By: Masyhur
(Pengajar dan kepala Rumah Tangga. Sedang Belajar Menulis)
TOPIK tentang bisnis dalam pandangan
Islam, sudah banyak diurai oleh para ahli yang memang cukup intens di bidang
itu. Apa yang saya utarakan dalam topik ini, untuk itu—tidak terlepas, atas apa
yang pernah saya dapatkan dan pelajari dari buku-buku yang ditulis para ahli
bisnis islami. Isi dalam tulisan ini, juga sebagian lagi, pernah saya utarakan
dihadapan rekan-rekan mahasiswa sebagai bahan diskusi di kelas, mata kuliah
Pengantar Bisnis Syariah dan mata kuliah Etika Bisnis Islam.
**
SECARA kebetulan atau disengaja pasti
anda pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri kegiatan dan
aktivitas-aktivitas bisnis?
Apa yang kita lihat dari aktivitas
bisnis itu, tampaknya tidak pandang tempat, tak terkecuali di tempat-tempat
yang memang bisnis sudah berlangsung sejak lama seperti pasar dan lokasi yang
memang sudah lazim terjadi hubungan pembeli dan penjual. Terkait waktu pun,
aktivitas jual beli dan bisnis tersebut hampir sepanjang waktu. Kata lainnya,
selama full time 24 jam
(sehari-semalam), aktivitas bisnis senantiasa terjadi.
Dalam praktik lebih nyata, ketika
seseorang hendak berpergian ke suatau tempat, dan di pinggir jalan berkeinginan
membeli sesuatu, ambil contoh misalnya, membeli es tebu (biasanya ditemui di
tepi jalan) di pinggir jalan, atau seseorang membeli sebungkus nasi, atau
membeli sebungkus rokok di warung-warung yang terdapat di pinggir jalan atau di
mana saja, atau membeli berbagai hal, tanpa disadari kita sudah menjadi pelaku
dalam kegiatan bisnis itu sendiri.
Demikian halnya, manakala seseorang
hendak menuju ke suatu tempat, tentu ia membutuhkan alat transportasi dan sejenisnya,,
membeli pulsa dan atau paket kuota, memperbaiki handpone, motor, mobil dan
sebagainya atau juga pergi ke salon merias wajah, menonton konser, kesemua
rangkaian aktivitas tersebut merupakan aktivitas bisnis. Dengan demikian, cukup
gampang jika hendak memahami apa sesungguhnya bisnis dan ruang lingkup di
dalamnya. Bagaimana pandangan Islam?
Salah satu aktivitas sosial ekonomi yang dianjurkan adalah berwirausaha
(bisnis, berdagang). Apa bisnis itu? “Allthose
activity involved in providing good and services need or desire by the people,”
demikian diungkapkan Steinfhoff.
bisnis adalah seluruh aktivitas yang berkaitan dengan penyaluran dan penyediaan barang dan jasa yang dikehendaki oleh orang banyak—dalam Islam, jelas aktivitas bisnis berdampak positif bagi kehidupan individu, keluarga dan mayarakat.
Bahwa bisnis adalah seluruh
aktivitas yang berkaitan dengan penyaluran dan penyediaan barang dan jasa yang
dikehendaki oleh orang banyak—dalam Islam, jelas aktivitas bisnis berdampak
positif bagi kehidupan individu, keluarga dan mayarakat.
Ingin diuraikan, makna kata Bisnis. Asal katanya dari bahasa
Inggris, yaitu business. Asal kata
tersebut yaitu dari kata dasar busy
yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat.
Bila diartikan, kata sibuk setidak-tidaknya memiliki pengertian bahwa seseorang melakukan aktivitas, pekerjaan yang bermanfaat bagi kehidupannya, terutama sekali jika dipandang dari sisi ekonomi. Dengan kata lain, dari aktivitas dan kesibukan yang dilakoninya, seseorang (individu, kelompok, masyarakat) dapat memperoleh imbal balik (keuntungan) terhadap apa yang dilakukannya. Definisi tentang bisnis menurut Griffin dan Ebert (1996) bisnis is an organization that provides goods or services in order to earn profit.
