By: EL-NIZAM
Dari sekedar ngobrol lepas. Beranjak, ke obrolan yang lebih serius. Pertemuan ke pertemuan pun kemudian digelar. Rencana-rencana, dirancang, disusun sedemikian rupa. Ada diskusi lanjutan. Komunikasi untuk bicara lebih jauh pun ditentukan kembali. Yang dibahas, kian mengerucut, lahirlah rekomendasi: lalu lahirlah kesepakatan bersama: mendirikan perguruan tinggi bernama UNU NTB. Begitu ide dan gagasan disepakati, aksi lebih nyata dikonkritkan. Terobosan demi terobosan dilakukan. Lagi, mantaplah UNU NTB berdiri.
SEMPATBACA.COM-
Dari sekedar ngobrol lepas. Beranjak, ke obrolan yang lebih serius. Pertemuan
ke pertemuan pun kemudian digelar. Rencana-rencana, dirancang, disusun sedemikian
rupa. Ada diskusi lanjutan. Komunikasi untuk bicara lebih jauh pun ditentukan
kembali. Yang dibahas, kian mengerucut, lahirlah rekomendasi: lalu lahirlah
kesepakatan bersama: mendirikan perguruan tinggi bernama UNU NTB. Begitu ide
dan gagasan disepakati, aksi lebih nyata dikonkritkan. Terobosan demi terobosan
dilakukan. Lagi, makin mantap UNU NTB berdiri.
Iya,
saya membayangkan, UNU, enam tahun silam melalui proses itu waktu demi waktu. Ini
hanya bayangan saya. Sebab saya tidak terlibat langsung. Saya bukan pelaku
sejarah pertama, berdirinya UNU. Kalau alasan, “Menjadi pengajar di mahasiswa
angkatan pertama” saya disebut pelaku sejarah, sangat saya syukuri. Dan merasa
bahagia.
Kalau
misalkan proses-proses seperti saya utarakan pada paragraf pertama, pembuka
tulisan, itu terjadi pada kurun 2012 dan tahun 2013 atau mungkin juga tahun
2014, saat itu saya masih menjadi mahasiswa pascasarjana di salah satu kampus.
Karena itu, jujur saya akui, saya bukan termasuk aktor, pelaku sejarah pendiri
UNU. Kalaupun ada yang mengatakan saya termasuk pelaku sejarah, saya sangat
bangga. Merasa senang. Bukan bangga untuk dianggap hebat. Tetapi kebanggaan itu
saya senangi, sebab: siapa tahu saya bisa mencuri berkah dari orang-orang alim dan
hebat yang berjasa besar mendirikan UNU NTB.
Hari
berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tahun demi tahun dilewati. Musim-musim pun
bergantian, bersamaan dengan waktu yang terus berputar, silih berganti. Kini. Hari
ini, tahun 2020, UNU memasuki usia ke enam. Bayangan tentang proses yang dilalui
para inisiator terbentuknya UNU tentu tidak sesederhana apa yang berkelebat di
kepala saya. Bahkan apa yang saya bayangkan itu: bisa lebih beat dari itu.
Seperti
apa?
Lagi-lagi
saya membayangkan: bahwa untuk membentuk UNU, pasti, ada ratusan tembok
penghalang yang harus dilalui. Ratusan kilometer jalan terjal nan meliuk-liuk,
dipenuhi kerikil tajam harus dilewati. Pendek kata, terlalu berat perjuangan
untuk mendirikan UNU, terlalu banyak pengorbanan, tetesan keringat
mengucur, dan lantunan doa kepada Tuhan,
sudah pasti, setiap saat dilantunkan oleh orang-orang yang bagi saya berjasa
besar menginisiasi terbentuknya kampus peradaban bangsa itu.
Dan
UNU hari ini, tahun 2020, usia kampus peradaban bangsa bertambah. Masuk tahun keenam. Di tengah usia yang kian
menanjak, UNU, telah ikut mewarnai dinamika dan perkembangan dunia pendidikan
di NTB.
