Jejak Digital Politisi For POLITIC

 


Politisi perempuan asal PKS saat bersama politisi PKB dalam suatu kegiatan (ilustrasi, sempatbaca.com)


algoritma media sosial, yang membentuk gelembung filter, sebenarnya akan menguntungkan partai yang bisa terus merawat isu-isu yang coba diusung


By: Mashur, M.S*)

Pesta demokrasi (Pemilu) masih jauh. Lalu wajar saja jika para politikus masih diam. Yah diam seribu bahasa dan malu-malu tebar pesona di dunia nyata. Begitu juga di medsos.

Meski begitu, wacana para politikus untuk maju jadi ini dan itu sudah nyebar. Bang Zul misalnya, yang kini jadi orang nomor wahid di NTB, diisukan maju jadi Capres-cawapres. Reaksi pro kontra bermunculan. Seiring waktu isu itu meredup.

Di gumi Patut Patuh Patju, isu para dewan dari berbagai parpol sayup-sayup terdengar. Mereka ini, meski tidak secara langsung menyatakan diri mau maju jadi Bupati atau wakil bupati, sedikit gelagatnya bisa terbaca.

Tidak banyak saya amati politikus yang sedang duduk manis di gedung ber-AC di Giri Menang bertebaran di media sosial dan diisukan maju jadi Cabup-Cawabup. Hanya beberapa saja. Unggahan foto yang pernah saya lihat misalnya Farin bersama Nurhidayah. Zaini (Direktur PDAM), Nurul Adha, Sumiatun (Wakil Bupati). Mereka mereka ini dipertukar-sandingkan 'satu dengan yang lain'. Tapi sejak saya dapat kiriman polling dari seorang teman, ternyata beberapa nama sudah berjejer. Sepertinya mereka-mereka ini itu para perebut kursi Lobar.

"Wah banyak juga,".

Ketika saya buka, kiriman polling. Saya centang satu nama. Siapa itu? Rahasia dong. haha.

Dari beberapa nama yang pernah saya lihat nyebar di Medsos, salah satu yang santer saya lihat, Politisi dari kaum hawa dari PKS: Nurul Adha.

Bagi saya, terlepas dari Adha mau maju atau tidak nanti di ajang Pilbup, saya melihat putri TGH Muharrar ini layak diapresiasi. Sebagai politisi dia begitu pede tampil dan mengunggah aktifitas sosialnya di medsos. Bahkan beberapa aktivitasnya dibagikan rekan-rekan, yang boleh jadi tim dan relawannya.

Strategi ini cukup positif untuk sosok Nurul Adha. Tentu saja ini peluang buat Dia membius atensi publik Lobar, sebelum memastikan diri maju merebut kursi empuk jadi 'bupati' dan 'wakil bupati'. Kalaupun itu tidak jadi pilihan, tetapi imbasnya cukup baik bagi Dapilnya.

"Banyak politisi mengira bahwa ketokohan ada di dunia nyata. Justru sebaliknya, ada di dunia maya," kata Yusran Darmawan, penulis tanah air yang kini sedang naik daun. Dalam konteks ini, maka Jejak digital Adha, di dunia maya adalah investasi bagi dia pribadi untuk mengerek karir politiknya kian moncer. Tentu Partai PKS diuntungkan banget. Bagaimana politisi Giri Menang lainnya?

Mungkin mereka sedang menunggu momentum yang tepat. Bagi calon politisi yang siap tarung, tebar tebar pesona melalui medsos, adalah investasi yang tak kalah bagus bila dibanding investasi di bidang property.haha

Saya sendiri tidak kenal siapa sosok Nurul Adha? Apalagi bertatap muka. Tetapi karena sejumlah foto dia sering berseliweran di media sosial (Medsos), saya jadi tahu. Diam diam saya memandangi gambar dan sesekali men-zoom-nya, biar wajah politisi ini saya lihat jelas. "Apa layak atau tidak dia duduk di kekuasaan gumi Patut Patuh Patju," celotehku.

Celotehanku itu saya anggap biasa saja. Sebab ini penilaian saya sebagai masyarakat kecil yang tentu saja tak punya pengaruh apa-apa. Meski saya menebak-nebak dan bilang layak, kalau takdir Tuhan tak berkehendak, mana bisa. Sebaliknya begitu, kalau saya bilang 'belum saatnya', tetapi masyarakat mau memilih dia, dan Tuhan sudah menyiapkan dia untuk jadi pemimpin, akan sangat gampang bagi dia, duduk manis di kursi kekuasaan.

Ikhtiar Berbuah Manis

Menuju kursi Lobar (I -II), seorang kondidat diperhadapkan lautan batu dan kerikil tajam. Belum lagi aksi saling sikut dan sikat sesama kondidat lain. Kita doakan siapa saja mereka yang sedang ikhtiar mengejar karir sukses menjadi duduk di kursi kekuasaan (Bupati-Wakil Bupati).

Mengapa kita perlu mendoakan? Sebab, mereka (rekan, sahabat dan siapa saja) punya tujuan 'mulia' jadi pemimpin, dan memang menjadi pemimpin adalah pekerjaan: mulia. Atas dalih ini kemudian, tak ada salahnya kita memberikan dukungan. Tapi untuk urusan lebih jauh, tentu kembali ke hati si pemilih (voter).

Ikhtiar kondidat memang bukanlah jalan mulus--(maaf), "Semulus kulit para selebritis yang doyan tebar pesona dengan penampilan sangat minim" tetapi mereka akan melewati jalan berliku dan terjal. Ongkos untuk biaya itu juga tidak sedikit.

Akhirul kalam--jejak digital politisi--cukup bagus sebagai modal kampanye dewasa ini. Tinggal uplod ditambah narasi sedikit, srett.....ttt nyebar ke berbagai beranda Facebook yang bisa menjangkau ratusan bahkan ribuan orang di dunia maya.

Menurut Wisnu, PU (2018) algoritma media sosial, yang membentuk gelembung filter, sebenarnya akan menguntungkan partai yang bisa terus merawat isu-isu yang coba diusung. Lepas dari pelbagai sisi negatifnya, kecenderungan pengguna media sosial untuk mencari ide-ide yang sesuai pemikirannya, jika dirawat oleh partai, akan “mengeraskan" dukungan terhadap partai.

Konon, Barrack Obama adalah contoh politisi sukses yang memanfaatkan dunia maya sebagai alat meraih kekuasaan.

Kita tengok dan nantikan saja seperti apa dinamika yang terjadi dalam beberapa tahun ke depan.

Tenang saja. Ikhtiar itu biasanya selalu berbuah manis, lantas bikin bahagia. Tapi kadang 'keinginan' tak selalu berbanding lurus dengan 'kenyataan'.Semoga menginspirasi. 

*) Penulis Lepas. Jualan Madu dan Mukim di Batulayar Lombok


Post a Comment

Previous Post Next Post