SALAH satu sikap hidup yang dianjurkan
Islam adalah pola hidup sederhana. Hidup sederhana dekat sekali makna dan
pengertiannya dengan merasa cukup (qana’ah).
Ketika seorang sudah bersikap hidup sederhana, pada saat itu pula hakikatnya
seseorang tersebut telah bersyukur atas nikmat “cukup’ yang diperoleh. Demikian
pula sebaliknya, saat di mana seseorang merasa cukup, secara tidak langsung
seseorang sudah memiliki bahkan terpateri dalam jiwanya sikap sederhana.
Bila dicermati, ungkapan/frase
‘hidup sederhana’ dan ‘merasa cukup’ memang terlihat datar, pongah, seolah tak
memiliki makna kemajuan dan filosofi progressif dalam meraih sesuatu. Bukan
pula, hidup sederhana itu, bermakna hidup primitif yang serba kekurangan. Namun
sebaliknya, tidak serta merta harus dimaknai selayaknya pernyataan tadi.
Makna sikap ‘hidup sederhana’
dan ‘merasa cukup’ juga sering dipertentangkan, apalagi dengan kemajuan dan
raihan prestasi zaman yang sudah sedemikian canggih. Sering dipertentangkan
karena sikap hidup sederhana, merasa cukup, seolah menggambarkan bahwa
seseorang biasanya bersikap pasif, diam menopang dagu sembari memeluk bahu,
berpangku tangan. Jika dimaknai seperti itu, maka sudah tentu sebuah,
kekeliruan.
Hidup sederhana, merasa cukup
harus digeser pengertiannya ke arah sesuatu yang bermakna positif dan
memberikan makna hidup. Makna sederhana dan merasa cukup harus mampu
mencerminkan bahwa, “manusia adalah pemakmur bumi”. Manusia diciptakan untuk
menjadi khalifah di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa makna memakmurkan bumi,
berarti orang Islam diajarkan sekaligus didorong untuk lebih maju dalam segala
hal tetapi perilaku religius tidak sendirinya diabaikan begitu saja, melainkan
sikap religious adalah katalisator dalam setiap tindakan dan perilaku. Bahkan
religious itu ibarat landasan tempat berpijak untuk memilah-pilah sebuah
tindakan yang hendak dilakukan. Jadi,
mengenai sikap ‘hidup sederhana’ dan ‘merasa cukup’ dianjurkan dan
diperintahkan oleh Allah, karena filosofi dari kedua hal ini mengandung
kebaikan-kebaikan dan mencegah pada datangnya keburukan-keburukan yang dapat
mencelakakan hidup manusia.
Mantan pengurus MUI, KH Hasan
Basri, seperti dikutip Abadul Chair (2001: 152-153) mengungkapkan beberapa hal
yang ditmbulkan dan bisa membawa manusia pada hal-hal yang negatif, jika tidak
menlandasi hidupnya dengan pola hidup sederhan yaitu : 1) adanya kecendrungan
tumbuhnya gaya hidup mewah dan boros yang mengakibatkan manusia rakus terhadap
harta benda; keccendrungan mengabaikan
ajaan dan pesan-pesan agama, dari hal-hal sepele hingga permasalahan yang
dianggap besar; 3) makin meluasnya penggunaan narkotika (narkoba), minuman
keras dan sebagainya yang mengakibatkan kerusakan jasmani dan rohani; 4) tidak
adanya penetrasi dari unsur-unsur kebudayaan asing yang bertentangan dengan
kpribadian bangsa yang merugikan.
Dengan demikian, oleh karena
mengandung kebaikan-kebaikan, maka manusia diperintahkan untuk menerapkan
prinsip hidup sederhana dan merasa cukup. Mengapa perlu hidup sederhana? Tidak
terlepas bahwa agar manusia tidak mengalami tekanan bathin, over frustration dan efek-efek lain yang
dapat menjadi sesuatu yang mengancam kehidupan manusia ketika suatu saat tak
mendapatakan apa yang diinginkan juga saat kegagalan berpihak ke arahnya,
lantas ia pun tidak meraih apa yang diinginkannya.
Apa sikap hidup sederhana dan
merasa cukup masih relevan dalam era kehidupan yang serba mengalami dinamika
perubahan dan kemajuan saat ini?
Justru di sinilah letak
pentingnya perwujudan sikap-sikap demikian. Sikap hidup sederhana, merasa cukup
adalah jalan tengah, sebagai pilihan ‘yang baik’ dan terbaik’. Tidak terlalu ke
kiri, tidak pula cenderung untuk ke kanan. Inilah yang disinyalir sebuah hadist
“Sebaik-baik persoalan adalah yang berada
di tengah”.
Membangun kesadaran, tidak cinta dunia, ikhlas, tidak bakhil, adalah beberapa nilai tambah hidup sederhana. banyak juga yang lainnya
Banyak sekali manfaat dan
kelebihan sikap hidup sederhana. Secara umum, dapat diuraikan sebagai berikut:
Yaitu, 1) kesadaran. Menyadarkan kepada manusia, bahwa segala sesuatu
(harta benda, jabatan dan kekuasaan) yang sedang diamanahkan kepada manusia,
hakikatnya adalah titipan Allah. Manusia hanya, diberikan amanah untuk memanfaatkannya
sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. 2). Tidak cinta dunia. Sikap
hidup sederhana dan merasa cukup, dapat melenyapkan sifat hubbud al-duniya dalam diri manusia. Cinta kepada kehidupan secara
membabi buta, dapat menghilangkan keimanan yang ada dalam diri manusia. 3) ikhlas.
Sikap hidup sederhana dan merasa cukup mendidik manusia untuk membiasakan
diri ikhlas. Ikhlas adalah sifat-sifat baik yang harus ada dalam diri manusia
yang mengaku muslim. 3) bakhil. Ini, adalah sifat yang harus dihindari
setiap muslim. Sifat ini, hanya akan mendatangkan mala petaka bagi manusia.
Orang boleh saja, memperoleh dan memiliki harta benda yang banyak, tetapi, tidak boleh dilalaikan olehnya—dari mengingat Allah.
Amalan konkrit dan nyata dari
sikap hidup sederhana dan merasa cukup dapat dilihat dalam hampir semua bidang
kehidupan, seperti politik, pendidikan, budaya dan sebagainya. Hanya saja,
dalam tulisan ini, meniliknya dalam bidang-bidang yang lebih berkaitan dengan
sosial-ekonomi. Dengan hanya mengemukakan di bdiang sosial-ekonomi,
sesungguhnya tidak membuat makna hidup sederhana menjadi sempit, tetapi karena,
memang bisa dikait-kelindakan dengan bidang-bidang lainnya.
Orang misalnya, boleh mengejar
harta benda, kekuasaan dan jabatan, tetapi ketika ia gagal, maka ia sadar bahwa
sesungguhnya belum jadi bagian yang dikehendaki oleh Allah. Jika ini,
terpelihara dalam diri manusia, maka, ia akan mampu merasakan betapa pentingnya
hidup ‘merasa cukup’. Orang boleh saja, memperoleh dan memiliki harta benda
yang banyak, tetapi, tidak boleh dilalaikan olehnya—dari mengingat Allah.
Artinya, bahwa dengan apa yang dimilikinya, justru ia mampu menebar
kebaikan-kebaikan di tengah-tengah kehidupan manusia.
Post a Comment