Biografi TGH. M. Ridwanullah At-Tauhidi

 


ilustrasi, sempatbaca.com
Guru sampai akhir hajat melekat dalam diri TGH Ridwanullah. Gelar itu disematkan padanya, tidak terlepas karena ia selalu menyempatkan diri hadir memenuhi undangan masyarakat. Selain produktif menulis, TGH Ridwanullah mahir di bidang ilmu agama. Pada sosoknya pun melekat ‘julukan’ kamus berjalan



Muhammad Ridwanullah Attauhidi kecil dilahirkan di dusun Tegal, Jagaraga. Tidak disebutkan lahir tanggal dan bulan apa? Hanya saja, sejauh telusur penulis, data yang diperoleh menyebutkan Ridwanullah lahir tahun 1933. M. Ridwanullah Attauhidi buah cinta dari dari pasangan suami istri: Amaq Tauhid dan Inaq Ahmad, dan Ridwan sendiri adalah anak ke-2 dari 6 bersaudara yaitu; Ahmad,  Hasbullah, Sitah, Supi, Suriyah dan Seniyah.


BACA JUGA : biografi TGH Mustafa Khalidy



Sejak belia Ridwan kecil terbiasa dengan kehidupan sederhana, bahkan jauh dari kemewahan. Ridwanullah, terlahir dari keluarga sederhana dan kurang berada secara ekonomi. Untuk kondisi pada saat dia masih kecil, Ridwanullah tergolong masyarakat kurang berada saat itu. Karenanya, Ridwan kecil terbiasa hidup sederhana, jauh dari kemewahan. Bahkan, materi berupa uang untuk membayar sekolah sering tidak ia punya. Hanya saja, berbekal semangat Ridwanullah terus menuntut ilmu. Suasana kehidupan keluarga Ridwanullah yang religious secara otomatis mempengaruhi kpribadian, memacu semangat terus menuntut ilmu.

Meski semangat terlihat berkobar di wajahnya, dia pernah merasa kecewa gegara dua kali tidak naik kelas. Realitas hidup selalu ‘bermata dua’. Di satu sisi kadang membawa keberuntuntungan, di sisi lain, terkadang apa yang kita peroleh, tidak saja berbuah  kekecewaan, malahan sering bikin pilu: “Bagai teriris duri sembilu”. Termasuk apa yang pernah dirasakan Ridwanullah. Bayangkan; dibalik api semangat yang berkobar di dadanya ‘menuntut ilmu’  yang dialami Ridwan malah sebaliknya, “Di masa dia menimba ilmu, pernah dua kali tidak naik kelas”. Mungkin di sinilah Tuhan sedang menguji hambanya.

Dan ketika apa yang diperoleh hamba Allah, di situlah keikhlasan dibutuhkan. Begitu halnya seorang Ridwanullah. Dia Ikhlas dan tabah menerima keadaan. Dia pun makin giat dan tekun belajar. Benar saja, di saat-saat belajar di tingkat lanjut, kembali ia meraih prestasi yang membanggakan diri dan kedua orangtuanya.

Sikap ikhlas dan tabah tak lain bentukan dalam lingkungan keluarga yang religius bagi Ridwanullah tidak terlepas dari dorongan dan pengaruh orang tuanya. Religiusitas yang dibangun dalam suasana keluarga, ini terbukti ketika di mana masa kecilnya dihabiskannya di pondok pesantren. Di ponpes, sosok muda bernama Ridwanullah, belajar, menuntut ilmu; baik ilmu umum maupun ilmu agama. Ayah dari Ridwanullah, TGH Tauhid, ternyata tahu betul di mana ia harus menempatkan putranya belajar untuk memperoleh pengetahuan. Orang tuanya memilihkan Ponpes Islahudiny, sebagai tempat putranya belajar dan menuntut ilmu.

Ridwanullah memulai pendidikannya di Ponpes Al-Islahuddin Kediri pada tahun 1946. Menjalani pendidikan di Islahuddiny, dia termasuk santri tekun dan lugu. Selain tekun muthala'ah dia termasuk tipikal santri yang tak mau ketinggalan untuk melaksanakan ibadah mahdhah, sunah. Tak jarang, saat tiba di Madrasah ia selalu melakukan salat Sunnah.

