Tim sempatbaca, ketua Lakpesdam PCNU saat bersilaturahmi di kediaman ketua MUI Lobar, TGH Abdullah Musthofa yang juga salah satu putra dari (alm) TGH Musthofa Khalidi
Saya merasa bahagia bisa sua dengan
bapak Abdullah Musthofa. Beliau pensiunan dosen salah satu perguruan tinggi
negeri Islam di NTB. Bagi saya, wajah TGH Abdullah Musthofa tak asing. Dulu
saat kuliah di UIN Mataram, saya hampir tiap hari melihat sosok beliau. Kadang
4 kali dalam seminggu, beliau saya lihat, kerapkali menaiki tangga fakultas
Syariah.
Meski di kelas saya, beliau tak pernah
memberi kuliah secara langsung, tapi dari cerita beberapa rekan di jurusan
lain, Bapak Abdullah Musthofa, pribadi yang ramah, dan tawaddu. Ngajarnya juga
kren. Pengusaannya terhadap kitab-kitab klasik memperkuat bahwa pengetahuannya
di bidang agama luas. Ini tentu menjadi spirit bagi mahasiswa.
Setahu saya, ini kali kedua TGH
Abdullah Musthofa menakhodai MUI.
Informasi beliau terpilih menjadi ketua MUI Lobar, saya peroleh dari
group WAG Lakpesdam PCNU Lobar. Pesan chat WA, itu dikirim ayahanda ketua PCNU
Lobar Dr. Nazar Naamy. Figure seperti beliau cocok. Selain punya wibawa, saya
melihat beliau itu alim, juga tawaddu.
Saya pikir, pilihan untuk menjadikannya ketua MUI tepat. Harapan kita
semua, mudah-mudahan ke depan MUI semakin lebih baik.
Saya bersilaturahim ke rumah beliau
bersama saudara Abdurrahman (ketua Lakpesdam NU Lobar). Jauh sebelumnya memang
kami telah berencana untuk bisa bersilaturahim. Selain silaturahim, kami juga
punya tujuan lain, di antara bisa mengulik informasi tentang ayahanda beliau
TGH Musthofa al-Khalidi.
TGH Musthofa adalah salah satu tokoh
yang akan ditulis kisah dan perjalannnya hidupnya oleh teman-teman di
Lakpesdam. TGH Musthofa Khaliddy adalah saudara dari TGH Ibrahim Khaliddy,
akrab dipanggil Datok Ibrahim. Salah satu tokoh yang cukup terkenal pada
masanya.
Musthofa lahir tahun 1908. Beliau
berangkat ke tanah suci bersama saudara tuanya Abdulsatar tahun 1918 selepas
perang dunia pertama. Musthofa banyak
menghabiskan waktunya belajar di Haramyn. Dia juga beberapa kali bolak balik ke
Mekkah.
Setelah kembali ke kampong halaman, TGH
Musthofa mengabdikan diri pada ummat dengan mengajar di desa membina ummat.
Selain memberi pengajian dan mengajar
di rumah, TGH Musthofa hobi bisnis, berdagang. “Bapak dulu hobi bisnis. Beliau
bisnis tanah. Selain itu, jual beli mutiara, permata. Jadi bapak paham betul
dunia perhiasan. Iya, pokoknya dulu senang bisnis,” ujar TGH Abdullah Mustofa,
salah satu putranya pada tim sempatbaca.com.
Menurut putranya, bapak memang dulu
dikenal cukup tajir (orang berada). Ini tentu tidak terlepas dari hobinya
jualan atau bisnis. Tampaknya, TGH Musthofa memhamai betul salah satu hadist
nabi berikut: “Berdaganglah kalian ! karena 99 persen rizki ada pada
berdagang”.
Menurut putranya yang kini menjadi
ketua MUI, bapak itu dulu sibuk. Selain mengajar, memberikan pengajian, beliau
juga sibuk bisnis. Sehari-hari, rumah beliau (bapak) hampir tak pernah sepi
dari tamu-tamu yang datang. “Yang datang itu dari berbagai latar belakang.
Bahkan lintas agama, sering datang ke rumah,”cerita TGH Abdullah Musthofa. Tuan
guru Rais Sukarbela, adalah salah satu tuang guru (tokoh) yang sering ker umah
TGH Musthofa. “TGH Rais dulu sering sowan ke bapak,” terang TGH Abdullah
Musthofa.
