By: Masyhur
(Mengabdi di Keluarga Kecilnya. Juga di Punia Pendidikan)
PULANG yang sesungguhnya bukan ke rumah, ke Surakarta sebagaimana pernah ia Sapardi Joko Damono, seorang penyair di negeri ini, dilahirkan, atau ke suatu tempat dan di sana ada yang kita rindukan, melainkan kembali hanya ke pada Sang Pencipta.
Seorang filsuf Arab besar, Abdurrahman Badawi mengatakan sebagaimana dikutip KH Husein Muhammad dalam pendahuluan buku Otobiografinya : “Qisshah Hayati” (Kisah Hidupku):
بالصدفة اتيت الى هذا العالم. وبالصدفة ساغادر هذا العالم.
“Tanpa kehendakku aku hadir di dunia ini, dan tanpa kehendakku pula aku meninggalkan dunia ini.”
Tak ada siapapun yang tahu kapan, di mana dan dalam keadaan apa Tuhan memanggilnya pulang. Semuanya ada di Tangan Allah.
Nah, pada saat mendengar kematian manusia itu, aku selalu teringat firman Allah ini:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan bersiap-siaplah kalian semua akan datangnya suatu hari saat kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap diri ditunaikan segala yang telah dikerjakannya, dan mereka tak dirugikan”.(Q.s. Al-Baqarah, 281).
Dan:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) hari di saat harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. (Q.s. al-Syu’ara, 88).
Kepulangan Sapardi Djoko Damono
Kini SDD benar-benar pulang. Tak kembali. Pulang yang sesungguhnya, ke pangkuan Sang Pencipta.
SDD hanya contoh setelah sekian banyak orang-orang yang juga berpulang kehadirat Tuhan. Akan kita ikuti jejaknya. Kita suatu saat akan mengalami apa yang SDD alami. Kalau tak besok, mungkin lusa. Kalau tak lusa mungkin juga seminggu lagi, sebulan lagi: kita tak tau pasti. Yang pasti adalah kita akan pulang. Pulang yang sesungguhnya.
Kematian yang juga berarti 'Kepulangan Sesungguhnya" adalah sesuatu yang paling misteri. "The death is untheological," ujar seorang filosof. Kematian, kepulangan ibarat lubang mengangga--yang setiap saat akan menenggelamkan siapa saja. Kematian, bagiku, adalah keterpisahan segala unsur. Ini mungkin yang dimaksud oleh Guru mengajiku, "Memisahkan alam parsial dan alam universal".
Penyair yang juga alademisi Sapardi lahir di Surakarta, 20 Maret 1940. Ia dikenal dengan berbagai karya sastranya seperti Hujan Bulan Juni, Perahu Kertas hingga Aku Ingin.
Puisinya cukup menghujam qalbu. Ia kini pergi. Pulang ke sang empunya hidup, pad Minggu (19/7/2020).
Ingin kutulis lagi puisi-puisi SDD.
Aku Ingin
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Pada Suatu Hari Nanti
“Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
Ingin juga aku bikin puisi, mengenangnya.
Untuk Sapardi Djoko Damono
Hati teriris
sembilu
seketika sontak menyergapku, dari setiap penjuru
bukan main, kagetku
mendengar berita kepergianmu.
Aku baru mulai menulis puisi
sepagi ini sembari nyeruput segelas kopi
berharap sajakmu menemani
Biar lekas enyah rasa sunyi
tinggal kenangan
Saat kali kedua jatuh cinta
seperti bunyi sajakmu: "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana"
selamat jalan, selamat jalan Prof
akademisi Sang Penyair Indonesia tampil apa adaya
1940-2020
Post a Comment