Keseringan dilihat teman-teman santrinya seperti itu, sebagaian santri sering meledek dan bilang, “Guru Edo sembahyang tahyatul madrasah”.

Yang unik dari seorang Ridwanullah, dalam menuntut ilmu adalah apa yang beliau dapatkan di pengajian selalu ia ikhtiarkan untuk bisa terlaksana.

Saat itu, usia Ridwanullah baru menginjak usia 13 tahun. Dengan mantap hati, hari-harinya ia habiskan untuk menikmati belajar di Ponpes yang didirikan oleh TGH Khalidi bersama saudara-saudaranya.

Di awal-awal memulai hidup dan belajar di pondok, Ridwanullah mondok, di desa Pelowok Kediri dan tinggal bersama TGH Sahabudin dan TGH Kholidy Pelowok. Dalam rentang waktu 4 tahun itu, Ridwanullah muda, tentu banyak berinteraksi dan menyerap berbagai ilmu secara langsung dari  dua sosok berikut: TGH Sahabudin dan TGH Kholidy. Ini pula yang kemudian mempengaruhi kpribadiannya di kemudian hari hingga menjadi sosok yang dihormati dan dikagumi.

Dalam perjalanan menuntut ilmu, tentu perjalanan dan keinginan tidak selalu ‘sejalan’ dan ‘beriringan’. Juga mulus dan indah, seindah khayalan. Sebaliknya, hambatan, tantangan dan cobaan terkadang selalu menyertai. Hal ini dialami juga oleh Ridwanullah. Pada akhirnya, lantaran biaya jadi kendala, Ridwanullah akhirnya, harus memilih berhenti mondok dan harus memilih jalan pulang pergi tiap hari untuk tetap bisa belajar, menuntut ilmu. 

Lalu Ridwan pun memulai hari-hari biasanya dengan pulang pergi sekolah. Tak kurang, selama sembilan tahun, anak muda yang kelak menjadi tokoh yang dihormati itu, berjalan kaki, menyusuri jalan bersungguh hati. Tiap pagi, Ridwanullah harus berjalan mengayunkan langkah kakinya melintasi kampung Jagerage Gubuk Bali, dan  beberapa dusun kecil yang masih tampak sepi dan sunyi di masa-masa itu. Bisa dibayangkan, dengan jarak sekian kilo, tentu Ridwanullah harus bangun pagi agar tidak telat dan mendapat teguran dari para masyayikh atau tuan guru yang mengajar dan membimbingnya pada saat itu. Jika terkadang merasa telat, Ridwanullah, sesekali, kadang Ridwanullah, memaksakan diri untuk naik cidomo. Itupun jika disuruh sang kusir Cidomo. Juga jika ada ongkos yang terselip di saku celana yang dikenakannya.


Tidak mudah melalui hari-hari seperti yang dialami Ridwanullah, terlebih dengan keterbatasan berbagai hal. Belum lagi, godaan dalam menuntut ilmu. Namun, berkat kegigihan, ketekunan, Ridwanullah mampu membendung berbagai godaan dan hambatannya dalam perjalanan menuntut ilmu. Ia pun dengan senyum yang terlukis di wajahnya, tampak senang dan sangat

Buku baru. Silahkan untuk kirim komentar agar memiliki buku kren ini !




menikmati melalui hari-hari dengan penuh keihklasan. Dia harus merelakan diri bangun pagi, lalu menyusuri jalan nan sepi juga sunyi selama kurang lebih 4 km dari tegal menuju Kediri.

Meski rasa letih kerap mampir dalam diri seorang Ridwan, namun semangat tak pernah pudar menuntut ilmu. Ini pula yang selalu mendatangkan berkah bagi kehidupannya.