Pelan
tapi pasti, sejak hadir enam tahun silam aksi telah dimulai. Terobosan demi
terobosan dilakukan. Tenaga demi tenaga dikerahkan. Hingga akhirnya, seperti
yang kita lihat sekarang. Jauh lebih berkembang dari sebelumnya.
Bak
benih yang tertabur, kini UNU tumbuh subur. Daun-daunnya pun hijau nan lebat. Banyak
yang berharap, suatu hari nanti, buahnya bisa dipetik. Kehadirannya benar-benar
terus memberikan kontribusi bagi masyarakat, agama dan bangsa.
Dan
UNU saat ini, tak ubahnya pohon rindang, memberikan keteduhan bagi siapa saja.
Ranting dan daunnya yang memanjang menambah rasa teduh itu. Bahkan boleh jadi
UNU, ibarat belaian kasih sayang bunda, penyejuk hati di kala gersang. Pengobat
lara si anak di kala sedih.
Sang
nakhoda, dari kaum hawa bernama Baiq Mulianah. Sejak dilantik, kurang lebih
setahun silam, melanjutkan estafet
kepemimpinan rektor sebelumnya, untuk masa periode 2018-2023, sejak saat itu
pula, sang Rektor harus menyiapkan amunisi, membawa UNU, pada mimpi-mimpi masa depan.
Sejak mengucap ikrar sumpah, dihadapan banyak tokoh waktu itu, sinyal bagi Bq Mulianah, seniri untuk memikul amanah mulia yang iberikan pada dirinya: "Bahwa dia siap sebagai pilot menjelajahi angkasa, membawa penumpang, biar bisa sampai tujuan". Sejak itu pula, saya meyakini, ia punya mimpi-mimpi. Ada segenggam harapan yang menjadi bekal optimisme seorang ibu Baiq, merengkuhb impianya itu.
Saya
melihat Rektor UNU, Bu Baiq,-begitu sebagian memanggilnya- punya mimpi-mimpi
besar. Hasratnya membawa UNU melesat jauh ke depan, agar—bisa sejajar dengan
perguruan tinggi lain yang lebih maju, tak hanya menjadi senjata, tetapi juga kekuatan-kekuatan,
dan suatu saat ia harus kerahkan untuk menyongsong mimpinya.
Tidak
ada yang salah dengan mimpi. Juga dan cita-cita. Sebaliknya, ‘kesalahan’ bagi
kita, justru ketika kita tak punya mimpi dan cita-cita. Dan bila itu tak ada,
sama halnya kita telah memilih jalan yang salah. Seakan-akan bila tak ada
mimpi, kita tak punya harapan untuk hidup.
Maka,
saya pikir tak ada yang salah jika seseorang punya mimpi. Termasuk mimpi
sekaligus cita-cita Rektor UNU itu.
Psikolog
Deirdre Barret, mengungkapkan: mimpi memiliki tingkat visual yang tinggi,
bahkan logis sehingga dikategorikan sebagai sebuah pemikiran out of the box yang dibutuhkan untuk
memecah masalah. Tafsir Deirdre seakan menggiring setiap kita untuk senantiasa
bermimpi agar masalah demi masalah atau apa yang sedang dan akan direncanakan
mengalami kemuahan jalan keluar dalam kehidupan ini.
Hamba
Allah yang memimpikan sesuatu yang kadang dianggap mustahil bisa diraih, sama
sekali tak sulit bagi Allah untuk ia berikan pada hambanya. Sebaliknya, jika
sang pencipta, berkehendak: keadaan yang tadinya gelap-gulita berubah jadi
terang-benderang. Yang suram jadi jelas. Yang susah jadi mudah.
Karena itu, mimpi-mimpi yang dikhtiarkan perempuan murah senyum dan energik itu, harus bisa dibaca seutuhnya oleh orang-orang yang ada di belakangnya: mulai dari wakil rektor dan dekan-nya, pegawainya dan segenap dosen-dosen yang ikut berkhidmat. Juga yang lain, yang merasa menjadi bagian dari tetesan keringat, berjuang agar UNU berdiri kokoh di bumi NTB.
