TGH Ulul Azmi (1964 – 2020); Pendidik dan Pejuang NU

 


Almarhum TGH Ulul Azmi (ilustrasi, sempatbaca.com)


By: Mashur, MS

Ada salah satu tokoh NU yang inspiratif. Dia ini, meski tidak menuntaskan pendidikan formalnya, tak mau kalah, kalau urusan mencerdaskan anak bangsa


Caranya, dia membangun ponpes yang kini banyak melahirkan tokoh, pendidik dan generasi penerus hebat. Sepanjang hidupnya, aktif mendidik ummat. Separuh waktunya ia habiskan berkhidmat di Nahdlatul Ulama (NU). Ponpesnya sudah melahirkan ratusan bahkan mungkin ribuan calon generasi penerus bangsa dengan cara mendirikan pondok pesantren.

Dia adalah TGH Ulul Azmi. Pendiri pondok pesantren Abhariyah. Salah satu lembaga pendidikan berbasis NU yang ada di Lobar misalnya.

Meski tidak sampai tuntas pada lembaga pendidikan formal, ide (cita-cita) yang lahir dari isi kepala TGH Ulul yang mungkin ditancapkannya sejak kecil dibarengi pergulatan spiritual berkah ‘gurunya’, membuatnya mampu mewujudkan mimpinya itu. Membenarkan sinyalemen Max Weber seperti dikutip Sztömpka (2004) yang menempatkan ide dalam posisi sentral yakni sebagai faktor yang menentukan. Menentukan dalam hal ini, hemat penulis adalah TGH Ulul Azmi mampu mewujudkan idenya itu secara lebih konkrit mendirikan sebuah pesantren yang kelak menjadi kekuatan sejarah bagi eksistensi dirinya dan organisasi NU yang dicintainya. Lebih jauh Weber mengutarakan, “Yang menjadi kekuatan aktif dan efektif dalam pembuatan sejarah bukanlah “basis struktur”, tetapi “superstruktur”. Artinya bahwa sistem “keyakinan lunak” (super-struktur) lebih menentukan sejarah ketimbang faktor basis struktur”.

Meminjam perspektif di atas, maka, di sini, tampak terlihat sesuatu yang luar biasa ‘hebat’ dari sosok pria murid Datoq Abhar ini. 

TGH Ulul, selama hidupnya, tak hanya dikenal sebagai pendidik, tetapi pendakwah. Tak cukup menyebut TGH Ulul, sebagai pendobrak tetapi juga, dia adalah seorang genius. Juga organisatoris lihai. 

Sebabnya, dia turut berperan membesarkan NU. Terkait intensitas keterlibatan Abah Ulul di NU, kata salah satu santrinya, “Abah itu orangnya istiqomah dalam segalah hal. Dia itu taat kepada gurunya datoq Abhar. Apapun yang sudah diwasiatkan kepadanya tidak pernah dilanggarnya, terutama kepada NU,” cerita muridnya pada saya.


Ketulusan cintanya pada organsiasi yang didirikan hadratus syekh Hasyim Asy’ari, seperti halnya rasa cinta gurunya Datoq Abhar yang begitu mencintai NU, tak terbantahkan apapun jua. 


Nama Ulul Azmi merupakan pemberian gurunya TGH Abhar Muhiddin, salah satu tokoh yang dikenal banyak melahirkan para tuan guru, tokoh agama dan pemuda. Kuat dugaan saya, dia berganti , tidak bisa lepas dari kedekatan hubungannya dengan sang guru tercinta.

TGH Ulul Azmi lahir di dusun Jerneng (1964). Merupakan putra ke empat pasangan suami istri yakni H. Ridwan dan Hj Rahmah. Ayahnya Ridwan adalah seorang petani yang hidup pas-pasan dan kekurangan secara ekonomi. Kondisi inilah yang kemudian menuntut H Ridwan harus giat bekerja mencari nafkah agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga tanpa pernah lupa berdoa kepada sang empunya hidup, rabb semesta alam. 

