sumber: https://www.google.com/search?q=literasi+dan+pemuda&safe=strict&sxsrf
By: MASYHUR
Literasi harus menjadi bagian dari kebiasaan, budaya. Sesuatu yang harus. Bukan saja ditanamkan tetapi juga dibiasakan kepada anak-anak, pemuda dan calon generasi penerus. Mengapa? Kekuatan literasi bisa melahirkan masyarakat literaat, masyarakat yang mencintai ilmu pengetahuan. Dan dengan bekal ilmu pengetahuan, manusia mampu memainkan perannya secara maksimal sebagai mandataris Tuhan di muka bumi.
SEMPATBACA.COM- Di awal tulisan
ini, agaknya perlu dikemukakan: apa sich sebenarnya literasi itu? Jikapun
sebagian di antara kita ada yang sudah pernah dengar, setidaknya bisa menguatkan
ingatan kita bersama. Sementara yang belum, bisa nambah kosakata baru di memori.
Juga pengetahuan baru kita semua.
Tentang literasi—ada yang bilang, istilah literasi
berasal dari bahasa Inggris yaitu literacy.
Artinya melek huruf. Kata lainnya mampu membaca.
Sebagian lagi,
menyatakan, bahwa dari segi bahasa, literasi
itu asal kata dari bahasa Yunani: literatus.
Artinya, orang yang belajar. Makna
ini, jika diterjemah lebih sederhana lagi, bisa dimaknai ‘orang yang mau tahu
sesuatu’ atau ‘ilmu pengetahuan’.
Lantas, sebab rasa ingin tahu, maka dicari-carilah sesuatu itu agar diketahui
dan dikenali. Barangkali ada kaitannya dengan ungkapan popular berikut: unkonown un loved. Tak kenal maka tak
cinta. Orang yang menaruh perasaan
cinta biasanya selalu saja, mencari-cari cara
agar bisa mengetahui orang yang telah membuatnya jatuh hati, orang yang selama
ini selalu hadir di ingatan. Juga berkelebat di kepalanya. Ilustrasinya, kira-kira
begitu.
Yang mau tahu
sesuatu itu bisa kita namakan, kita sebut: subjek. Maka dalam hal ini, si
subjek itu: manusia. Siapa lagi kalau bukan manusia?. Manusia itu, satu dari
sekian banyak mahluk ciptaan Tuhan di bumi. Manusia, adalah mahluk unik. Tak
hanya itu, manusia juga istimewa. Al-Qur’an menyebut manusia sebagai khalifah. Lalu, keistimewaan dan
keunikan itulah yang membuat mahluk ciptaan Tuhan yang satu ini, menjadikan ia beda
dibanding mahluk-mahluk lain ciptaan Tuhan. Al-Qur’an menyebut sosok manusia:
sebagai mahluk sempurna.
Dalam diri
manusia, melekat hasrat ingin tahu. Rasa ini lalu mendorong ia berupaya untuk
mampu menemu-kenali ‘sesuatu’ atau ‘ilmu’ itu. Manusia pun kemudian menjadi
mahluk yang berfikir, berbuat dan berkarya (action)
melakukan sesuatu untuk hidup dan kehidupannya.
Makna lain literasi
sebagaimana dibeberkan dalam deklarasi Praha pada 2003 menjelaskan bahwa
literasi itu, selain baca-tulis juga erat hubungannya dengan bagaimana sesorang
berkomunikasi dalam masyarakat. Tambahan lagi, bermakna praktik hubungan sosial
yang terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya. Begitulah. Sederhanakan.
Lebih jauh,
dan dihubungkan dengan pendidikan, salah satu hal paling fundamental dalam
pendidikan adalah literasi (baca-tulis). Walhasil,
literasi sangat lekat dengan aktivitas baca-tulis.
Membincang
‘baca-tulis’, jamak kita tahu bahwa dorongan baca-tulis itu bukan
slogan/dorongan semata. Tetapi merupakan perintah sang pencipta (lihat
QS.Alaq:1-5). Secara eksplisit, maka aktivitas baca-tulis itu sangat penting
bagi manusia. Kuat tidaknya baca-tulis itu, berimbas pada manusia secara
langsung bagi kehidupannya. Kalau kuat budaya literasi, maka dipastikan manusia
mampu mengerahkan segala potensinya untuk kebutuhan hidup dan kehidupannya.
