By: Masyhur
Sedang Belajar Menulis, Pengajar dan Kepala Rumah Tangga
Pada prinsipnya segala aktivitas manusia dinilai ibadah. Asalkan
aktivitas tersebut ditujukan ibadah kepada sang pencipta. Hal ini sejalan
dengan penjelasan Allah yang termaktub dalam QS. Ad-Dzariyat, “Tidak aku ciptakan Jin dan manusia,
terkecuali hanya untuk ibadah kepada Allah”
Tentunya bisnis juga demikian. Bahkan bisnis salah satu aktivitas yang sangat
dianjurkan oleh agama. Praktik bisnispun kemudian harus dikondisikan oleh
nilai-nilai agama yang dianutnya. Wilson (1997:69) menulis “The
economic activities of
humankind cannot be
divorced from the ethical position a
person takes, and this
is conditioned by
the religion the
person professes”[1]
Bahkan baginda nabi Muhammad, sang
nabi yang dijadikan figure dan teladan bagi ummat muslim dan ummat manusia,
adalah sosok bisnisman. Beliau adalah pebisnis yang
handal, pedagang yang jujur, sukses dan bersahaja. Karakter dan sifat Nabi
Muhammad SAW dalam melakukan proses bisnis sungguh sangat mulia. Ada empat
sifat utama baginda nabi dalam berbisnis, yaitu siddiq, amanah, tabligh, fatanah. Mashur (2014), dalam
penelitiannya memberikan penjelasan mengenai empat karakter dan sifat nabi
tersebut.
Pertama,
al-Siddiq. Siddiq berarti jujur, yang mana sifat jujur adalah ketiadaan pertentangan antara perkataan dan
perbuatan, zdahir maupun bathin. Dalam bisnis atau jual-beli,
kejujuran merupakan nilai ekonomi Islam merupakan sikap baik yang
harus diimplementasikan karena mengandung kebaikan yang dapat membawa aktivitas
pelaku dan kegiatan bisnisnya berjalan dengan baik sesuai ajaran Islam. Siddiq dapat diwujudkan dengan sungguh-sungguh dalam berusaha dan bekerja. Juga
dapat diterapkan dengan perilaku jujur, adil, sehat dalam bersaing dan apa yang dilakukannya tidak berdampak pada
kerugian yang dialami orang lain.
Kejujuran
diimplementasikan apabila seseorang memahami ajaran Islam secara komperhensif.
Seorang
yang jujur dalam berjual beli atau bisnis, akan menghasilkan tindakan-tindakan positif dalam segala hal,
terutama sekali dalam berjual beli. Implementasi kejujuran juga tampak pada
bagaimana seseorang membuat
rencana untuk melakukan sesuatu, secara efektif dan
efisien dalam kehidupannya.
Kedua Amanah. Amanah berarti dapat
dipercaya. Dipercaya dalam berbagai tindakan serta perilaku.
Hubungan dengan
berjual beli, maka amanah adalah salah “alat” untuk dapat berkomunikasi dengan
orang lain dengan baik. Dalam berjual
beli salah satu yang dibutuhkan selain kejujuran adalah amanah. Sifat amanah
dalam bisnis merupakan langkah yang tepat agar orang lain (rekan bisnis)
mendapat kepercayaan. Implementasi amanah dapat diwujudkan dengan menampilkan integritas
seseorang dalam bekerja (bisnis).
Pada prinsipnya segala aktivitas manusia dinilai ibadah. Asalkan aktivitas tersebut ditujukan ibadah kepada sang pencipta. Sejalan dengan penjelasan Allah yang termaktub dalam QS. Ad-Dzariyat, “Tidak aku ciptakan Jin dan manusia, terkecuali hanya untuk ibadah kepada Allah”
Integritas seseorang akan terbentuk dari
sejauh mana orang tersebut dapat menjaga serta melihara amanah
yang diberikan kepadanya. Pebisnis yang baik adalah yang mampu memelihara
integritasnya. Integritas yang terpelihara akan menimbulkan kepercayaan (trust) bagi orang lain. Pedagang yang mengimplmntasikan amanah akan terhindar dari
perilaku tercela. Amanah bukan menjadi persoalan atau musibah, melainkan bisa
menjadi jaminan agar usaha berkembang. “Barangsiapa selalu mengutamakan sifat jujur dan
amanah, maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat (kepada Allah) dari
kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid. Sebaliknya,
barangsiapa yang selalu memilih sifat dusta dan khianat, maka dia termasuk
golongan orang-orang yang durhaka (kepada Allah) dari kalangan orang-orang yang
fasik (buruk/rusak agamanya) atau pelaku maksiat” (al-hadist).
