Tuan Guru dan Kemestian Kita




foto tokoh atau tuan guru yang ditampilkan masih kurang (ilustrasi, sempatbaca.com)


By: MASYHUR, ABDURRAHMAN

Keharusan kita sebagai anak, cucu dan murid serta generasi penerus/ pelanjut adalah bagaimana kemudian menghormati dan menginspirasi kiprah dan perjuangan para tuan guru dan alim ulama serta tokoh tokoh yang punya jasa besar bagi kehidupan ummat di berbagai bidang.

Cukup banyak tokoh dan tuan guru yang telah menancapkan tonggak perjuangan terutama sekali di pulau Lombok. Perjuangan yang pernah dilakukan para tokoh dan tuan guru, sebagian di antaranya terlibat secara aktif berjuang melawan penjajah, sebagiannya lagi berjuang dan berdakwah menebar syiar Islam, membimbing dan membangun wadah kecil berupa; jajar, dan atau ‘gerbung’ yang kemudian hari berkembang menjadi pesantren. Di pesantren inilah digembleng anak-anak generasi muda penerus masa depan.

Tidak sedikit juga para tokoh dan tuan guru yang berjuang untuk mengembangkan kehidupan masyarakat di bidang-bidang lain seperti pembangunan, pertanian, irigasi, lingkungan hidup dan bidang sosial kehidupan yang lain. Catatan lain terkait peran para tokoh, tuan guru dan guru-guru kita itu di partai politik (parpol), di bidang bimbingan haji, aktif di organisasi (NU khususnya), dunia tarekat dan lainnya juga tak bisa dimungkiri. Pendek kata, masing-masing tokoh dan tuan guru punya peran sesuai tugas, tanggung jawab. Juga keinginan masing-masing tokoh memilih peran yang lain yang kadang tak banyak diketahui publik.

Bila perlu, perjuangan para tokoh, tuan guru itu kita tulis dengan tinta emas.
Semua peran-peran tersebut di kemudian hari, hingga saat ini, bahkan mungkin seterusnya sangat terasa dampak dan manfaatnya bagi hidup dan kehidupan kita.

Lalu dengan sekian banyak peran dan kontribusi para guru-guru kita itu, pantaskah kita sebagai anak cucunya, sebagai pelanjut perjuangan, sebagai murid-muridnya--melupakan begitu saja, tanpa berusaha mencari tahu, mempelajari terlebih menulis kisah-kisah kehidupan dan perjuangan mereka? Sungguh, jika ini yang terjadi, maka sebuah kekeliruan besar ada dalam diri kita. Maka dari itu, upaya mengali sejarah perjuangan dan pergerakan tokoh-Tokoh para pendahulu kita itu merupakan sebuah keharusan—jika cenderung untuk tidak mengatakannya wajib.

Harus diakui, ada beberapa tuan guru yang ada sebelumnya. Namun demikian, kita sebut saja sederet nama tokoh dan tuan guru (yang mungkin saja lebih akrab di telinga) seperti misalnya, TGH Abdul Hamid Pagutan, TGH Musthofa Sukarbela, TGH Rais, Tuan guru Mali yang kemudian banyak melahirkan tokoh dan tuan guru misalnya TGH. Sholeh Hambali – Bengkel, TGH.Abhar Muhyidin, dan sejumlah tuan guru yang lain. Lalu ada TGH. Ibrahim Kholidi – Kediri berikut kakaknya TGH Musthofa Khalidi serta lainnya. Ditemukan juga tuan guru TGH. Nasrudin, TGH. Muhammad Idris dan datoq Zainuddin dari Gelogor begitu seterusnya.

Pendek kisah, lalu muncullah beberapa nama tokoh dan tuan guru seperti berikut; ada TGH.Ihsan Ismail, TGH. Abdul Halim, TGH Arifbillah, TGH. Musthofa Banjar, TGH.Sholeh Hambali, TGH. Nasrudin, TGH. Muhammad Idris, TGH.Musthofa Khalidi, TGH. Ibrahim Kholidi, TGH. Jalaluddin, TGH Muhammad Hamzah Karim, TGH Anwar, TGH. M.Ya’kub, H. Muhammad Na’im, TGH. Mustadjab, TGH. Ahmad Sanusi, TGH. Ahbar Muhyiddin, TGH. Ahmad As’yari, TGH. M. Ridwanullah At-Tauhidy, TGH. Ahyani Mukhtar, TGH. Muchiwan Roji, TGH. Badrun Hamid, H. Mahsun AR, TGH. TGH. Syafiin, TGH. TGH Ulul Azmi dan lainnya.