Sebaliknya bila budaya literasi lemah, jelas manusia akan kesulitan untuk
mengerahkan segala kemampuan yang telah dianugerahkan Allah.
Literasi harus
menjadi bagian dari kebiasaan ‘budaya’, yang sejak awal. harus ditanamkan,
hingga menjadi kebiasaan anak-anak, pemuda dan calon generasi penerus. Mengapa?
Kekuatan literasi bisa melahirkan masyarakat literaat, masyarakat yang mencintai ilmu pengetahuan. Dan dengan
bekal ilmu pengetahuan, manusia mampu memainkan perannya secara maksimal
sebagai mandataris Tuhan di muka bumi.
Jadi tak bisa
diingkari betapa pentingnya literasi. Literasi itu fondasi bagi kehidupan
manusia di bumi. Krisanjaya (2019:8) mengungkapkan, “Kemahiran berliterasi
merupakan hal yang sangat fundamental”. Bahkan proses belajar sesungguhnya
berdasarkan kegiatan membaca dan menulis (literasi). Ini menunjukkan bahwa
budaya literasi sangat bermakna disebabkan literasi inilah yang diyakini mampu
melahirkan generasi sebagai tunas bangsa yang berkualitas (masyarakat literaat). Melalui kegiatan literasi
membaca dan menulislah dapat dijelajahi cakrawala ilmu yang luas, seluas jagad
semesta kehidupan. Hal ini kemudian sejalan dengan pesan Tuhan “Bacalah atas nama Tuhanmu yang menciptakan!”
(QS.Al-Alaq:1).
Literasi
adalah modal seseorang mengayuh biduk perahu laut semesta kehidupan. Dalam
lingkungan keluarga, literasi itu: small miniatur.
Literasi tak lagi hanya dipahami sebagai transformasi individu semata, tetapi
juga sebagai transformasi sosial. Literasi yang rendah, berkaitan dengan
kemiskinan, baik dalam arti ekonomi maupun dalam arti yang lebih luas.
Literasi
memperkuat kemampuan individu, keluarga, dan masyarakat untuk mengakses
kesehatan, pendidikan, serta ekonomi dan politik. Dalam konteks kekinian, ruang lingkup literasi yaitu ilmu
pengetahuan dan teknologi, keuangan, budaya dan kewargaan, kekritisan pikiran,
dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.
Oleh karena
itu, masyarakat Indonesia harus menguasai literasi. Ia tak lain modal yang
dibutuhkan guna mencapai, menjalani kehidupan yang berkualitas, baik masa kini (present) maupun masa yang akan datang (future).
Sejarah
peradaban umat manusia menunjukkan bahwa
bangsa yang maju tidak dibangun hanya mengandalkan kekayaan alam yang
melimpah dan jumlah penduduk. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya
yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif
memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan lagi sekedar
urusan bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara melainkan bagaimana warga
bangsa memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan
negara lain untuk menciptakan kesejahteraan. Dengan kata lain, bangsa dengan
budaya literasi tinggi berbanding lurus dengan kemampuan bangsa tersebut
berkolaborasi dan memenangi persaingan global (Saryono, 2017:v). Dalam kaitan
ini, tepat sekali apa yang disinyalir Paul Zurkowski. Ia bilang, “Orang yang
literat adalah orang-orang yang terlatih dalam aplikasi sumberdaya dalam
pekerjaannya”.
BACA JUGA : Langkah Berikut, Bikin Nulis Jadi Gampang (1)
Langkah Berikut, Bikin Nulis Jadi Gampang (2)
Berkaitan pariwisata, wabil khusus wisata desa yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan—kegiatan literasi, yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepariwisataan dan literasi digital menjadi bagian penting. Dapat mendorong masyarakat desa agar memiliki pengetahuan luas tentang bagaimana mendorong sekaligus mengembangkan potensi wisata melalui keterlibatan masyarakat. Sayang, umumnya, masyarakat masih abai terhadap itu. Tak pelak kemudian, masih belum memiliki kompetensi dan keterampilan memadai untuk merencanakan, memproduksi, dan mendistribusikan ide, pikiran dalam sebuah tulisan melalui wadah yang kita tahu saat ini begitu massif sejalan dengan perkembangan IPTEK (Bersambung).
Post a Comment