Saat usia kian menanjak dewasa, dia pernah didapuk menjadi menjadi asisten pembantu guru. Ketika dipiliha menjadi asisten guru, sempat beberapa kali bila saat ada pengajian, lalu pada saat akan berlangsung, bila guru tidak berkesempatan hadir; ridwanullah selalu diminta untuk mengagganti untuk mengajar. Saat itu murid-murid pertama yang pernah beliau ajari di antaranya tuan Guru Haji Badarudin (Kediri Sedayu) Tuan Guru Haji Damanhuri, Tuan Guru Haji Lukman, Tuan  Guru Muchtar, Tuan Guru Syukron, Tuan Guru Safwan Hakim, Tuan Guru mazhar gelogor, TGH Murad Attamimi, Tuan Guru Sibawaihi Mutawalli, dan masih banyak lagi murid beliau yang tak terdata.

Ridwanullah cukup dianggap mampu dan mahir di bidang ilmu alat, Nahwu Shorof, ma'ani, Bayan, balaghoh, mantiq, arudh, faroidh logat dan sebagainya. Oleh orang orang yang yang pernah belajar pada sang tuan guru, katanya, “Tuan guru adalah kamus berjalan”.

Pernyataan itu pernah diungkapkan salah satu murid kesayangannya yakni Tuan Guru Sibawaihi Mutawalli yang pernah ngaji kitab dalam waktu sebulan tamat 12 kitab. kata Sibawaih, “Berusaha ini kamus berjalan kitab yang tidak pernah beliau Haji bisa dibaca beliau Tak Kenal lelah tidak pernah terlihat ngantuk setiap saya datang ngaji”.

Selanjutnya, sejak tahun 1952 beliau keliling kampung mengisi pengajian, di Desa Tegal beliau berjuang dan berdakwah menyusuri Jalan tanpa lelah, para jamaah menyambut meriah, kini datang guru muktabarah menapak tilas perjuangan Ayah Tauhid pengajian hanya berlangsung sudah di dua desa yang lumrah yaitu Tegal dan Dasan geres pandai jamaah terus bertambah sehingga pengajian menyebar ke beberapa wilayah.


Mendirikan Ponpes

Di awal-awal mengayuh biduk kehidupan rumah tangga, Ridwanullah tinggal di Tegal Jage Rage bersama istri tercinta Rabiatul Adawiyah.

Selama sekian tahun hidup bersama, Ridwanullah dikaruniai 4 orang buah hati. Dari 4 buah hatinya, itu, Ridwanullah, harus merelakan kepergian salah satu dari 4 buah hatinya itu. Salah satu buah hatinya lebih dahulu dipanggil sang pencipta. Sementara ketiga putra-putrinya yang lain, masih hidup sampai saat ini. Satu (1) laki dan dua (2) perempuan.

Dalam perjalanan, nampaknya, Ridwanullah dan istrii tercintanya Rabiatul Adawiyah harus berpisah. Mungkin ada sesuatu dan lain hal yang tentu harus dipilih dan ditentukan sehingga membuat keduanya harus berpisah.

Ridwanullah menimati masa-masa sendiri. Dia terus belajar sembari mengabdikan ilmu kepada masyarakat.

Beberapa tahun kemudian, Ridwan kembali menemukan tambatan hatinya. Fatimatuzzahra inilah yang mampu memikat hati seorang Ridwanullah. Setelah menikah, Ridwanullah tinggal di kampung Beremi.

Kehidupan baru, dengan orang baru dan di tempat baru menjadi sesuatu yang beda bagi Ridwanullah. Kondisi ini membawa berkah tersendiri bagi Ridwanullah. Kesehariannya, disibukkan dengan bertani dan mengajar.

Pengajian atau semacam mudzakaroh Ridwanullah awali di teras rumah di Beremi. Waktu demi waktu berjalan, jamaah pengajian semakin bertambah dan pada akhirnya TGH Ridwanullah mulai merintis lembaga pendidikan.

Sejak tahun 1985 gagasan untuk mendirikan pesantren semakin mantap. Nah pada tahun 1986 Ponpes yang sebelumnya digagas sudah mengalami perkembangan cukup baik. Awalnya hanya sebentuk ‘asrama sederhana’ dan belum begitu memadai. Namun dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, dua tahun kemudian ditambah menjadi lembaga formal: tsanawiyah pada tahun 1988. Tiga tahun kemudian, didirikan lagi lembaga pendidikan formal: Madrasah Aliyah pada tahun 1991. Dan seiringnya berjalan hingga saat ini dikembangkan lembaga PAUD untuk anak-anak usia dini.