Sebab kondisi kehidupan keluarga yang pas-pasan, tak heran Abah Ulul terbiasa hidup susah, hidup pas-pas-an, dan jauh dari kemewahan. Pernah mengalami kondisi demikian, tidak mengherankan saat tumbuh dewasa, hidup sederhana. Penampilan apa adanya pun melekat dalam sosok dirinya. 

Seperti laiknya kehidupan di kampung, Dia menikmati masa indah kecilnya di kampung halaman. Saat dia masih usia belasan tahun, dusun Jerneng masih tampak sepi. Tak jauh beda dengan kampung-kampung yang ada di sejumlah tempat. Kondisi alam dusun Jerneng masih alami. Dusun tempat lahirnya di kelilingi hamparan luas sawah dan kebun. Tak heran, warga masyarakat Jerneng banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di sawah. Sebagiannya lagi berkebun di ladang.

Ulul mendapat pendidikan tentu saja pertama kali dari sang ayah. Pada usia sekolah dasar tepatnya tahun 1977 Ulul dimasukkan sang ayah untuk belajar di lembaga pendidikan formalnya di SDN 1 Bajur. Sayangnya, belum sampai 6 tahun Ulul Azmi melewati masa-masa belajar di SD, pada tahun 1982 dia memutuskan berhenti dari sekolah.

Berhentinya dari sekolah formal SD, mengharuskan seorang Azmi menikmati masa-masa nganggur. Sesaat kemudian, rupanya dia sadar. Ketimbang berdiam diri di rumah seorang diri, dia pun lalu sering menyempatkan diri untuk ikut ke sawah bersama ayahnya.p

Beberapa waktu kemudian, oleh sang ayah Ulul Azmi dititipkan Di Ponpes Darul Falah. Waktunya pun ia habiskan untuk belajar berbagai ilmu yang dibimbing langsung Al Alimul Allamah Mursid TGH Abhar Muhiddin TGH Abhar. 

Kurang lebih 15 tahun Azmi menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu di ponpes Darul Falah. Tujuh tahun ia fokuskan untuk belajar, mengaji (1982-1989) dan selebihnya digunakan untuk mengabdikan dirinya pada Yayasan dan sekaligus memperdalam ilmu hingga tahun 1997. Sekitar tahun 1992, Ulul Azmi mempersunting seorang gadis dambaan hatinya Rodiah (Hj. Rizkia Azmi). Gadis bernama Rodiah adalah salah seorang santriwati Ponpes Darul Hikmah Karang Genteng. 

Selama menikah, suka duka Ulul Azmi lalui. Selain menafkahi istri dengan cara bekerja, Azmi juga masih mengabdi di Ponpes Darul Falah. Hasil pernikahan Azmi dengan istri tercintanya semakin sempurna karena dikaruniai empat orang anak. Satu putra, dan tiga orang putri, oleh sang khalik. 

NU dan Masyarakat

Sebagai orang yang dihormati, disegani, TGH Ulul banyak berkontribusi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Tuan guru Ulul, bukan hanya milik masyarakat tetapi juga telah menjadi milik ummat. 

Sebagai pendidik, tuan guru yang kerap dipanggil Abah itu, tak ubahnya cahaya bintang di langit yang memberi terang di tengah-tengah masyarakat Jerneng yang waktu itu masih belum ada sosok yang ditokohkan. Dia bukan hanya mendidik dan membimbing masyarakat melalui pengajian tetapi juga mendirikan lembaga pendidikan untuk menampung ratusan bahkan ribuan santri dari penjuru Lombok.

Sebagai pendakwah, abah Ulul juga rutin memberikan pengajian-pengajian di berbagai tempat. Pada tahun 1996 TGH Ulul Azmi mulai merintis berdirinya Pondok Pesantren Abhariyah. Ia pun secara langsung sebagai Pengasuh Pondok Pesantren. 