Realitas Bisnis Saat Ini
Dunia bisnis terus mengalami dinamika. Bila dibanding
praktik-praktik bisnis tempo dulu, maka realitas bisnis saat ini lebih kompleks
dan beragam. Dengan kata lain, bisnis hari ini, di samping mudah dan gampang, tetapi
juga kompleks. Pertama, dari
segi jenis, bisnis beragam. Barang
yang dibisniskan bervariasi, entah itu barang dan atau bisnis jasa. Dulu, orang
tak pernah membayangkan hobi merekam video kemudian menguploadnya, lalu apa
yang dilakukannya memiliki angka kunjungan yang tinggi, bisa meraih pundi
rupiah. Penghasilan yang didapatkan, tidak lagi berbicara ratusan ribu rupiah,
tetapi jutaan rupiah. Dulu, tidak terbayangkan, ada pengembangan lebih spesifik
lagi, mengenai bisnis jasa (ojek), sekarang, pengembangan bisnis ojek, sudah
makin spesifik dan bermanfaat bagi masyarakat. Seperti apa contohnya? Sudah tak
asing lagi, nama GOjek atau ojek online. Ojol ini berbasis online, ini di satu
sisi
salah satunya mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang hidup di kota besar,
seperti Jakarta dengan tradisi macetnya. Menkeu, Bambang Brodjonegoro saat
memberikan sambutan di Sidang Tahunan Islamic
Development Bank (IDB) ke-41 mengungkapkan kemacetan di ibu kota memicu
inovasi dan kreativitas di bidang transportasi. Bambang juga mensinyalir “bahwa
Ojek online di Indonesia, punya peluang dan prospek besar”. Grab, kirim barang paketan, jual beli online dan lainnya di telinga seantero
masyarakat.
Kedua, dari sisi waktu, bisnis juga
lebih mudah dan gampang. Nah, ini yang menarik juga diurai. Bahwa praktik
bisnis saat ini lebih cepat dan gampang, tidak terlepas dari perkembangan
IPTEK.
Orang yang ada di posisi penjual, begitu cepat dapat memasarkan barang
dan jasa yang ditawarkan, baik melalui status di Watshap (WA), medsos, Instagram dan lainnya. Apa saja jenisnya,
dapat diakomodir oleh media-media yang sudah seakan menjamur di era revolusi
industri 4.0 saat ini. Demikian halnya, pembeli; begitu gampang dan sangat
mudah menentukan pilihan-pilihan atas barang yang dikehendakinya. Jika
tertarik, dengan cukup meng-klik link (alamat tujuan) dan sebagainya,
belum diel terlebih setelah dijalin
kesepakatan antara kedua belah pihak, sudah terhubung dengan cepat, mudah dan
gampang.
Itulah sedikitnya, gambaran realitas bisnis saat ini. Ilustrasi itu
mungkin hanya sedikit dari praktik riilnya. Saat di mana, berbagai kemajuan dan
perkembangan sudah ada di genggaman realitas tumbuh dan berkembang pesat.
Meskipun demikian, potensi praktik bisnis di samping memudahkan seuatu
yang bermanfaat untuk kemaslahatan bersama, tetapi orang dengan mudah pula
melakukan segala cara (penipuan, investasi bodong dan lainnya).
Beberapa contoh trend praktik bisnis
tahun 2020 misalnya. Ada Investasi yang dikenal dengan nama MeMiles. MeMiles
menjelaskan dirinya sebagai platform aplikasi yang bergerak di bidang Digital Advertising yang memadukan 3
jenis bisnis yakni advertising, market place dan traveling. Adapun cara kerja
aplikasi ini terlihat sangat mudah. Yakni member hanya tinggal menginstal
aplikasi dan melakukan register. Selanjutnya adalah member akan disediakan
pilihan untuk bergabung sebagai customer yakni orang yang pasang iklan dengan
biaya Rp 300.000 atau sebagai calon marketing dengan biaya Rp 600.000.