Seiring perkembangan, dan makin banyaknya alumni di tingkat madrasah aliyah, muncullah ide untuk mengaggas berdirinya lembaga Ma’had Aly (2007) dan perguruan tinggi. Ma’had Aly dihajatkan untuk menyiapkan kader khusus yang diharapkan mumpuni di bidang ilmu keislaman, sedangkan Perguruan tinggi ini, menurut tuan guru, dipandang perlu ‘ada’, untuk tujuan; di satu sisi, untuk mengakomodir para penuntut ilmu yang kian hari bertambah banyak. Sementara di sisi lain, bertujuan untuk mencetak sarjana yang handal dalam bidang syariah, sebagai upaya mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang siap pakai di masa-masa yang akan datang.

Bersama sang istri semasa hidup Guru Edo’ terus mengembangkan pesantren. Berbekal dukungan kemauan, kerja keras serta modal perjuangan dan sebidang tanah yang diwakafkan istri tuan guru, maka berdirilah pondok pesantren. Lembaga pesantren kini begitu nyata memberi manfaat terutama untuk mengembangkan kualitas masyarakat baik di bidang ilmu umum terlebih lagi di bidang ilmu agama.

Karya dan Kiprah di Masyarakat

Hebatnya, TGH M. Ridwanullah Attauhidi, sebagai tokoh dia memainkan dua teknik dakwah jitu sekaligus, yaitu tidak hanya berdakwah secara bil lisan, tetapi juga berdakwah melallui tulisan.

TGH M. Ridwanullah Attauhidi termasuk tokoh yang tidak hanya berdakwah secara bil lisan, tetapi juga berdakwah dengan tulisan.

Tuan guru Ridwan juga menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan. Sepertinya, Tuan guru Ridwan juga begitu tertarik pada dunia kesusasteraan, terutama tulisan-tulisan dalam bentuk syair. Ketertarikannya pada dunia sastra tentu terbilang langka, sebab tidak banyak yang begitu tertarik pada dunia yang satu ini. Keseriusan dan ketertarikan tuan Guru Ridwanullah, diwujudkannya melalui salah satu karyanya, tulisannya berupa syair. Inti dari karya-karya beliau mengacu kepada perbaikan akhlak, di antara karya beliau adalah sebagai berikut: Majmu’ Nazmirridwani.

 

Hai saudara dan saudari

rajin-rajin pada mengaji

sering hadir di majelis pengajian

supaya selamat di hari kemudian

 

manusia zaman sekarang

lupa diri tiada menyanyang

karena report dan kebimbangan

sehingga jatuh dalam larangan

 

Sembilan puluh penyakit hati

serendah-rendah penyakit hati

ialah susah setiap hari

hasad dengki sangat dicela

 

mencipta hilang nikmat Saudara

obatnya ridho kepada bagian

allah taala yang menentukan

 

hasad itu merusak kebaaikan

seperti api membakar sayuran

karena itu sucikan hati

dari hasad atau dengki

 

Riya itu sifat Dicela

Amal ibadah karena dunia

obatnya ikhlas karena Allah

niat mengabdi kepada Allah

 

ujub itu penyakit hati

yaitu heran pada amal diri

obat ingat nikmat allah

serta taufik hidayah Allah

 

Sum’ah itu menceritakan Amal

Niatnya dipuji orang

Obatnya hendak dirahasiakan

Jangan cerita atau sebarkan

Sifat tersebut sangat merusak

atau memakan sebab ditolak

kelakuan itu hendak Taubat kan

istigfar harap ampunan

 



Gagasan dan Pemikiran yang ada dalam sosok Tuan guru Ridwan tampak bernas dan progressif pada masa itu. Tentunya itu dibentuk dari tempaan yang dialami selama menuntut ilmu di Ponpes Islahudiny yang sekaligus pada saat itu langsung dibimbing oleh sang pendiri Islahuddiniy.

