By: AYU CAHYANTI
Tak terasa, ternyata satu tahun Covid-19
telah membuat seantero jagad dunia cemas. Di tanah air, kita juga merasakan
‘cemas’ itu. Gegara itu semua, dampaknya bisa kita saksikan bersama, terutama
sekali di bidang ekonomi.
Sedikit yang bisa
bertahan. Antara lain misalnya, aktivitas bisnis yang bergeser ke online.
Menkeu Sri Mulyani bilang,
“Virus corona ini memberikan tiga dampak besar bagi perekonomian Indonesia.
Pertama, membuat konsumsi rumah tangga atau daya beli jatuh sangat dalam.
Kedua, seluruh dunia mengalami pelemahan ekonomi sehingga membuat ekspor
Indonesia ke beberapa Negara tujuan terhenti. Ketiga, seluruh Dunia juga
mengalami perlemahan sehingga ekspor kita juga juga mengalami pukulan, harga
komoditas turun, minyak turun, batu bara turun, mempengaruhi basis ekonomi
Indonesia yang berorientasi ekspor”. Semesta dampak yang ditimbulkan di atas,
membuat lemah perekonomian bangsa.
Dalam pada itu melemah peredaran
uang di tengah-tengah masyarkat. Tak hanya itu peredaran uang di tengah-tengah
masyarakat menurun tersebab banyaknya lapangan pekerjaan ditutup pemerintah. Tujuannya,
mencegah penularan virus. Oleh karena kondisi yang seperti ini membuat
masyarakat semakin merasa gelisah, bagaimana tidak jika sumber penghasilan
mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup selama ini terpaksa terhenti.
Oleh karena itu masyarakat
harus berfikir keras: bagaimana cara agar supaya tetap bisa memenuhi kebutuhan
di saat serba sulit seperti ini.
Lalu bagaimana nasib
pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di tengah-tengah masyarakat desa?
Ya, pelaku UMKM di
masyarakat, dalam hemat penulis, pasti ikut merasakan dampak pandemi global ini.
Dengan melemahnya uang
beredar di tengah –tengah masyarakat dan banyaknya lapangan pekerjaan yang
ditutup membuat masyarakat—bisa,, dan bahkan harus mampu mengimbangi kondisi
yang dihadapainya itu dengan: membatasi pengeluarannya
berbelanja. Caranya: warga harus bisa menghemat belanja, dengan cara membeli bahan-bahan
pokok saja.
Di tengah kondisi yang
serba sulit seperti ini, tidak sedikit pelaku UMKM harus terpaksa gulung tikar.
Dengan omset yang jatuh turun secara drastis mereka sudah tidak ada harapan lagi
untuk survive menjalankan usaha. Tak pelak, menutup toko/kios adalah salah satu
jalan keluar sementara.
Namun tidak semua pelaku
UMKM gulung tikar di tengah kemelut yang dialami, misalnya seperti usaha Grosir
dan eceran perabotan rumah tangga di desa Mangkung ini, usaha tetap berjalan
walaupun barang yang dijual bukan merupakan kebutuhan pokok.
Dia tetap bertahan meski perolehan
omset menurun. Adalah Pak Rijal selaku pemilik dari usaha ini. Dia menuturkan
bahwa dengan keadaan uang yang sangat langka di tengah-tengah masyarakat
membuat omset yang di dapat mengalami penurunan hingga 50 persen.
Dari 2 juta perhari yang
dulu diperolehnya, namun dihadapkan dengan kondisi pandemi, turun menjadi 1 juta
perhari. Di masa pandemi ini, katanya lagi, pembeli memang sepi tidak seperti
hari-hari sebelum virus corona datang ke Indonesia. Lantas strategi pak Rijal mempertahankan
usahanya seperti apa?
Berikut beberapa strategi
yang dilakukan pak Rijal biar tetap survive: a) melakukan penurunan harga
sehingga sedikit tidak bisa membantu mengurangi jumlah barang yang menumpuk; b)
menyediakan barang tambahan yang dominan dicari seperti sembako, BBM dan
berbagai jenis jajanan. Cara ini lumayan bisa membantu. Pak Rijal bilang, “Di saat
masyarakat khususnya ibu rumah tangga membeli sembako biasanya dia langsung
masuk keliling melihat barang karena ibu-ibu rumah tangga biasanya akan selalu
tergiur melihat perabotan rumah tangga yang menarik dan dengan bentuk warna
yang unik menurutnya, akhirnya dia akan membeli”; c) menjual barang di atas
harga standar. Dengan menjual barang diatas harga pokok.
Pada bulan ramdhan
misalnya, Pak Rijal menjual barang dagang dengan sedikit di atas standar.
Karena pada bulan ramadhan ini kebutuhan peralatan dapur meningkat.
Konsumen mengalami
kenaikkan selama ramadhan sehingga omset yang di dapat bisa naik menjadi 75
persen dibandingkan hari-hari sebelumnya yang hanya mencapai 50 peren saja. Tak
hanya itu Pak Rijal dan istri juga memanfaatkan media sosial sebagai wadah
untuk memposting barang dagangannya.
Pendek kata, cukup berat akibat
Pandemi Covid; ekonomi melemah, permintaan barang makin sedikit, sedangkan
penawaran begitu tinggi.
Bagi pelaku UMKM suasana ini begitu memusingkkan hingga tidak
sedikit dari mereka terpaksa gulung tikar.
Post a Comment