Ketiga, Implementasi Tabligh. Tabligh dapat diwujudkan dalam bisnis bila kemampuan menjalin
hubungan dengan rekan bisnis terbina dengan baik. Hal ini disebabkan karena
tabligh adalah salah satu hal penting agar apa yang disampaikan terhadap orang.
Tabligh memegang peran penting dalam bisnis atau jual beli. Kedudukannya sama
dengan siddiq dan amanah. Penerapan tabligh dalam jual beli bahwa segala
sesuatu yang berkaitan dengan apa yang diperjualbelikan tersampaikan secara
baik.
Pedagang yang menerapkan tabligh bisa diyakini atas dasar
kejujuran dan kepercayaan. Dengan kejujuran dan kepercayaan rekan bisnis akan
senang dan tidak merasa dikhianati. Apabila mendapatkan sesuatu, dilaksanakan
dengan baik dan penuh tanggung jawab, tanggung jawab adalah nilai-nilai yang
harus ada dalam berjual beli. Bisa
dipastikan bahwa orang
yang memiliki sifat tabligh, akan bertindak sejalan
dengan perintah Islam yang menekankan setiap manusia untuk menciptakan kebaikan
dalam hidupnya. Secara lebih khusus, tabligh juga bisa diwujudkan ketika barang
yang diperjualbelikan diperoleh dan disalurkan sesuai dengan nilai islami.
Penerapan tabligh sebagai nilai penting dalam berbisnis dapat mengembangkan
bisnis yang memberikan manfaat dalam kehidupan sosial masyarakat. Tabligh ini menggambarkan bahwa dalam
melakukan hubungan jual beli (kerjasama) tidak ada pihak yang dirugikan,
melainkan kedua belah pihak diuntungkan. Keuntungan sangat vital perannya untuk
membangun sekaligus mengembangkan segala hal termasuk urusan bisnis. Namun
demikian keuntungan yang dimaksud dalam hal ini adalah keuntungan yang
didasarkan pada kejujuran dan amanah serta selaras dengan nilai islami
(Saifullah, 2011:151).
Keempat, fathanah. Berjual beli dengan menerapkan sikap fathanah akan dapat
melahirkan sifat tolong menolong antar sesama. Pedagang yang memiliki
sifat fathanah
akan selalu konsisten untuk menciptakan kebaikan bagi
diri sendiri, lingkungan dan masyarakatnya. Fathanah memiliki
arti yang luas, salah satunya adalah bekerjsama dengan semaksimal mungkin untuk
terhindar dari potensi yang bisa melahirkan hal negatif dalam melakukan
hubungan jual beli. Pelaku bisnis, pedagang harus memiliki salah satu sifat
rasul saw, karena sifat
fatanah akan menyempurnakan sifat tabligh.
Berdasarkan
nilai-nilai ekonomi Islam seperti siddiq, amanah, dan tabligh serta fathanah
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap pedagang yang
mengimplementasikan kejujuran
dan amanah, tabligh dan fathanah akan membawa kebaikan dalam
kehidupan bisnis dan perdagangannya. Baik dalam kegiatan produksi, distribusi
dan kegiatan konsumsi. Hal ini tidak terlepas karena sifat-sifat tersebut
merupakan nilai-nilai yang ditampilkan rasul untuk kemudian diikuti oleh
ummatnya. Nilai-nilai tersebut berguna bagi hidup dan kehidupan manusia dalam
semua aspek terutama sekali ekonomi.
Perwujudan
sifat siddiq, amanah dan tabligh serta fathanah yang merupakan derivasi dari syariat Islam dan sangat
terkait aspek ekonomi dan apabila diimplementasikan sebagai bukti yang
menunjukkan ketaatan seorang manusia kepada Allah SWT. Orang yang taat kepada
Allah adalah orang yang takwa. Dalam kaitan hal di atas rasulullah bersabda: “Kalau keduanya (pedagang dan pembeli) bersifat
jujur dan menjelaskan (keadaan barang dagangan atau uang pembayaran), maka
Allah akan memberkahi keduanya dalam transaksi tersebut, tapi kalau keduanya
berdusta dan menyembunyikan (hal tersebut), maka akan hilang keberkahan jual
beli tersebut”.