TGH Abdullah Musthofa juga cerita, kalau dulu ayah sedikit beda dengan TGH Ibrahim Khalidi. Misalnya kalau dulu TGH Ibrahim, cukup intens terlibat di dunia politik, sementara bapak tidak. “Beliau itu biasa-biasa saja. Iya bisnis, mengajar, memberikan pengajian dan membantu masyarakat yang memerlukan beliau,”kata putranya itu.
Berdirinya
Ponpes Ishlahuddiny
Setelah adiknya, TGH Ibrahim pulang
dari Mekkah, sekitar 2 tahun berada di rumah Kediri pada 1941. Adiknya Ibrahim, mengumpulkan pemuda desa
Kediri untuk diajarkan ngaji. Pengajian sering dilakukan di di bilik rumah Tuan
Guru Haji Ibrahim. Semakin hari, murid
kian banyak, maka pada tahun 1942, mulai
dibuat lagi, rumah yang atapnya dari daun kelapa (kelansah; sasak), dan bilahan
potongan bamboo dijadikan tiang.
Saat itu, yang datang ngaji dianjarkan aqidah
ilmu tauhid. Akhirnya lama kelamaan, pengajian itu diberi nama “Madrasah Tahdiri”.
Sayangnya, madrasah ini tidak berumur panjang. Tentara jepang buruan ditutup
oleh Jepang.
Melihat semangat sang adik, begitu
antusias mengembangkan ilmu pengetahuan, bersamaan dengan minat masyarakat
sekeliling yang cukup antusias, Tuan Guru Haji Mustofa tak tinggal diam.
TGH Musthofa memberikan dukungan moral
dan material. TGH Mustofa mewakafkan
sebidang tanah di pinggir jalan Dusun Pulau seluas 30 meter x 30 meter. Separuhnya
untuk dibangun Madrasah, sisanya untuk pekuburan kaum muslimin.
Dua bersaudara itu terus giat mengajak
masyarakat desa dan Dusun Karang bedil bergotong-royong membangun Madrasah,
yang kemudian hari banyak melahirkan para tokoh dan tuan guru.
Oleh-oleh
Prisma dan NU
TGH Musthofa termasuk tokoh yang tidak
begitu ingin tampil ke publik, termasuk serius dalam dunia politik . Ia
sepertinya lebih memilih untuk menikmati dunianya: untuk mendidik, mengajar,
berbisnis dan bergaul dengan masyarakat.
Didikan dan murid beliau juga, sudah banyak menjadi pimpinan pondok di
beberapa tempat.
Terkait dengan budaya dan adat
istiadat, sosok TGH Musthofa termasuk orang yang menghidupkan budaya dan
tradisi yang diamalkan warga Nahdliyyin, seperti; nyiwak, mitung, nelung, rowah dan sebagainya.
Hal itu diakui oleh putranya. Kata
Abdullah Musthofa, Bapak itu NU banget. “Kalau dalam amalan keseharian, terus
kebiasaan, pokoknya NU banget”. Ia juga menyampaikan bahwa meski sang bapak
tidak terlibat secara struktural di NU, namun kontribusi pemikiran dan gagasan
serta gerakan dakwah ke-NU-an menjadi tonggak perjuangan TGH Musthofa
Khalidi.
Dalam kehidupan sehari-hari, di
tengah-tengah istri dan keluarganya, putra TGH Khalidi sangat disiplin dalam
mendidik putra-putrinya. Tetapi meski disiplin, bukan berarti mengekang
kebebasan putra-putrinya. Selain disiplin, ia juga sangat akrab dengan
putra-putrinya. Sangat berbeda dengan orang tua kebanyakan, yang kadang
renggang dengan anak-anaknya. Tambahan lagi, TGH Musthofa termasuk sosok yang
hidup sederhana meskipun termasuk mapan secara ekonomi (kaya). Selain itu sifat
yang paling melekat dan diakui adiknya TGH Ibrahim, adalah karakter pemberani.
“Iya Musthofa itu sangat pemberani,”tutur TGH Abdullah Musthofa meniru ucapan
TGH Ibrahim kepada sempatbaca.com.
Senja sudah semakin terlihat.
Suara-suara ayat Al-Qur’an dibacakan, nyaring terdengar dari pengeras suara di
masjid seberang.
Kami pun pamitan. Sebelum pamitan kami diberikan oleh-oleh Kliping Jurnal yang cukup popular sekitar tahun 1970-an: Jurnal Prisma. Tokoh-tokoh sekelas Gus Dur, adalah salah satu kontributor yang rajin menuangkan pikiran dan gagasannya di Jurnal itu. “Insya Allah sesi diskusi berikut akan kita lanjutkan,”ujar TGH Abdullah Musthofa, setelah kami bersalaman (masyhur/redaksi)
Post a Comment