By : MASYHUR
Bulan suci ramadhan tersisa beberapa hari lagi. Itu artinya, bulan penuh berkah segera pamitan. Ia hendak pergi meninggalkan kita kaum muslim. Entah kita akan bertemu pada puasa yang akan datang, itu masih tanda tanya? Yang pasti, kaum beriman tiada henti, selalu berharap bisa sua lagi pada bulan ramashan di masa yang akan datang.
Mengapa
harapan itu tiada henti kita digantungkan? Tidak lain dan tidak bukan, lantaran
bulan puasa, bagi segenap kaum muslim dianggap sebagai bulan penuh berkah,
kemuliaan (QS. Al-Qadr:3). Puasa adalah saat-saat di mana setiap orang yang
hendak memperoleh kebaikan dan kemuliaan dapat memanfaatkan ramadhan guna
meraih itu semua. Pendek kata, puasa tak terhitung nilai kebaikan, kemuliaan di
dalamnya.
BACA JUGA : Puasa dan Harapan Kita
Pada hakikatnya, puasa yaitu media pendidikan, latihan agar melahirkan insan taqwa. Dengan begitu, output sesungguhnya dari pelaksanaan puasa, bisa membentuk pribadi unggul. Harapannya selepas ramadhan, nilai-nilai pendidikan dan latihan selama berpuasa mampu kita wujudkan dalam laku hidup sehari-hari.
Literasi
Selama
berpuasa (bagi kaum muslim) sangat dianjurkan memperbanyak ibadah. Salah satu
di antaranya, memperbanyak baca Al-Qur’an. Pesan ini menunjukkan betapa pentingnya
melatih, membiasakan dan megembangkan budaya literasi (membaca).
Literasi
memiliki makna luas (universal), yang tidak hanya bermakna membaca (pasif)
tetapi juga bermakna bagaimana seseorang: 1) mendalami; 2) mengkaji dan 3) menelaah suatu ilmu pengetahuan.
Dan untuk masuk dalam ketiga domain tersebut, cara yang dilakukan adalah
melalui literasi (baca-tulis). Apabila budaya literasi menguat, berimbas secara
nyata pada manusia dan seluruh aspek kehidupannya, sebab literasi adalah
pendidikan dan pendidikan itu sendiri adalah literasi. Jika demikian
kenyataannya, Ini yang kita harap kelak menciptakan: individu dalam elemen
terkecil kehidupan masyarakat yang berpengetahuan sebagai modal menuju
peradaban bangsa yang maju (al-mujtama
almadaniyah).
Sejumlah
lembaga survei banyak menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara dengan tingkat
keberliterasiaan rendah. Programme for
International Student Assessment (PISA) menyebutkan, budaya literasi
masyarakat Indonesia tahun 2012 menempati posisi terburuk kedua. Posisi
Indonesia berada diurutan ke 64 dari 65 negara yang disurvei. Empat tahun
setelah penelitian PISA, ternyata posisi budaya literasi bangsa ini belum juga
naik. Sebab, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) di New Britain, Conn, Amerika Serikat tahun 2016, menempatkan
literasi di Indonesia pada peringkat ke 60 dari 61 negara yang diteliti.
Indonesia hanya satu peringkat lebih baik dari Botswana, sebuah negara miskin
di kawasan selatan Afrika (Hadiansyah, 2019:10). Menyedihkan bukan.
Alhasil, mencermati problem tersebut, dapat
disimpulkan: betapa lemahnya budaya literasi masyarakat Indonesia. Salah satu
dari sekian penyebab, mengapa bisa terjadi, tentu disebabkan kecenderungan
masyarakat terbatas pada budaya menonton, budaya dongeng dan cerita, bukan
budaya membaca.
Oleh
karenannya kesempatan puasa yang tersisa hitungan hari harus dimanfaatkan
dengan maksimal. Momentum puasa yang menekankan pentingnya budaya literasi
bukan hanya sebatas pada bulan puasa namun sebaliknya setelah kita lepas dari
ibadah suci ramadhan, harus memberi efek dan energi positif, sehingga budaya
literasi bangsa mengalami peningkatan.
*) Penulis: Belajar Menulis dan berkhidmat di Kampus Peradaban Bangsa.
Post a Comment