Sebaliknya
manusia (pedagang) yang tidak menerapkan apa yang baik dalam ajaran agamanya
adalah pengikut syetan. Sebaliknya orang yang mengetahui dan memahami secara
benar kemudian diwujudkan dalam berjual beli atau bisnis digolongkan Allah
dengan orang-orang yang mulia. Manusia yang demikian tersebut sesuai dengan
salah satu hadist rasul yang diriwayatkan ‘Abdullah bin ‘Umar:
“Bersama para
nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari Kiamat
(nanti)”. Terkait hadist di atas (lihat QS. an-Nisa ayat 69-70).
Islam
sebagai ajaran paling sempurna, terkait bisnis atau perdagangan harus
mengimplementasikan kejujuran dan amanah, tabligh dan fathanah sebagaimana
diterapkan rasul Muhammad saw,. dalam kegiatan ekonomi khususnya dan kehidupan
dalam ruang lingkup yang lebih luas. Nilai-nilai tersebut juga menjadi dasar
para Khulafa al-Rasyidin, sahabat dan generasi penerus berikutnya dalam berjual
beli pada saat itu.
Nabi
mencontohkan cara-cara yang baik mengenai praktik perdagangan. Apa yang telah dicontohkan
nabi, akan membawa pelaku (pedagang) pada jalan yang diridhai Allah. Tidak
terbatas pada manfaat yang memberi kebaikan bagi kehidupan dunia, tetapi juga
kehidupan akhirat.
Oleh karena
itu, segala perilaku rasul dalam kegiatan ekonomi harus diimplementasikan agar memberikan hasil
yang bersifat praktis dan padu serta selaras
dengan nilai Islam.
Implementasi merupakan pelaksanaan dan atau penerapan, maka
implementasi menjadi bagian dari manajemen. Ilmu “manajemen”
memberikan pengertian bahwa implementasi
memegang peran penting dan strategis dalam aktifitas sosial ekonomi masyarakat
dan atau suatu negara. Dalam kaitan ini, maka sifat
siddiq, amanah, tabligh dan fathanah penting pula perannya untuk membangun dan
mengembangkan bisnis yang relevan nilai Islam.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa perdagangan merupakan
kegiatan utama dalam sistem ekonomi yang diterjemahkan sebagai aktivitas
manusia yang berhubungan dengan
produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang atau jasa. Perdagangan
merupakan proses pertukaran barang dengan barang atau menukar barang dengan
uang. Caranya dengan jalan melepaskan hak kepemilikan dari satu pihak kepada pihak lain atas dasar kerelaaan
(Mashur, 2014).
Nabi Muhammad telah menunjukkan bagimana cara berbisnis yang berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran, dan sikap amanah sekaligus bisa tetap memperoleh keuntungan yang optimal. Intinya, bisnis tidak bias dilepaskan dari nilai-nilai kebaikan yang ada dalam ajaran Islam.
Jadi, bisnis (berdagang, Jual beli) bukan hanya dibolehkan, tetapi dianjurkan ajaran agama. “...Allah telah menghalalkan jual beli...” (QS 2:275). Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasullah pernah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Ini berarti, seluruh aktivitas bisnis sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Dengan menjalankan bisnis, maka pintu-pintu rezeki bisa dibuka, karunia Allah pun akan senantiasa didapatkan. Tetapi yang paling penting untuk diketahui bahwa manusia harus memiliki kesadaran bahwa jual beli yang dihalalkan oleh Allah yaitu praktik bisnis yang dilakukan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Hukum asal mu’amalah itu adalah al-ibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya. Meski demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya. Ada perangkat atau ketentuan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang hendak melakukan aktifitas-aktivitas bisnis. Mari berbisnis !
[1] Lihat Syed
Nawab Haider Naqvi, “Rodney Wilson, Economics, Ethics and Religion: Jewish,
Christian and Muslim Economic Thought”, New York: New York University Press,
1997), h.69.
Post a Comment