Biografi Ketua PCNU Lobar; TGH Syafi'in






TGH Syafi’in (1938 - 2020)

Pejuang NU, Ketua Tanfidziyah NU Lobar


Setelah NU cabang Ampenan makin berkembang, lalu dibentuk kepengurusan di tiap-tiap Kabupaten. Di Lombok Barat  TGH Syafi'in adalah ketua Tanfidziyah pertama

Mungkin sebagian kita banyak yang belum tahu, siapa saja figur yang pernah menjadi Tanfidizyah di Gumi Patut Patuh Patju. Kalaupun banyak yang tahu (saya yakin) tak ada salahnya kita mengingat kembali. Dan yang tahu tentang para pejuang NU itu, setidaknya bisa mengoreksi apa yang saya tulis.

Pertama, namanya TGH Syafi'in. Tokoh NU ini lahir di Dasan Majeti, kecamatan Batu Kuta pada Mei 1938. Dia tak hanya seorang politikus, tetapi juga sebagai pendakwah. Selama hidupnya dia dikenal aktif di NU dan pernah dua priode diamanahi sebagai Ketua Tanfidizyah NU Lobar. TGH Syafi’in dipanggil sang ilahi di usia 82 tahun.

Syafi’in kecil lahir dari pasangan suami istri bernama amak Sarinun dan Khadijah. Inak Icad, iya demikian Ibunda Syafi’in sering dipanggil.

Bapak Sarinun begitu bahagia, mendengar kelahiran putranya bernama Syafi’in--yang sekaligus merupakan putra ketiga dari Enam sudara. Berikut saudara dari Syafi’in: Inak Kakeluh, Khadijah, H Sukri, Hj Muslimah, dan nak Tuan As.

Masa kecil dan Menuntut Ilmu

Untuk hal bermain, laiknya bocah-bocah lain yang seusia di kampungnya, Syafi’in menghabiskan waktunya di kampung halaman. Lahan dan tanah yang begitu lapang di tempat dia tinggal pada masa itu, membuat ia leluasa menghabiskan waktu masa indahnya. Areal sawah yang begitu luas, ditumbuhi aneka tanaman tembaku dan lainnya. Sisanya, dipenuhi tanaman padi-padian yang menghijau dan menguning seiring bergantinya musim yang terhampar sejauh mata memandang tak jauh dari tempat tinggalnya juga sering kali menyihir hatinya untuk berlari dan saling kejar ‘main’ bersama teman seusianya. Belum lagi suara gemericik air di sungai seberang, membuat dia dan teman-teman di masa itu ingin segera berlarian menikmati dinginnya air sungai.

Alhasil, Kalau mainnya tidak ke sawah, bersama teman-temannya, dia pasti ke sungai-sungai terdekat di kampungnya. Kebun-kebun yang masih terbilang sepi namun sesak aneka buah-buahan seperti durian, rambutan, nyiur, dan lain-lain pada waktu kerap dijadikanya lokasi bermain menghabiskan masa-masa kecil indah di kampung halamannya. Di samping itu, orang tua sebagian dari kebun-kebun yang dijadikan tempat bermain oleh Syafi’in adalah miliki orang tuanya sendiri.

Secara ekonomi, keluarga Syafi’in termasuk keluarga yang hidup berkecukupan, karena ayahandanya adalah orang berada. Bisa dibilang, “Saat masih kecil, kehidupan ekonomi Syafi’in, bisa diibaratkan lahir dalam sendok emas, sebab orangtuanya yang sangat kaya raya, punya tanah luas dan hewan piaraan begitu banyak”. (Bersambung)

Post a Comment

Previous Post Next Post