Dilihat dari data-data, dokumentasi dan cerita-cerita yang disampaikan zurriyat TGH Ridwanullah yang masih hidup, Tuan guru sangat menomorsatukan ahlak dalam diri manusia.  Bagi tuan guru Ridwanullah, akhlak adalah yang menjadi nomor satu. Dengan baik dan bagusnya akhlak, manusia akan baik, dan baik juga kehidupannya, Narasumber menyebutkan atau mengutip ayat Al-Qur’an yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman perilaharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya adalah malaikat yang kasar dan keras yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim: 66). Pemikiran Tuan guru mengenai pentingnya ahlak bagi manusia, juga dituangkan dalam syair-syair yang ditulisnya. Syair-syair yang ditulis tuan guru Ridwanullah dalam rentang kehidupannya, kini, kumpulan syair itu tidak hanya dibaca, tetapi juga menjadi rutinitas yang dihidupkan untuk dipelajari di Ponpes yang didirikannya beberapa tahun silam.

Selanjutnya, TGH Ridwanullah sangat peduli dan aktif mendidik mayarakat. Sepanjang hidupnya, tuan guru Ridwanullah terus berdakwah dan melakukan syiar agama Allah. Ide untuk mengakomodir/mewadahi para jamaah atau masyarakat dalam satu forum, membuat tuan guru Ridwanullah membentuk majlis Taklim. Majlis yang didirikan oleh tuan guru Ridwanullah, diberi nama majelis Ta’lim Fathul Mannah. Majelis ini tersebar di antara beberapa wilayah seperti Sekotong, Lembar, Gerung, Kuripan dan kabupaten lombok Tengah.

TGH Ridwan juga hobi berorganisasi. Organisasi ia gunakan sebagai alat untuk mampu berkomunikasi dan secara langsung membaur dengan masyarakat.  Dengan tujuan tersebut, tuan guru Ridwanullah menginisiasi terbentuknya sebuah organisasi yang di dalamnya merupakan sekumpulan orang yang memiliki komitmen dan loyalitas tinggi untuk terlibat secara aktif; mengurus, mengatur dan atau mengorganisasikan kegiatan keagamaan. Kegiatan yang dimaksud secara khusus serta fokus dan intens untuk melayani masyarakat yang ditimpa ujian (musibah) meninggal dunia. Dengan kata lain, bahwa organisasi ini, di mana-mana orang-orang yang terlibat di dalamnya, intens membantu masyarakat yang ditimpa musibah meninggal dunia. Ketika, ada saudara-saudara, keluarga yang mendapat musibah, organisasi sholat jamaah yang diberi nama Jamaah Mu’awwamah turut serta membantu menyiapkan dan menyelesaikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat untuk pemakaman. Singkat kata, mulai dari pemandian mayit, pelaksanaan sholat jenazah hingga di antarkan ke kuburan, fokus dan intens membantu
masyarakat yang diitimpa musibah meninggal dunia. Dalam konteks ini, menunjukkan bahwa tujuan dari Jamaah Mu’awwamah ini, agar bahwa satu dari salah sanggota yang ditimpa musibah, maka seluruh anggota yang terdapat di organsasi jamaah Mu’awwamah ini ikut terlibat untuk membantu.

Kiprah di masyarakat, juga dilakoni tuan guru Ridwanullah, dalam organiasi NU, sebuah ormas besar yang didirkan oleh hadratus Syekh Hasyim Asy’ari. TGH Ridwanullah, menjadi salah satu pengurus dewan syuriah PWNU NTB. Melalui peran dan tugasnya sebagai syuriah, tentu cukup banyak peran-peran yang bisa dilakukannnya untuk masyarakat wabil khusus jamaah NU waktu itu.

Hanya saja, seiring waktu, ternyata tuan guru Ridwanullah urung di pengurus NU dan lebih intens berbaur, berada di tengah-tengah masyarakat, sehingga beliau tidak terlalu aktif menjalankan tugasnya menjadi pengurus NU NTB.

