengar dari sejumlah kalangan yang hadir. Dan pada saat yang sama, kondisi AM, kian kritis, namun saat putra AM ke-2 bernama Sahaluddin, yang hendak mendekat ke ayahandanya, sempat melihat sang ayah melambaikan tangan, isyarat, bahwa AM, tampaknya tidak ada harapan lagi untuk hidup.
Kemudian, sambung putra sulungnya Sahaluddin, Begitu saya masuk, dari jauh, melihat ayahhanda memberikan isyarat dengan mengangkat tangan yang kanan. Iya, semacam isyarat. Seperti orang yang hendak pamit, seperti orang salam. AM pun menghembuskan nafas terakhirnya, sekitar pukul 06.00 pagi.

Suasana riuh dan suara isak tangis begitu saja terdengar, tampak bahwa AM benar-benar telah pergi. Ternyata isyarat itu tidak melenceng, benar saja, ternyata dia telah kembali ke pangkuan sang ilahi. AM tutup usia di usia 84 tahun, pada Ahad, 17 Maret 2019. 

Post a Comment

Previous Post Next Post