Tambal Sulam Kebohongan

 




ADA yang menarik saya ketengahkan tentang obrolan bersama teman-teman di suatu malam. Salah satu teman bilang, “Orang yang terbiasa berbohong, selalu akan mencari cara lain untuk membohongi kesalahan yang telah dilakukannya”. Saat ini, ia ngerasa sukses ngelabui orang, seminggu lagi, ia mencari-cari cara lagi, untuk menutupi kesalahan yang telah dilakukannya.

Selepas sukses lagi, ia membodohi, mencurangi orang, di hari-hari berikutnya, si pembohong itu, akan lebih gesit melebihi belut mencari cara lagi. Tujuannya, tak lain dan tak bukan, menutupi kecurangan, kebohongan, kesalahan yang telah dilakukannya.

Sifat-sifat seperti itu, tampaknya, bagi saya, sering singgah pada karakter dan mental kepemimpinan kita, yang lemas terkulai membiarkan diri digerogoti mental buruk seperti itu, mulai dari tingkat kepemimpinan paling bawah, hingga di level kepemimpinan lebih tinggi, tanpa pernah mau mencari penangkal, agar tak terus digerogoti. Tapi saya yakin, pemimpin yang tak bermental seperti itu, juga banyak.

Anda tahu: orang yang suka berbohong dan mencurangi itu, dianggap orang yang paling celaka oleh Allah (baca: QS Al-Munafiqun). Kalau sudah dianggap paling celaka, saya pikir termasuk orang yang rugi. Orang yang suka berbohong, curang dan culas, itu juga, saya kira termasuk orang yang munafik.

Agaknya, judul buku yang sudah lama tak pernah saya baca lagi, cocok dengan sifat orang-orang yang suka Tambal Sulam Kebohongan. Judul buku itu, sebenarnya cukup membuat anda tersinggung, apalagi jika ada di antara sebagian kita yang suka dan tanpa sadar sering mempraktikkan perbuatan-perbuatan yang sangat disenangi oleh Iblis itu dalam keseharian hidup ini.

Anda tahu: orang yang suka berbohong dan mencurangi itu, dianggap orang yang paling celaka oleh Allah (baca: QS Al-Munafiqun). Kalau sudah dianggap paling celaka, saya pikir termasuk orang yang rugi. Orang yang suka berbohong, curang dan culas, itu juga, saya kira termasuk orang yang munafik.

Judul buku itu, “20 Bahaya Bodoh”. Penulis Buku mungil itu bernama Abdul Majid, S. Buku itu diterbitkan oleh penerbit Bayanullah, 16 tahun silam. Tepatnya tahun 2004.  

Buku itu, mengurai hal-hal sederhana. Sesederhana dan sesadar kita yang senang mengelabui, membohongi, mencurangi sahabat, karib kerabat dan yang lainnya.

Saya, memang tak akan menulis semua topik-topik yang dibahas dalam buku itu. Anda saya biarkan penasaran agar bisa cari cara sendiri untuk bisa mendapatkannya.

 

Bohong, Curang itu Pangkal Dosa

 Bohong itu salah satu penyakit yang kerap mampir di tengah-tengah kehidupan dan begitu cepat merengsek di tengah realita kehidupan masyarakat di segala zaman. Tahu tidak, sifat pembohong itu, sebab utama utama bagi munculnya beragam bentuk kejelekan serta kerendahan. Suatu masyarakat akan terhina selamanya jika perbuatan bohong ini merajalela di antara individu-individunya.

Kalau sudah begitu, dampaknya, saya pikir, suatu masayrakat sama sekali tak akan bisa naik kelas. Suatu masyarakat  tak akan menaiki puncak kejayaan.

Begitu mudahnya kita berbohong, padahal kebohongan itu, dampaknya sangat luas. Perbuatan bohong akan menimbulkan rasa saling benci begitu saja, akan tumbuh dalam diri setiap kita, semenatra rasa saling percaya, hilang bagai ditelan bumi. Inilah sedikit dari akibat kebohongan.

Akibat yang lebih luas dari itu, bisa membentuk suatu masyarakat yang jauh dari rasa dan keinginan untuk saling bantu. Bila bohong sudah tumbuh seperti rumput-rumput yang disirami air hujan, rasa senang, akrab, rasa nyaman, hilang ditelan kegelapan.

Kita bisa simpulkan sendiri, betapa negerinya, sifat bohong ini, jika sampai berkembang biak dalam tubuh kita. Tak heran, Islam sangat membencinya, dan menganggap bahwa perbuatan ini sebagai bagian dari dosa besar.

Terhadap sifat suka bohong, dosa yang dibebankan padanya hingga mencapai ufuk. Orang yang berbohong pun akan merasakan dosa atau siksa kubur akibat perbuatannya tersebut hingga hari kiamat. Rasulullah bahkan sangat menghindari berbohong walaupun itu hanya sebagai gurauan. Beliau adalah orang yang tidak berbohong. Mudah-mudahan kita senantiasa mengikuti jejak pribadi kanjeng nabi.

**

Kulihat jarum jam pukul 23.00 malam. Nyala lampu, di beberapa rumah tetangga sahabat yang kukunjungi itu, satu persatu mulai padam. Situasi pun terasa berbeda. Seperti desir angin yang tak lagi kudengar. Sebegitu saja, sunyi juga mulai datang. Menghampiri. Seiring itu, dingin mulai menyapa. Seperti rindu yang tiba-tiba mampir, mengingat masa-masa indah. Masa-masa di mana, mulai mengenal dan tahu arti cinta, cinta yang sesungguhnya. Cinta yang kadang, membuat segalanya menjadi indah dan membahagiakan.

Bertamu malam itu, kami berempat tak pernah menduga, jadi obrolan mengasyikkan. Seperti asyiknya, pasangan kekasih dimabuk asmara. Pertemuan, yang tak panjang lebar direncanakan. Tapi terwujud. Bukan banyak basi-basi, ini dan itu.

By: MASYHUR (Pengajar dan Kepala Rumah Tangga)

 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post