Selain aktif di Majlis Taklim, dan Jamaah Mu’awwamah tuan guru juga menekuni dunia tarekat. Hal ini juga membuat taun guru dikenal dikampungnya sebagai pimpinan tarekat. Dari sekian banyak peran dan kiprah tuan guru Ridwanullah selama hidupnya, menunjukkan bahwa tuan guru Ridwanullah begitu melekat di hati masyarakat. Lebih dari itu, yang paling melekat di hati masyarakat dalam pribadi tuan guru, selalu memenuhi undangan masyarakat dalam berbagai kegiatan keagamaan, organisasi, tanpa pandang bulu. Tak heran, julukan ‘kiyai sampe hajat’ melekat pada diri pribadi Tuan guru yang akrab disapa tuan guru Edo’. Julukan tersebut disematkan pada sosoknya karena beliau-Tuan guru Edo’--selalu hadir memenuhi undangan masyarakat, tanpa peduli keadaan dan kondisi, baik ketika beliau dalam kondisi sakit (semasih bisa berjalan dan berkomunikasi) terlebih lagi, jika tuan guru Ridwanullah dalam kondisi sehat walafiat dan segar bugar, ia pasti akan nyantoni siapa saja yang mengundangnya.

Cerita Karomah

Selalu saja ada hal-hal unik yang melekat dalam diri krpibadian seseorang selama hidup dan menjalani kehidupannya. Keunikan-keunikan itu, terkadang dianggap kurang begitu baik bagi sebagian kelompok, tetapi juga dianggap baik oleh masyarakat kebanyakan. Ambil contoh misalnya Gus Dur. Gus Dur di samping diyakini berilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga tampil nyeleneh dan doyan melucu. Kalau di Lombok, mungkin kita mengenal Tuan guru Tretetet. Sosok ini terbilang cukup unik dan nyeleneh.

Sifat unik itu juga melekat dalam diri Tuan Guru dari Beremi itu. Figur alim seperti Tuan Guru Ridwanullah adalah orang yang doyan merokok. Terkait ini, cerita menarik diutarakan putra TGH Ridwanullah
, salah satunya TGH Hardiyatullah. TGH Hardiyatullah cerita, “Abah dulu bisa dikatakan, dia (beliau, red) tidak menghisap rokok, jika dalam keadaan tidur dan sholat. Selepas itu, jemarinya hampir tak bisa lepas dari rokok”.

Kebiasaan merokok melekat dalam diri Tuan guru Ridwanullah. Sehingga pada suatu ketika, tuan guru pernah ditegur dokter. Kurang lebih bahasa pak dokter, mengatakan “Kalau bisa kurangi merokoknya bapak Tuan guru. Alangkah baiknya berhenti”. Merespon saran dokter, kata Hardiyatullah,  tuan guru hanya senyum dan geleng-geleng kepala.

Keunikan lain yang tampak dalam kehidupannya adalah, siapa saja yang datang untuk bersilaturahmi selalu ia terima. Hampir tak pernah menolak. Bahkan sebagaian masyarakat yang punya hajat ‘sesuatu’ dan ingin mengaji selalu taun guru menyempatkan diri untuk menemani tetamu yang datang. Begitulah.  Tuan guru Ridwanullah juga cukup terkenal dengan keunikan lain, yang oleh hampir semua orang yang pernah dekat dengannya, keunikan itu dianggap sebagai karomah dari sosok tuan guru.

Karomah adalah suatu keistimewaaan yang diberikan Allah kepada hambanya. Biasanya seorang tokoh; kiyai dan tuan guru dan atau orang-orang tertentu yang dikehendaki Allah, memiliki kelebihan dibanding manusia lainnya. Sebagai tuan guru yang dikenal sering berdakwah dan berbaur dengan masyarakat tanpa pandang bulu, secara tidak langsung, masyarakat dan kelompok-kelompok tertentu, pasti tahu kelebihan yang dimiliki pada dirinya. Secara umum, TGH Ridwan, memiliki kelebihan-kelebihan yaitu, do’a. Doa-do’a yang dibacakan Tuan Guru, dapat dijadikan syarat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit dan mengatasi persoalan-persoalan tertentu yang sedang dihadapi warga. Antara lain misalnya, jika ada yang melahirkan kemudian posisi anak yang terbalik--dengan syarat do’a-yang dibacakannya, seketika dapat mengubah posisi bayi. Tidak hanya itu, ibu yang sedang mengalami kesulitan melahirkan pun, dalam prosesnya kemudian, berjalan lancar.