Tinggal
mau tidak si hamba itu mendekat pada sang khalik pemilik semesta. sang khalik
pemberi harapan yang sedetik pun tak pernah mengecewakan mahluk ciptaan yang
disayanginya. Jadi terletak pada Mau tidak si hamba menjemput mimpi-mimpinya
itu.
Psikolog
Sigmund Freud (1856-1939) berujar, “Memberanikan diri, mengatakan, subyek dan
inti dari mimpi berkenaan dengan pemenuhan sebuah hasrat dan keinginan. Jika hasrat
dan keinginan kuat maka dipastikan hasil yang diraih juga besar. Begitu
sebaliknya.
Karena itu, mimpi-mimpi yang dikhtiarkan perempuan murah senyum dan energik itu, harus bisa dibaca seutuhnya oleh orang-orang yang ada di belakangnya: mulai dari wakil rektor dan dekan-nya, pegawainya dan segenap dosen-dosen yang ikut berkhidmat. Juga yang lain, yang merasa menjadi bagian dari tetesan keringat, berjuang agar UNU berdiri kokoh di bumi NTB.
Tapak
demi tapak, langkah kaki Ibu Rektor, harus bisa menjadi sentrum bagi civitas
akademika UNU. Jika tidak, ibarat :
burung merpati yang patah sayapnya ‘sebelah’, hingga merpati pun merasa
kesulitan terbang ke angkasa menggapai mega-mega. Karena itu, tugas bagi
seluruh civitas akademi dan masyarakat umumnya, berjuang, membersamai MIMPI Rektor
UNU.
Semoga
di umur UNU yang kian bertambah, juga umur rektornya, yang juga bertambah, beliau
diberikan nikmat dan kesehatan. Kemudahan jalan, keberkahan, serta doa-doa
orang yang mencintainya, senantiasa menyertai setiap langkah dan gerak geriknya.
Tulisan
ini, tak lain dan tiada bukan, setidaknya bisa menjadi API semangat BAGI SAYA,
yang sudah sekian tahun nimbrung dan merasakan desah nafas perjuangan Rektor.
Juga hembusan nafas doa-doa yang dilantunkan para pendiri UNU.
Saya
pun betapa senangnya, jika pikiran-pikiran yang saya tuliskan ini bermanfaat
bagi pembaca. Namun jika tulisan ini dianggap pemicu situasi dan kondisi ricuh,
saya pun tanpa berat hati, menariknya kembali, bahkan bila perlu, saya delete.
Saya
memang tidak sering Face To Face, dengan
Rektor, karena saya hanya pengajar biasa. Tetapi saya merasakan betapa berat
beban dan tanggung jawab yang dipikulnya. Bukan saja, membawa UNU untuk sekedar
berkontribusi bagi daerah NTB, tetapi juga berkontribusi bagi agama dan bangsa.
Artinya, begitu luas daya jangkau, tanggung jawab ibu Rektor.
BACA JUGA :Kren, Berkat Kinerja Bagus, UNU Kembali Melatih Kepala Sekolah Se Indonesia
Melakukan
yang Biasa Saja, Kan Rugi, Rektor UNU: Harus Punya Mutu dan Kualitas !
Tulisan
ini, adalah bagian dari upaya saya membersamai mimpi-mimpi yang Rektor UNU NTB,
cita-citakan. Saya juga yakin-rekan-rekan yang ada di UNU juga turut serta
membersamai ibu Rektor.
Lalu, sama seperti Ibu Rektor, atau juga sahabat-sahabat yang lain yang punya mimpi dan obsesi masing-masing, saya sendiri punya mimpi, suatu saat nanti, bisa memiliki rumah. Di depannya ada kolam renang, dan ratusan tanaman dan aneka bunga berwarna warni, memanjakan mata. Saya pun kemudian, setiap saat bisa menceburkan diri ke kolam, menghilangkan gerah dan panas.
Akhirul kalam, dengan segala kekurangan dan kelebihan UNU terus berikhtiar memberikan yang terbaik. Di usia yang ke-enam, semoga UNU terus maju dan berkembang. Al- fatihah buat pendiri NU, Khadratus Syekh Hasyim Asyari juga para kiyai dan pendiri UNU NTB, dan seluruh civitas akademika UNU.
Post a Comment