Dunia Bisnis dan Optimisme


 

By: Masyhur

(Sedang belajar menulis, Pengajar dan Kepala Rumah Tangga)


HARUS ada optimisme dalam dunia bisnis. Tanpa optimisme yang kuat, segala rencana, target, usaha akan sia-sia. Sehingga sama saja artinya, menyerah sebelum berperang.

Di tengah persaingan yang begitu kompetitif, belum lagi sarana dan prasarana teknologi yang memadai, revolusi industri yang meniscayakan segala sesuatu terakumulasi perangkat teknologi. Dalam pada itu, kompetisi hidup kian terasa ketat.

Di bidang bisnis, para pebisnis, pedagang bersaing demi memperoleh tempat di hati konsumen. Para pedagang semakin dinamis, progressif dan konsisten. Hal-hal itu kemudian, kian menambah ketatnya persaingan dan mempertajam pengembangan berbagai bidang. Karenanya, tak ada pilihan lain, kecuali bergerak maju ke depan sembari menatap penuh optimis dengan tetap mengembangkan bakat terbesar yang diberikan Allah, bertindak sebagai perintis, pembangun dan pengisi lembaga, pencipta lapangan kerja yang membutuhkan banyak karyawan, serta kreator ruang-ruang kreativitas yang dinamis dan kompetitif.

 

harapan adalah mesin pembangkit yang mengalirkan air-air ke sumber yang telah disediakan

 

Optimisme dalam bisnis diperlukan untuk menambah dorongan energi kerja keras untuk membangun sebuah bisnis. Harapan adalah salah satu cara untuk memotivasi diri—bahkan kalau mengutip apa kata Cak Nur, “Kita berani hidup justru karena adanya harapan”. Untuk itu, harapan adalah mesin pembangkit yang mengalirkan air-air ke sumber yang telah disediakan. Artinya bahwa harapan yang menghadirkan motivasi bertujuan untuk agar seseorang mengerahkan segala kemampuan dan sumber daya untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat. Di sinilah letak kenapa optimisme begitu penting. Ma’mur Asmani (2009: 190-206) mengungkapkan sejumlah hal-hal penting yang perlu dicermati dalam kaitan optimism. Yaitu menyukai tantangan, mencoba hal-hal baru, belajar tiada henti, meningkatkan kreativitas dan produktivitas.

fitrah dan hanif melahirkan optimism. Fitrah bersangkutan dengan salah satu ajaran Islam yang amat penting, yaitu ajaran bahwa manusia dilahirkan dalam kejadian yang suci dan bersih, sehingga manusia itu bersifat hanif—secara alami merindukan dan mencari yang benar dan hakiki.


Dalam berbagai hal, sikap optimis harus ditumbuhkan dengan nilai-nilai spiritual agama. Maksudnya, kunci optimisme itu sebenarnya terletak pada korelasi ajaran agama dan pemeluknya tentang hasrat dirinya mengapa harus mendasarkan pada agama itu sendiri. Inilah mungkin yang disinyalir Cak Nur, bahwa fitrah dan hanif melahirkan optimisme. Fitrah, tegas dia, bersangkutan dengan salah satu ajaran Islam yang amat penting, yaitu ajaran bahwa manusia dilahirkan dalam kejadian yang suci dan bersih, sehingga manusia itu bersifat hanif—secara alami merindukan dan mencari yang benar dan hakiki. Dengan ini kemudian, kondisi bathin akan senantiasa bersih dan teduh. Keduanya melahirkan sikap ‘siap’ menyongsong masa depan. Optimisme terkait pikiran, perasaan, hati dan semua gerak lahir yang menunjukkan adanya harapan yang lebih baik di masa mendatang (Ma’mur Asmani, 2009).

Lebih jauh dikemukakan Asmani, nabi Muhammad saw. adalah orang yang sangat optimis. Berbagai halangan yang menimpanya dan para sahabat ketika di Mekkah tidak bisa memadamkan api semangat membara di dada. Mereka ingin membumikan keagungan ajaran Allah yang berintikan akidah, syariah dan moralitas keluhuran. Menarik untuk direnungkan sebuah hadist baginda rasul: “Iza ahabbalahu abdan ibtalahu liyasma’a tadhorruahu; Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah akan mengujinya supaya dia mendengar permohonannya yang sungguh-sungguh dan kerendahan hatinya (HR. Baihaqi dari Abu Hurairah)”.

Hadist di atas, sepertinya memancarkan semangat bagi insan bernama manusia, agar tidak lekas berputus asa. Berputus asa karena ujian, tidaklah diperkenankan. Sebaliknya, ujian harus mampu melahirkan semangat baru dalam dada. Untuk sesuatu yang berada dalam hanya bayangan dan atau rencana-rencana, salah satu cara yang baik menyiapkannya adalah aktif memilih yang terbaik dari berbagai kemungkinan yang terbaik dan mulia tujuan yang dicapai.

Dorongan untuk tetap optimis setelah berusaha semaksimal mungkin mewujudkan apa yang diharapkan, terlebih harapan itu untuk tujuan luhur dan mulia, disemangati oleh firman Allah dalam QS Al-Hadid (22-24). Seruan ini setidaknya menggambarkan bahwa manusia tidak boleh lekas menyerah. Disebabkan lekas menyerah hanya akan mengakibatkan kegagalan demi kegagalan serta ketakutan akan datang menghantui pikiran. Sementara jika cepat puas, dibuat terlena oleh prestasi yang untuk sementara waktu diperoleh akan melenyapkan spirit fastabiqul khairot (berlomba-lomba dalam kebaikan).


Semua kita maklum, di tengah-tengah kondisi kehidupan, terlebih belum sepenuhnya hampir sebagaian masyarakat di seantero nusantara terkena musibah gempa bumi di awal tahun 2018. Kemudian musibah itu kembali menimpa secara global, tak terkecuali Indonesia atas semakin merebaknya fenomena Covid-19 yang hampir secara total melumpuhkan seluruh aktivitas masyarakat, terutama sekali imbasnya terhadap seluruh aktivitas social, ekonomi dan bisnis. Maka dari itu, optimism—tetaplah menjadi semangat ‘optimis’ yang tak boleh padam dan mati menghadapi dan juga menatap masa depan. Jika untuk tujuan kebaikan dan kemuliaan berjuang dan bekerja keras serta optimis menjadi kunci-kunci utama seorang hamba yang memahami arti dan makna sesungguhnya kehidupan religious. Harapan itu ibarat gulungan ‘ombak’ yang membuat air laut lebih terlihat hidup. Gelombang ‘ombak’ yang menghempas karang dan bebatuan di tepi pantai menakjubkan mata. Pendek kata, menjadilah kita manusia yang selalu punya harapan dan tetap konsisten menyiapkan diri menghadapi masa depan.  


 belajar sholawat nariyah: 

https://youtu.be/7-Q5c5RAECo

like ☝ n subsribe ya?


Post a Comment

Previous Post Next Post