Kelebihan lain yang dimiliki Tuan Guru -sehingga dianggap sebagai karomah yaitu adalah: Tuan Guru bisa membuat batu besar seketika hancur lebur. Dalam kaitan ini, contoh misalnya, jika terdapat batu yang besar di dalam sumur pada saat penggalian dan pengeboran menghalangi pembuatan sumur, maka dengan syarat do’a—yang dibacakan MRA, dalam waktu singkat, bisa membuat batu tersebut menjadi hancur lebur. Proses penggalian sumur pun kemudian berjalan mudah dan gampang.

Tidak hanya, dikenal sebagai pendakwah dan masyarakat, beliau juga bisa membantu warga dan masyarakat di saat warga terkena penyakit seperti sakit kepala dan demam serta dianggap memiliki kelebihan
untuk mengobati orang yang sedang kerasukan (ketemuq).

Karomah-karomah lain yang dimiliki tuan guru Ridwanullah seperti; ingin berjumpa seorang Syekh di Mekah.

Kisahnya begini: Pada tahun 90-an tuan guru bersama istri berangkat ke Mekah, Hj Fatimatuzzahra istri bercerita sebelum akan berangkat ke Mekah dia curhat ke saya.  “Saya ingin sekali bertemu Syekh yang di Mekah itu, saya ingin kitabnya” dia menyahut, “kalau memang rezeki pasti ketemu”. Selang beberapa minggu, beliau bersama istri beliau berangkat haji, setelah beberapa hari tinggal di Mekah beliau dan istri pergi ke Taman Raudah, di sana berdoa, beberapa menit kemudian keluarlah beliau. Saat dalam perjalanan tiba-tiba saja datang seorang berjubah putih bersih kelihatan ganteng membawa 3 buah kitab, anak muda itu lantas beliau, “saya tercengang” katanya (istri) lalu beliau menghampiri, dan anak muda itu bertutur, “Ini kitab itu” kebetulan saja kitab itulah yang dicari-cari dan diangan-angankan,”imbuh istrinya. Anak muda itu kemudian menghilang begitu saja entah ke mana?

Masih banyak lagi karomah-karomah yang lain yang dimiliki tuan guru. Tuan guru juga diakui memiliki keilmuan yang mumpuni. Semua cabang keilmuan cukup banyak dikuasainya, seperti nahu, saraf, ushul fiqh, tasawuf, sampai ilmu yang langka juga beliau (Alm) menguasai seperti ilmu arut. Tak heran banyak tuan guru yakin, bahwa tuan guru Ridwanullah menguasai beragam bidang ilmu. Saat menjadi santri dulu, tuan guru Ridwanullah dijuluki sebagai kamus berjalan, lantaran: setiap santri atau siswa yang tidak tahu mufrodat akan bertanya kepadanya.

Kini, sang tuan guru sudah berpulang. TGH Ridwanullah tutup usia pada hari Rabu tanggal 3 Rajab 4 14 36 bertepatan dengan 22 April 2015. Jerit histeris mencekam suasana Hening beribu jamaah tak kuasa menahan tangis Sang Pencerah intan berlian telah meninggalkan orang-orang terdekatnya.

Tokoh dari Bremi ini meninggalkan beberapa putra-putrinya yang sebagian masih hidup yaitu Hurriyah, Amrullah dan Hardiyatullah.

Salah satu warisan berharga yang ditinggalkan tuan guru kepada putra-putri dan masyarakat khususnya masyarakat Bermi adalah lembaga pendidikan yang pernah didirikan oleh sang tuan guru. Sebuah peninggalan yang akan mengalirkan benih-benih kebaikan dan pahala yang menerangi peristirahatan terakhir tuan guru Pendiri Ponpes Darussalam Bermi itu.

Penulis : Mashur, MS

Penjual Madu dan Koordinator Lembaga Inisiatif





Post a Comment

Previous Post Next Post