Setelah ponpes Abhariyah berdiri, ternyata tidak sepi dari tantangan dan ujian. Terlebih di saat ikhtiar tuan guru dalam mengembangkan dan membesarkan pesantren Abhariyah, tantangan dan ujian datang menimpa. Salah satu tantangan yang dihadapi diawal-awal ponpes Abhariyah berdiri yaitu respon dan tanggapan sebagaian masyarakat yang kurang setuju terhadap apa yang dilakukan TGH Ulul Azmi. Tantangan lainnya, minimnya keuangan tuk mengembangkan Ponpes. Disebabkan minimnya dana untuk mengembangkan Ponpes, sang istri Hj. Rizkia harus mencari tambahan untuk berjualan. Istrinya mengungkapkan, “Untuk menambah dan mencukupi kebutuhan hidup dan kebutuhan untuk mengembangkan pondok saya harus membantu abah, dengan cara jualan di kampung, tepatnya di pondok”. 

Sembari terus berusaha dan berjuang, TGH Ulul Azmi juga, terus istqomah membina warga masyarakat melalui pengajian-pengajian yang dipimpinnya. Pengajian yang secara langsung dipimpin tuan guru, membahas tentang permasalahan hidup sehari-hari yang didasarkan nilai-nilai Islam. Kata lainnya, bagaimana agar kehidupan sehari-hari senantiasa dijalankan dengan pedoman hukum dan syariat agama. Tambahan lagi, dalam pengajian tuan guru juga mengajak ummat untuk berhubungan jual beli (muammalah) sesuai yang disyaratkan agama Islam. Pengetahuan mengenai ilmu tassawuf juga menjadi minat dan kajian yang ditekuni TGH Ulul Azmi.

Selain aktif dalam berdakwah dia juga aktif dalam berorganisasi sosial kemasyarakatan, pendidikan dan politik. Organisasi yang diikuti sampai saat ini antara lain sebagai ketua Suriyah NU, Dewan Pendidikan Lombok Barat, Anggota Pertimbangan Golkar wilayah NTB dan oranisasi lainnya.

Dalam kesehariannya di samping mengajari santri-santrinya, dia kerap diundang masyarakat mengisi pengajian dari masjid ke masjid di Pulau Lombok. Ceramahnya cukup menyentuh hati khalayak dengan tema-tema menarik dan penyampaiannya yang mudah diterima masyarakat. Sehingga kalangan pemerintah pun juga kerap kali mengundangnya menyampaikan ceramah. Secara berkala ia juga seringkali diundang Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit milik Kerajaan Malaysia, Faelda Plantations untuk memberikan ceramah dan motivasi bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sementara kiprahnya di organisasi, ia tercatat aktif di antaranya MUI Lobar (2000-2015) menjadi Rais Syuriyah NU di Kabupaten Lombok Barat dari tahu 2000 hingga 2015, Mustasyar PCNU Lobar, pengurus KBIH, Dewan Penasehat Partai Golongan Karya. Selain itu, almarhum juga tercatat sebagai anggota Tim Badan Akreditasi Sekolah di wilayah Kabupaten Lombok Barat, pengurus Bazda Lobar (2011) penasehat IPNU Lobar dan banyak lagi lainnya.

Pendek kata, NU dan masyarakat, adalah persemaian dan ladang khidmat almarhum TGH Ulul Azmi selama hidupnya. Di NU, dia cukup dikenal berkiprah sejak lama dan menempati beberapa posisi penting. Dalam konteks ini, tentu telah banyak yang diperbuat oleh TGH Ulul Azmi.

Sebenarnya catatan saya sich masih panjang, tapi cukup dulu lah. Biar penasaran. Kurang lebih tunas maaf. Tunggu tulisan lainnya, tentang jejak-jejak guru-guru dan tokoh inspiratif lainnya.


3 Comments

  1. Saya suka tulisannya, namun sedikit masukan terkait tahun menikah bliau sepertinya bukan 1992, karena saya mulai berguru/mondok dibeliau sekitar tahun 1993 dan putra serta putri bliau sdh besar sekitaran umur 4 sampai 5 tahun.

    ReplyDelete
  2. H. Ahmad Sarkawi
    Saya suka tulisannya, namun sedikit masukan terkait tahun menikah bliau sepertinya bukan 1992, karena saya mulai berguru/mondok dibeliau sekitar tahun 1993 dan putra serta putri bliau sdh besar sekitaran umur 4 sampai 5 tahun.

    ReplyDelete

Post a Comment

Previous Post Next Post