Selanjutnya setiap customer yang memasang iklan maka MeMiles menjanjikan akan
memberikan bonus berupa jalan-jalan wisata domestik maupun internasional serta
reward menarik lain seperti mobil dan sepeda motor. Serta apabila mengajak
orang lain untuk bergabung akan diberikan komisi sebesar 30 persen. Sedangkan
bagi mereka yang menjadi marketing, MeMiles menjanjikan untuk memberikan gaji
sebesar 9 juta serta reward uang cash hingga Rp 20 miliar (https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/05/084500765/mengenal-investasi-bodong-memiles-beromzet-rp-750-miliar-dan-cara-kerjanya?page=all).
Fenomena bisnis berkedok syariah juga kian bermunculan. Kedok
syariah seakan dijadikan umpan yang sedap bagi konsumen lantaran trend sektor
syariah yang menarik minat konsumen yang ingin hijrah dan lebih patuh terhadap
agama. Berdasarkan riset Rumah.com Property Outlook 2020, seperti dilansir bisnis.com (7/1/2020,) pembelian dan
pembiayaan rumah berbasis syariah mulai populer terutama di kalangan masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini makin memudahkan bagi pengembang bodong
untuk melakukan penipuan lantaran umumnya MBR belum memiliki cukup informasi
terkait dengan pembelian dan pembiayaan rumah berbasis syariah. Maraknya
penipuan perumahan dengan harga murah dan berkedok syariah telah merugikan
ribuan masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia. Hal ini pun menjadi pekerjaan
rumah (PR) bagi pemerintah dalam mengedukasi masyarakat khususnya di daerah.
Banyak juga terdapat praktik yang jauh
dari pemahaman religious agama, yang tidak hanya digarap secara berkelompok
tetapi juga individu. Sejumlah fenomena praktik bisnis tersebut memang rentan
terjadi, terlebih lagi didukung dengan canggihnya perangkat teknologi.
Hubungannya dengan bisnis dan upaya
meraih keuntungan, Umar Baihaqki (akademisi Universitas Negeri Jakarta)
menjelaskan bahwa Motif memperoleh keuntungan berlipat adalah hal yang
manusiawi, ditinggikan, dan tidak bisa disalahkan. Namun, strategi mencari
keuntungan berlipat melalui investasi beresiko yang kemudian membawa
kerugian.Keterlibatan masyarakat dalam arisan berantai merupakan gejala dari
tingginya animo masyarakat merespon penetrasi keuangan. Keterbatasan
informasilah yang membuat masyarakat terjebak dalam kegiatan investasi
manipulatif. Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dalam
berinvestasi (https://kolom.tempo.co/read/1300226/memiles).
Bagaimana Islam memandang bisnis? Islam bukan agama kaku. Islam bukan
agama yang anti kemajuan dan perkembangan. Pendek kata, Islam adalah agama
universal, yang ajarannya dalam berbagai aspek, termasuk aspek bisnis, Islam
membuka diri; mengarahkan perilaku bisnis yang mengedepankan sisi kemaslahatan
hidup manusia. Intinya, Islam memberikan tuntunan dan pedoman. Hanya saja,
ketika terjadi sebuah pelangaran, apalagi jika sampai merugikan masyarakat
banyak tentu sangat dibenci oleh agama. Bila
melaksanakan etika bisnis Islam niscaya akan meraih sukses dalam bisnis.
Sebaliknya, walaupun ia seorang muslim dan berbisnis dengan label Islam, tapi
meninggalkan etika bisnis, niscaya sulit mengembangkan bisnisnya. Bukankah,
alangkah, akan lebih sempurna dan mudah, berbisnis label Islam dan menerapkan
etika bisnis sesuai syari’at Islam, pasti kesuksesan tidak dapat ditolak lagi (Adiwarman Karim, 2001).
https://youtu.be/7-Q5c5RAECo
Post a Comment