Hidup Sederhana dan Merasa Cukup

 By: Masyhur

(Penulis, Pengajar dan Kepala Rumah Tangga)

SALAH satu sikap hidup yang dianjurkan Islam adalah pola hidup sederhana. Hidup sederhana dekat sekali makna dan pengertiannya dengan merasa cukup (qana’ah). Ketika seorang sudah bersikap hidup sederhana, pada saat itu pula hakikatnya seseorang tersebut telah bersyukur atas nikmat “cukup’ yang diperoleh. Demikian pula sebaliknya, saat di mana seseorang merasa cukup, secara tidak langsung seseorang sudah memiliki bahkan terpateri dalam jiwanya sikap sederhana.

Bila dicermati, ungkapan/frase ‘hidup sederhana’ dan ‘merasa cukup’ memang terlihat datar, pongah, seolah tak memiliki makna kemajuan dan filosofi progressif dalam meraih sesuatu. Bukan pula, hidup sederhana itu, bermakna hidup primitif yang serba kekurangan. Namun sebaliknya, tidak serta merta harus dimaknai selayaknya pernyataan tadi.


Makna sikap ‘hidup sederhana’ dan ‘merasa cukup’ juga sering dipertentangkan, apalagi dengan kemajuan dan raihan prestasi zaman yang sudah sedemikian canggih. Sering dipertentangkan karena sikap hidup sederhana, merasa cukup, seolah menggambarkan bahwa seseorang biasanya bersikap pasif, diam menopang dagu sembari memeluk bahu, berpangku tangan. Jika dimaknai seperti itu, maka sudah tentu sebuah, kekeliruan.

Hidup sederhana, merasa cukup harus digeser pengertiannya ke arah sesuatu yang bermakna positif dan memberikan makna hidup. Makna sederhana dan merasa cukup harus mampu mencerminkan bahwa, “manusia adalah pemakmur bumi”. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa makna memakmurkan bumi, berarti orang Islam diajarkan sekaligus didorong untuk lebih maju dalam segala hal tetapi perilaku religius tidak sendirinya diabaikan begitu saja, melainkan sikap religious adalah katalisator dalam setiap tindakan dan perilaku. Bahkan religious itu ibarat landasan tempat berpijak untuk memilah-pilah sebuah tindakan yang hendak dilakukan.  Jadi, mengenai sikap ‘hidup sederhana’ dan ‘merasa cukup’ dianjurkan dan diperintahkan oleh Allah, karena filosofi dari kedua hal ini mengandung kebaikan-kebaikan dan mencegah pada datangnya keburukan-keburukan yang dapat mencelakakan hidup manusia.

Mantan pengurus MUI, KH Hasan Basri, seperti dikutip Abadul Chair (2001: 152-153) mengungkapkan beberapa hal yang ditmbulkan dan bisa membawa manusia pada hal-hal yang negatif, jika tidak menlandasi hidupnya dengan pola hidup sederhan yaitu : 1) adanya kecendrungan tumbuhnya gaya hidup mewah dan boros yang mengakibatkan manusia rakus terhadap harta benda;  keccendrungan mengabaikan ajaan dan pesan-pesan agama, dari hal-hal sepele hingga permasalahan yang dianggap besar; 3) makin meluasnya penggunaan narkotika (narkoba), minuman keras dan sebagainya yang mengakibatkan kerusakan jasmani dan rohani; 4) tidak adanya penetrasi dari unsur-unsur kebudayaan asing yang bertentangan dengan kpribadian bangsa yang merugikan.

Dengan demikian, oleh karena mengandung kebaikan-kebaikan, maka manusia diperintahkan untuk menerapkan prinsip hidup sederhana dan merasa cukup. Mengapa perlu hidup sederhana? Tidak terlepas bahwa agar manusia tidak mengalami tekanan bathin, over frustration dan efek-efek lain yang dapat menjadi sesuatu yang mengancam kehidupan manusia ketika suatu saat tak mendapatakan apa yang diinginkan juga saat kegagalan berpihak ke arahnya, lantas ia pun tidak meraih apa yang diinginkannya.

Apa sikap hidup sederhana dan merasa cukup masih relevan dalam era kehidupan yang serba mengalami dinamika perubahan dan kemajuan saat ini?

Justru di sinilah letak pentingnya perwujudan sikap-sikap demikian. Sikap hidup sederhana, merasa cukup adalah jalan tengah, sebagai pilihan ‘yang baik’ dan terbaik’. Tidak terlalu ke kiri, tidak pula cenderung untuk ke kanan. Inilah yang disinyalir sebuah hadist “Sebaik-baik persoalan adalah yang berada di tengah”.

 Membangun kesadaran, tidak cinta dunia, ikhlas, tidak bakhil, adalah beberapa nilai tambah hidup sederhana. banyak juga yang lainnya 

Banyak sekali manfaat dan kelebihan sikap hidup sederhana. Secara umum, dapat diuraikan sebagai berikut: Yaitu, 1) kesadaran. Menyadarkan kepada manusia, bahwa segala sesuatu (harta benda, jabatan dan kekuasaan) yang sedang diamanahkan kepada manusia, hakikatnya adalah titipan Allah. Manusia hanya, diberikan amanah untuk memanfaatkannya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. 2). Tidak cinta dunia. Sikap hidup sederhana dan merasa cukup, dapat melenyapkan sifat hubbud al-duniya dalam diri manusia. Cinta kepada kehidupan secara membabi buta, dapat menghilangkan keimanan yang ada dalam diri manusia. 3) ikhlas. Sikap hidup sederhana dan merasa cukup mendidik manusia untuk membiasakan diri ikhlas. Ikhlas adalah sifat-sifat baik yang harus ada dalam diri manusia yang mengaku muslim. 3) bakhil. Ini, adalah sifat yang harus dihindari setiap muslim. Sifat ini, hanya akan mendatangkan mala petaka bagi manusia.

Orang boleh saja, memperoleh dan memiliki harta benda yang banyak, tetapi, tidak boleh dilalaikan olehnya—dari mengingat Allah.

Amalan konkrit dan nyata dari sikap hidup sederhana dan merasa cukup dapat dilihat dalam hampir semua bidang kehidupan, seperti politik, pendidikan, budaya dan sebagainya. Hanya saja, dalam tulisan ini, meniliknya dalam bidang-bidang yang lebih berkaitan dengan sosial-ekonomi. Dengan hanya mengemukakan di bdiang sosial-ekonomi, sesungguhnya tidak membuat makna hidup sederhana menjadi sempit, tetapi karena, memang bisa dikait-kelindakan dengan bidang-bidang lainnya.

Orang misalnya, boleh mengejar harta benda, kekuasaan dan jabatan, tetapi ketika ia gagal, maka ia sadar bahwa sesungguhnya belum jadi bagian yang dikehendaki oleh Allah. Jika ini, terpelihara dalam diri manusia, maka, ia akan mampu merasakan betapa pentingnya hidup ‘merasa cukup’. Orang boleh saja, memperoleh dan memiliki harta benda yang banyak, tetapi, tidak boleh dilalaikan olehnya—dari mengingat Allah. Artinya, bahwa dengan apa yang dimilikinya, justru ia mampu menebar kebaikan-kebaikan di tengah-tengah kehidupan manusia.





Post a Comment

Previous Post Next Post