By: KURNILA NURBAYATI
Ekonomi Islam bersifat teologis, Ekonomi Islam mempunyai karakter yang universal dan Ekonomi Islam syarat muatan: norma, etika dan moralitas. Ini adalah prinsip umum sebagai apa yang disebut ekonomi syariah
SEMPATBACA- Ekonomi Islam (EI) yang di Indonesia lebih popular
dengan Ekonomi Syariah, saat ini tengah berkembang di Indonesia. Namun,
seperti apa sebenarnya ekonomi syariah? sebelum masuk ke prinsip dan ciri EI ada
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu pengertian EI.
Ekonomi sendiri merupakan unsur
penting dalam sebuah negara. Sebab, berkembangnya perekonomian artinya
berkembang juga suatu negara.
Mengutip beberapa pendapat para ahli
di bidangnya, sebagaimana ditulis Mashur dalam bukunya berjudul “Filsafat Ekonomi Islam” halaman 85-87, berikut,
saya kemukakan kembali.
Kita mulai dengan pendapat Hasanuzzaman.
Ia mengemukakan bahwa EI adalah
pengetahuan tentang penerapan perintah-perintah (injuction) dan tata cara (rules)
yang ditetapkan oleh syari’ah, dalam rangka mencegah ketidak-adilan dalam
penggalian dan penggunaan sumber daya material guna memenuhi kebutuhan manusia
yang memungkinkan mereka memenuhi kewajiban mereka kepada Allah dan masyarakat.
Sedang Haidar Naqvi mendefinisikan
bahwa EI : sebuah aksioma atika, yang meliputi (1) Tauhid. (2) Kesetimbangan.
(3) kehendak bebas dan (4) pertanggung-jawaban. Bagi Naqvi, empat aksioma
inilah yang sejalan dengan perkembangan manusia dalam kehidupan dunia. Sudut pandang
semacam ini, dengan demikian memberikan legitimasi dan kekuatan ‘power’ bagi eksistensi Islam di ranah praktik sosial
ekonomi.
BACA JUGA : Globalisasi dan KESIAPAN KITA
Selanjutnya, pendapat Siddiqie. Siddiqie
berpandangan bahwa EI sebagai tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap
tantangan ekonomi pada zamannya di mana dalam upaya ini mereka di bantu oleh
Al-Qur’an dan Sunnah. Disertai dengan argumentasi dan pengalaman yang empiris.
Pakar lain seperti Abdul Mannan,
menjelaskan bahwa EI merupakan ilmu pengetahuan yang memepelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang berasaskan norma dan nilai-nilai Islam.
Artinya EI menekankan karakteristik komprehensif tentang subjek dan di dasarkan
atas nilai moral ekonomi syariah yang
bertujuan mengkaji kesejahteraan manusia, yang dicapai melalui pengorganisasian
sumber-sumber alam berdasarkan kooperasi dan patrisipasi.
Mashur juga menulis definisi yang
dikemukakan Yusuf Qhardawi. Bagi Qhardawi, EI adalah ekonomi yang berlandaskan
ketuhanan. Ia terpancar dari akidah ketuhanan dan akidah tauhid. Pada konteks
yang sama dalam hal ini Chapra, melihat EI tak hanya sekedar tanggapan pemikir,
tapi merupakan cabang ilmu yang membantu merelisasikan kesejahteraan manusia
melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka dan sejalan dengan
syari’ah Islam tanpa membatasi kreatifitas individu maupun menciptakan suatu
ekonomi makro atau ekologis.
Lebih lanjut penulis buku juga
menulis, “Berbagai pandangan yang dikemukakan para ahli, tak bisa dilepaskan
dari realitas yang dihadapi dalam upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan
manusia baik jasmani maupun rohani yang berangkat dari personal individu maupun
khalayak orang banyak ataupun masyarakat, sehingga mewujudkan kesejahteraan
bagi individu dan masyarakat.
EI merupakan ajaran dari syariat Islam, karenanya, harus diimani segenap pemeluk muslim. Sejalan kalam Tuhan, berikut : “Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS.Al Jatsiyah:18).
Prinsip-prinsip
Ekonomi Islam
Ada beberapa prinsip EI yang
terdapat dalam buku yang saya sebut diawal. Yang pertama, sumber daya merupakan pemberian/titipan dari Allah SWT
sehingga manusia tidak boleh semena-mena. Kedua,
tidak ada kepemilikan mutlak yang artinya semua milik sang pencipta. Ketiga, berjamaah agar saling menggerakkan
ekonomi. Maksudnya bekerjasama untuk menciptakan ekonomi yang sejahtera. Keempat, pemerataan kekayaan sehingga
tidak ada disparitas. Kelima, EI menjamin
pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang
banyak. Keenam, seseorang yang
meiliki kekayaan tertentu wajib membayar zakat. Terakhir prinsip EI: mengecam—tapi
bukan hanya mengecam, tapi melarang riba dalam bentuk apapun.
Selanjutnya, berikut ciri-ciri EI, dapat
dilihat dari Filsafat Eknomi Islam itu
sendiri, yakni konsep ketuhanan sebagai yang pertama. Dengan kata lain, EI tidak
jauh berbeda corak dan karakteristiknya berdasarkan filsafat ekonomi Islam. Pada
Konteks ini, maka dapat disimpulkan bahwa ciri ekonomi Islam, berikut: cukup
mewakili seperti apa sih sebenarnya, ekonomi Islam itu. Antara lain yaitu sebagai
berikut: Ekonomi Islam bersifat teologis, Ekonomi Islam mempunyai karakter yang
universal dan Ekonomi Islam syarat muatan: norma, etika dan moralitas. Akhirul kalam,
apa yang saya uraikan di atas, kiranya, bisa membawa kita untuk memahami Ekonomi
Islam.
Post a Comment