sumber foto: https://www.google.com/search?q=uang&safe
By: RISMAYANTI
Bicara uang kita semua mafhum paham
apa fungsi dan juga manfaatnya. Namun tidak semua bisa dengan mudah memperoleh barang yang satu
ini. Sebagian ada yang begitu gampang bisa mendapatkan, sebagiannya lagi, merasa kesulitan untuk bisa
memiliki uang, terlebih di tengah kondisi pelik ‘pandemi’ yang
sedang dihadapi saat ini.
Hanya saja, sejak panemi, pemerintah telah
memprogramkan untuk memebrikan bantuan kepada masyarakat. Bantuan tersebut beragam bentuk dan jenisnya. Antara lain, misalnya
adanya program PKH, BANSOS, BPLT, BPDD, dan yang lainnya.
Beragam
jenis bantuan yang disebut tadi, sangat membantu kelompok masyarakat yang dibelit persoalan ekonomi.
Beberapa waktu lalu, saya sempat ngobrol ringan tentang fenomena imbas dari covid-19 engan seorang kawan yang aktif di pemerintahan desa. “Aktivitas ekonomi masyarakat turun drastis. Tapi alhamdulillah upaya pemerintah desa untuk memberikan perhatian kepada masyarakat di saat kondisi demikian, sangat besar,”kata teman saya itu.
Kebutuhan sehari-hari Menuntut
Kita Butuh Uang
Alam berbagai referensi yang mengulas, khususnya berkaitan dengan topik ekonomi moneter, ada sejumlah materi yang pernah dibahas oleh dosen
pengampu mata kuliah ekonomi moneter. Antara lain yaitu topik terkait konsep-konsep dasar di antaranya ada pasar uang, debitur, kredit, tingkat
bunga, uang tunai atau uang kertal, rekening koran dan rekening giro atau uang
giral, uang dalam arti sempit (narrow money) atau M1, uang beredar dalam arti
luas (broad money) atau M2, uang kuasi (quasi money), M3, likuiditas total,
otorita moneter, lembaga keuangan, cadangan bank, uang inti atau uang primer,
sistem moneter, uang sekunder, dan empat pungsi uang (Budiono, pengsntar ilmu ekonomi no.5, ekonomi
moneter, yogyakarta, 2018, hal 15).
Dari beberapa konsep dasar itu, kita bisa memahami, uang
adalah kebutuhan semua manusia. Ada pepatah menarik dalam kaitan ini. Bunyinya begini, “Manusia
memang tidak bergantung pada uang, akan tetapi kebutuhan sehari-harilah yang
mewajibkan kita untuk mempunyai uang. Bila tidak ada uang maka keinginan kita
sebagian besar tidak akan tercapai”.
Dalam kondisi pandemi, seperti yang beberapa waktu lalu, tepatnya pengalaman menjelang bulan
puasa; kita bisa
merasakan bagaimana kebutuhan
semakin bertambah dan harga barang pun semakin meningkat. Kata lainnya, terjadi kenaikan
harga: inflasi. Salah satu harga yang naik drastis, yaitu harga cabe Lombok. Pada saat pertama kali
terjadi inflasi pada cabe masyarakat sangatlah risau dengan harga yang melonjak
tinggi sampai Rp 160/kg. Sampai-sampai banyak warga mengeluhkan terkait itu. “Ibu-ibu tetangga juga mengeluhkan fenomena kenaikan harga cabe, saat
itu.
Saking harga tak terjangkau, banyak sekali warga masayrakat
memakai cabe kering untuk keperluan memasak.
Memang ini bukan
kali pertama harga cabe Lombok naik,
namun dalam keadaan yang sulit seperti saat ini, akibat Pandemi, membuat masyarkat
terutama masyarakat menengah kecil ke bawah
untuk sekedar memasak saja terpaksa harus menggunakan cabe kering. Ini semua, lantaran kondisi perekonomian yang belum stabil.
Pada awal April 2021 kenaikan harga cabe saat sedang naik turunnya,
tapi tidak pernah kurang dari 100/kg. Pada tanggal 17 April 2021 kemarin harga
cabe di pasaran 120/kg, namun sekalipun harganya masih
tetap mahal masyarakat tetap membeli karena desakan kebutuhan. Penek
kata, muaranya : uang dan problem yang dihadapi masyarakat.
Akhir tulisan, mengemukakan uraian di bawah ini, tampak ada kaitan dengan problem yang dihadapi. Karena itu penting untuk dikemukakan.
Dalam teori CAMBRIDGE (MARSHALL-PIGOU),
berpokok pangkal pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of exchange).
Karena itu, teori-teori klasik (termasuk teori Fisher dan teori Cambridge)
melihat kebutuhan uang (atau “permintaan akan uang”) dari masyarakat sebagai
kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama antara teori
Cambridge dan teori Fisher, terletak pada tekanan dalam teori “permintaan akan
uang” Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara
bentuk “uang” (Budiono, Pengantar Ilmu Ekonomi No.5, Ekonomi Moneter, Yogyakarta, 2018, hal 24). Perilaku ini dipengaruhi oleh
pertimbangan untung rugi dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang. Dari teori
ini kita tahu bahwa uang memang kebutuhan yang sangat mendasar bagi semua
elemen masyarakat. Immamudin Yuliadi (2008:
42-44) menulis, “Dalam teori CAMBRIDGE menganggap bahwa
permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional”. Wallahu a’lam
Post a Comment