Puisi, Bahasa Alam dan Pesan Tuhan
(Pendidik dan Penulis Novel Senja di Rinjani)
Puisi lahir dari
imajinasi kreatif seseorang. Juga tercipta dari seabrek pengalaman terserak si
penyair dalam realitas kehidupan yang terus menerus dan tak henti mengitarinya.
Hal ini sekaligus meneguhkan bahwa puisi senantiasa bersinggungan dan tak bisa
lepas dari keberadaan seisi jagad semesta dan manusia sebagai bagian di dalamnya.
Manusia dan alam adalah ciptaan Tuhan, oleh sebab itu, manusia (sebagai
khalifah) harus bisa memainkan peran untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan ke
bumi. Salah satunya bisa direpresentasikan dengan puisi.
Seperti terungkap sebelumnya, Puisi, telah menjadi bagian yang tak dapat
dilepaskan begitu saja dari kehidupan manusia. Dengan demikian, ia disebut
sebagai social human (manusia sosial),
artinya manusia-kehidupan menyatu sebagai elemen tak terpisah. Dalam konteks
ini kemudian, seseorang tanpa sadar baik langsung atau tidak, terlibat pada
proses-proses terciptanya sebuah karya bernama puisi, baik itu dalam wujudnya secara
lisan dan tulisan. Sementara diksi sebagai
magnet penting yang ada dalam puisi lahir spontanitas. Belum lagi, pengambilan
subyek benda sebagai suatu penggambaran dari tujuan obyek manusia di luar
dirinya.
"Puisi hadir seiring peradaban manusia pertama bernama Adam. Bahwa bahasa yang digunakan oleh generasi manusia sekarang telah juga digunakan generasi sebelumnya? Entah disadari atau tidak, maka satu puisi dengan puisi yang lain seolah sebagai sesuatu yang diulang-ulang, ekspresi dari satu penyair ke penyair yang muncul dan lahir berikutnya"
Tak ubahnya sebuah pohon, puisi harus memiliki akar yang kuat, yaitu bahasa. Bahasa tidak lain dan tidak bukan lahir dari imitasi dan modifikasi, dilengkapi oleh isyarat dan senandung harmoni bebunyian merdu alam, suara binatang dan teriakan naluriah manusia. Atas dasar inilah, bahwa puisi sebenarnya muncul dari suara alam dan naluriah manusia. Pada akhirnya, tak dapat dipungkiri bahwa alam memiliki peran begitu penting dalam terciptanya sebuah puisi. Kini, jika menelisik baris demi baris tiap puisi yang diciptakan seorang penyairnya, alam dan segala yang berkaitan dengannya menjadi sangat dominan dalam upaya terciptanya puisi.
Puisi hadir seiring peradaban manusia
pertama bernama Adam. Jika demikian fakta sesungguhnya, maka apakah dapat ditarik
benang merah: bahwa bahasa yang digunakan oleh generasi manusia sekarang telah juga
digunakan generasi sebelumnya? Entah disadari atau tidak, maka satu puisi dengan
puisi yang lain seolah sebagai sesuatu yang diulang-ulang, jika cenderung untuk
tidak mengatakan terbatas pengulangan-pengulangan ekspresi dari satu penyair ke
penyair yang muncul dan lahir berikutnya. Hanya saja, terdapat perbedaan karena
setiap penyair punya memiliki kekhasan dalam memilih diksi.
Lalu apa yang melatarbelakangi seorang
penyair mencipta puisi? Itu tidak lain untuk merekam sesuatu yang berada dalam
dirinya, melibatkan subyek di luar dirinya untuk diabadikan dalam
tulisan-tulisan estetis. Seorang penyair akan merasa telah menunaikan amanah
jika ia telah berhasil menuangkan gagasan idenya menjadi karya. Seperti tugas
yang diberikan oleh Tuhan kepadanya untuk menyampaikan pesan kepada orang lain
melalui sederet kata “penuh diksi”.
Sebagai penyair di kawasan timur yang
hidup di alam yang kaya raya, Penulis
bersyukur berada di tempat itu karena inspirasi mencipta puisi menjadi tak
terbatas. Banyak hal yang dapat digali dari keindahan alam ciptaan Tuhan itu.
Alam seakan berteriak memanggil para penyair untuk membawanya melebur dalam
baris-baris puisi. Alam akan menuntun tangan dan pikiran para penyair dengan
bahasanya sendiri, bahasa yang lahir dari gemericik air sungai yang jernih,
dari suara air terjun memecah tebing, dari suara ombak pantai menyapa pasir,
dari suara kicau burung camar yang memekik, dari suara angin di sela-sela
cemara gunung dan lain sebagainya. Nah, pesan Tuhan melalui bahasa alam inilah
yang perlu disiarkan kepada manusia melalui tangan para penyair.
Tak pelak, hal ini yang mendorong saya
mengikuti program pertukaran penyair. Seperti sebuah panggilan menjaga amanah.
Juga sebagai sarana menyampaikan pesan-pesan puisi yang pernah saya hasilkan kepada
khalayak. Agar pesan itu tersampaikan, maka penting kiranya setiap penyair
berkumpul untuk bertukar pikiran guna menyatukan visi misi mereka dan
mengenalkan karya masing-masing. Hal ini menjadi penting untuk memperkaya
khazanah kesusasteraan di Indonesia pada khususnya dan dunia secara global.
Harapan saya, puisi-puisi para penyair Indonesia di wilayah timur dapat
diterjemahkan ke berbagai bahasa agar dapat dimengerti oleh masyarakat dunia.
Post a Comment