BERAT Sama Dipikul RINGAN sama Dijinjing



ilustrasi, sempatbaca.com

Hanya dengan gotong royong segala sesuatu tuntas kita selesaikan. "Berat sama dipikul ringan sama dijinjing" demikian bunyi pepatah lama

Saya merasa perlu meminjam pribahasa di sebagai judul essai kali ini.

Pribahasa itu saya comot sebagai judul Essai yang saya tulis kali ini, sebab ada kaitannya dengan giat saya belum lama. Yakni membawa nama lembaga yang saya kelola untuk turut serta 'ikhtiar' menebar kebaikan.

Dengan kata lain, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yakni Ibunda Dra. Hj Wartiah, MPd Bersama Kajian Pemuda Rakyat (KAPER) Nusa Tenggara Barat turun langsung ke masyarakat pelosok desa Se-Pulau Lombok membantu masyarakat. Ikut serta juga Bank Indonesia (BI) yang merupakan mitra kerja dari DPR RI Komisi sebelas.

Untuk kali ini titiknya di dusun Lender Desa Kabul Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok tengah.

Pasa giat Senin (8/11) saya mewakili bunda Wartiah dan BI menyalurkan paket sembako kepada warga terdampak Covid. Juga terdampak banjir yang terjadi beberapa waktu lalu.

Bahwa ikut serta membantu masyarakat di tengah kondisi saat ini sangat diperlukan bagi orang/kelompok yang memiliki kelebihan rizki. Juga individu atau kelompok yang punya program bantuan sosial untuk masyarakat.

Saling membantu, merupakan gambaran prinsip gotong royong. Gotong royong sendiri adalah budaya luhur dari bangsa kita. Dan ia tak lain dari prinsip yang mengusung kebersamaan dalam upaya dan ikhtiar menyelesaikan sebuah persoalan. Gotong royong disini, yang dimaksudkan yaitu : untuk segala sesuatu yang bermakna kebaikan (positif).

Budaya Gotong Royong jangan Sampai Memudar

Zaman kadang edan. Kita lihat sendiri, akibat IPTEK, perubahan sikap dan perilaku masyarakat berubah. Seiring itu, perlahan budaya gotong royong berangsur-angsur bisa memudar. Masyarakat lebih disibukkan dengan kepentingannya sendiri, kurang begitu care dengan orang lain. Lebih dari itu, rasa empati terhadap sesama juga terkesan lenyap. Ini pula penyebab kian memudarnya pergeseran budaya gotong royong ke budaya individualistik. Efeknya: terjadi gap (jarak) antar masyarakat. Pada konteks ini. masyarakat seolah lupa bahwa kita adalah bagian dari bangsa yang besar, bangsa yang merdeka. Dengan persatuan dan kesatuan mestinya kita adalah satu: satu nusa satu rasa yakni persaudaraan.

Saya teringat ungkapan Bung Karno: ‘’Marilah kita menyelesaikan gawe belek kita, pekerjaan, amal ini, Bersama-sama Gotong-Royong adalah pembantingan-tulang Bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. HOLOPIS-KUNTUL-BARIS buat kepentingan Bersama! Itulah Gotong Royong’’.

Sepintas mencermati ungkapan sang proklamator RI itu, kita disadarkan hakikat gotong royong. Ia tak hanya kerjasama yang bikin kita bersatu tetapi nilai gotong royong sangat luhur. Gotong royong inilah yang menjadi landasan berpijak (kokohnya negeri ini).

"Berat sama dipikul ringan sama dijinjing," demikian bunyi Pribahasa, isyarat bahwa dalam hidup yang sementara ini, saling tolong menolong, adalah sesuatu yang tak boleh lenyap dalam hidup-kehidupan kita.

Realisasi Nilai Ekonomi Islam

Kita mafhum apa itu gotong royong, yakni tolong menolong.

Jika ia 'tolong menolong', maka Sejauh yang saya tahu tolong menolong adalah basic principle of economic atau prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Juga asas Ekonomi Islam.

Syirkah misalnya. Akad syirkah ini selain bisa diterapkan dalam akad koperasi, juga bisa dipratikkan dalam konteks yang lain. Misalnya kerja sama antara dua pihak atau lebih, yang mana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, seperti kerjasama yang terjalin antara anggota dewan dengan BI dan lembaga yang saya kelola 'KAPER' NTB.

Menarik diketengahkan QS. Al-Maidah ayat 2 berikut : ‘’Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam kejahatan dan permusuhan.’’ Ini artinya bahwa sudah menjadi perintah kepada umat manusia untuk saling tolong menolong baik. Dengan tolong menolong, yang sulit jadi gampang.

Dewasa ini, tolong menolong harus bisa diterjemahkan lebih kontekstual, relevan dengan kondisi zaman yang kita hadapi.

Artinya bahwa kita harus bisa menyadari betapa dahsyatnya manfaat gotong royong. Praktiknya bisa beraneka rupa, asal tetap dalam cita-cita kebaikan.

Di tengah keblusetan hidup, persoalan demi persoalan kehidupan bak bola salju yang makin lama kian membesar dan siap menggelinding menerjang kapan saja. Seperti tidak ada solusi untuk memecah bola salju tersebut. Namun demikian, atau setidaknya, dengan goyong royong kita menyelesaikan persoalan yang sedang kita hadapi. Gotong royong sebagai ejawantah dari nilai ekonomi Islam, tak syak lagi harus tetap tumbuh dan mesti dipraktikkan dalam hidup dan kehidupan kita.

Akhirul kalam, terima kasih tak terhingga, penulis sampaikan kepada bunda Wartiah. Juga BI yang memberikan kepercayaan pada saya.


Penulis : MUHAMMAD YAKUB
Dosen FE UNU NTB dan Ketua Lakpesdam KLU


Post a Comment

Previous Post Next Post