Nama-nama tokoh dan tuan guru tersebut di atas (para pendahulunya) sukses melahirkan banyak tuan guru, tokoh agama dan ustazd yang melanjutkan misi dakwah Islam melalui majelis pengajian, lembaga pendidikan, pesantren, pantai asuhan yatim dan lain-lain.

Banyak orang sudah mendengar dan melihat secara langsung juga melalui data-data berupa : foto dan dokumen. Namun sedikit sekali dokumen tertulis yang bisa dibaca oleh generasi muda tentang mereka yang dikenal sangat menguasai ilmu Al–Qur’an, Ilmu Hadis, Usul Fiqh,Tasawuf dan ilmu-ilmu alat yang lain seperti Ilmu Nahu Syaraf, Balagoh, Mantiq dan lain-lain. Kalau pun ada murid dan keluarga yang mendokumentasikan, menarasikan–untuk mengaksesnya terbatas dan sulit. Umumnya kiprah, cerita, kenangan dan pengaruhnya diceritakan melalui media lisan bukan dengan tulisan yang terverifikasi berdasarkan data dan informasi yang valid.

Murid dan santri-santri mereka yang tersebar sampai pelosok-pelosok desa itu juga sudah lama menjadi tokoh, pemimpin, tempat ngaji dan bertanya agama bagi masyarakat ditempat masing-masing. Sebagaimana gurunya, sebagin murid generasi kedua itu juga sudah banyak yang meninggal. Yang memimpin saat ini di pesantren atau madrasah yang didirikan sudah dipimpin oleh generasi ketiga dan keempat bahkan mungkin kelima. Itu artinya generasi perintis semakin jauh dengan generasi penerus yang memimpin saat ini.

Sederet tokoh dan nama-nama tuan guru di atas, tentu memiliki guru, riwayat keilmuan, gagasan, peran sosial, jaringan (networking), kitab-kitab bacaan, amalan, karya dan pandangan (fatwa) keagamaan selama hidup – juga tidak banyak diketahui oleh publik termasuk sebagian santri dan keluarganya. Padahal itu pengetahuan yang sangat penting bagi mereka memahami jejak keilmuan, dakwah dan pemikiran serta karya guru-gurunya.

Untuk mengetahui dan memahami sosok seorang tuan guru secara luas dan mendalam diperlukan kajian, penelusuran dan penelitian secara genealogis untuk mengungkapkan jejak historis, peran, gagasan (ide), guru, jaringan, amalan dan karya-karya para tuan guru yang lahir, khususnya yang berasal dari Lombok Barat.

Melakukan ini secara serius, utuh tentu bukan perkara gampang. Tapi butuh ketekunan dan waktu untuk mengumpulkan berbagai informasi dari banyak sumber namun upaya itu harus dilakukan untuk menemukan pembelajaran hidup dari kisah-kisah tuan guru panutan tersebut.

Genealogi sendiri merupakan studi mengenai evolusi dan jaringan sejarah terhadap sekelompok orang yang berlangsung sekian lama oleh beberapa generasi. Michel Foucault mengatakan sejarah harus ditulis secara terang penglihatan sebagai bentuk kepedulian (concens) masa kini. Sejarah juga harus ditulis berdasarkan perpsektif dan kebutuhan masa kini. Untuk itu diperlukan rumusan peran aktor untuk membentuk kembali (re-invest) tradisi-tradisi kultural dan intelektual dalam konteks yang berbeda (Yudi Latif, Genealogi Intelegensia, Pengetahuan & Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX-2013).

Akhirul kalam, semoga ikhtiar dan perjuangan kami di Lakpesdam untuk coba menggali kiprah jejak juang tokoh, tuan guru dan guru guru kita itu, dimudahkan sang pemberi kemudahan. 

*) Tulisan ini diadopsi dan dikembangkan dari Term of Reference (TOR) Kegiatan FGD Buku Tuan Guru yang akan diinisiasi Lakpesdam NU Lobar pada 5 Juli 2021.

1 Comments

Post a Comment

Previous Post Next Post