Ilustrasi, sempatbaca.com
Menghormati agama dan kepercayaan lain adalah bagian dari cinta Indonesia.
By: Shuniyya Ruhama*)
Indonesia merupakan negara yang menjamin kemerdekaan penduduknya untuk menjalankan agama dan kepercayaannya. Ini sudah dituangkan dalam UUD 1945. Salah satu sumber hukum tertinggi di negeri ini.
Tidak ada istilah agama yang diakui atau tidak di Indonesia. Tetapi adanya adalah agama resmi. Saat ini di Indonesia terdapat 6 agama resmi yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Honghuchu.
Namun, di luar itu terdapat agama-agama lainnya yang hidup dan berkembang. Misalnya Yahudi, Shikh, Zoroaster, Taois, Shinto dll, termasuk Baha'i. Agama-agama ini tidak termasuk agama resmi namun bukan berarti terlarang.
Disamping agama tidak resmi tersebut, terdapat berbagai agama lokal asli Nusantara dan kepercayaan yang dianut oleh bangsa Indonesia, seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, Parmalim, Kaharingan, Djawa Sunda, Marapu, dan Naurus.
Negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga bangsanya. Juga menghormati keberadaannya. Sayangnya, telah beberapa dekade semua itu masih belum maksimal dirasakan oleh kelompok keagamaan minoritas di negeri multiagama ini.
Munculnya KH Yaqut Cholil Qoumas memberi angin segar. Beliau sedari awal telah menegaskan dirinya adalah menteri semua agama. Bukan hanya menteri dari satu agama tertentu saja.
Lalu dia melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin dari keberagaman latar belakang.
Salah satunya ialah memberi ucapan selamat kepada Komunitas Baha'i. Lalu, diributkan oleh sebagian dari orang tertentu. Tidak hanya meributkan sikap GusMen (panggilan akrab bagi Bapak Menteri Agama). Melainkan sembari menyebarkan artikel-artikel yang telah diframing kebencian dengan memandang ajaran dan sejarah Baha'i dari sudut pandang tertentu, berbeda sama sekali dari sudut pandang Baha'i memandang dirinya sendiri. Sembari dilakukan penghakiman dan caci maki.
Sehingga, banyak sekali orang yang sebenarnya sama sekali tidak tahu menahu tentang Komunitas ini tiba-tiba ikut menghakimi. Padahal kalau mau jujur baru mengetahui nama Baha'i juga dari artikel kebencian tersebut.
Lalu berduyun-duyun menyerang GusMen dengan segala argumen yang tidak nyambung. Orang-orang ini jelas tidak paham karena memang tidak mendapat keterangan tentang Baha'i dari sumber primer komunitasnya, maupun dari pemerintah.
Bahwa sampai saat ini, Komunitas Baha'i belum dianggap sebagai agama resmi di Indonesia oleh pemerintah kita. Jadi, masih dianggap setara dengan aliran kepercayaan lainnya.
Juga Baha'i sudah nyata-nyata menyampaikan bahwa mereka bukan bagian dari Islam. Jadi, sebenarnya tidak perlu ada campur tangan lagi dari para pemeluk agama Islam. Jelasnya, Baha'i bukan Islam. Bukan wilayah kaum Muslimin untuk memasuki privasi tersebut.
Dulu, semasa hidupnya, KH Abdurrahman Wahid juga pernah turut memperjuangkan agar Komunitas Baha'i turut dijadikan agama resmi di Indonesia. Namun, niat tersebut belum terlaksana hingga saat ini.
Kembali lagi pada identitas bangsa Indonesia yang multiagama dan multikepercayaan. Mari kita saling menghormati segala perbedaan. Jangan mau dipecah-belah oleh pihak yang memanfaatkan situasi tersebut demi kepentingan sesaat.
Ingatlah jika terjadi chaos di negeri tercinta ini, pasti pelakunya adalah orang Indonesia, korbannya juga orang Indonesia. Sementara pemenangnya jelas bukan kami atau kalian. Menang jadi arang, kalah menjadi abu.
Salam cinta persatuan Indonesia. Menghormati agama dan kepercayaan lain adalah bagian dari cinta Indonesia.
*) Penulis adalah pegiat Medsos dan Murid KH. Abdurrahman Wahid
Post a Comment