Prihal FILSAFAT dan EKONOMI ISLAM

 


Magribi, mahasiswa FE UNU NTB (Foto: Dokumen Pribadi)


By: MAGRIBI

 

SEMPATBACA.COM- Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani “Philein dan Philo” yang berarti Cinta dan “Sophia” yang berarti Kebenaran. Filsafat adalah upaya untuk mencari hakikat kebenaran, baik sesuatu yang berdimensi etika dan berdimensi rasional. Berpikir dalam filsafat, bukan berarti sembarang’ berpikir, namun pikiran kita harus secara radikal sampai ke akar-akarnya.

Filsafat sangatlah penting untuk dipahami, karena dengan filsafat kita bisa mengetahui/memahami kebenaran segala sesuatu secara lebih mendalam, sehingga dengan begitu akan timbul kebijaksanaan dalam diri.

Menurut pendapat Aristoteles, filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran. Di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.

Mengenai perkembangan Filsafat. Adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan, begitu juga dengan filsafat yang terus menerus berkembang tidak hanya menjadi dinamika melainkan mengalami dialektika yang tak berkesudahan. Ada yang menarik dikemukakan Stephen Palmquis. Dia berujar,  “Filsafat adalah upaya pencarian secara tak jemu-jemu terhadap kebenaran dan penerapannya yang sejalan dan relevan dengan  kehidupan kita”.

BACA JUGA : Tentang Sistem EKONOMI

Atas dasar hal tersebut setidaknya memberikan satu gambaran bahwa filsafat terus menerus berkembang berangkat dari titik satu ke titik-titik yang lain. Filsafat yang  sekarang dikenal tidak tiba-tiba muncul melainkan telah mengalami fase demi fase secara bertahap. Perkembangan filsafat dipengaruhi oleh tiga factor yaitu: 1) Pemikiran (tought). Setiap pemikiran yang lahir dari seseorang menghasilkan sesuatu yang berdampak pada lahirnya teori-teori, teori berkembang jadi landasan pemikiran untuk terbukanya peluang penelitian dan kajian; 2) Responsifisme (couriousity). Besarnya rasa kaingin tahuan manusian membuat sesuatu yang terjadi menjadi awal bagi apa yang ingin dicapai manusia sehingga membuatnya terus menerus mencari tahu asal dan sebab fenomena yang dihadapi; 3) Kesesuaian (relevansi). Seiring dengan perkembangan zaman, filsafat dituntut untuk berkembang agar sesuai atau relevan dengan situasi dan kondisi saat ini. Filsafat ini bermula pada bangsa Yunani, namun pada saat itu mayoritas bangsa Yunani menyebutnya sebagai dongeng/cerita yang dikenal sebagai mitologi.

Lalu, sejak meninggalnya Aristoteles, lahirlah agama Kristen yang disebut periode Hellenistik (menunjukan gabungan antara budayaYunani dan asia kecil, siria, Mesopotamia, dan Mesir kuno). Pada masa ini filsafat perhatiannya lebih aplikatif, kurang memperhatikan metafisika, dengan semangat yang eklektik (mensintesiskan pendapat yang berlawanan), bercorak mistis dan cenderung kehilangan otonominya. Filsafat bercirikan teosentris (kebenaran berpusat pada wahyu Tuhan).

Filsafat pada abad pertengahan ini juga disebut filsafat scholastic, yakni filsafat yang coraknya, bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi. Para filsuf berupaya, memadukan antara pemikiran Rasional (pemikiran Aristoteles) dengan wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai sintesa antara kepercayaan dan akal. Dalam keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam, sehingga ajaran Islam dengan sudut pandang filsafat (rasional) dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh dari pemikiran ahli filsafat yunani (hellenisme), sehingga keyakinan agama perlu landasan filosofis agar menjadi suatu keyakinan yang rasional. Setelah itu dilihat pemikiran agama dari perspektif  filosofis terjadi di dunia Islam maupun Kristen, sehingga para ahli mengelompokkan filsafat Skolastik menjadi filsafat skolastik Islam dan skolastik Kristen.

BACA JUGA :Tauhid sebagai Inti EKONOMI ISLAM

Pada masa modern ini pemikiran filosofis kembali diwarnai. Yang mana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan, imbasnya kemudian, pada upaya bagaimana menghubungkan antar ajaran gereja dengan pemikiran filsafat, Sehingga terlahirlah seorang pelopor yaitu Descartes. Descartes mengatakan bahwa cagitoergosum: saya berfikir maka saya ada. Maksudnya, posisi rasio/pemikiran sumber pengetahuan akan menjadi semakin kuat dan pengaruhnya cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga pikiran menguatkan kepada kepastian. Namun demikian ada seorang tokoh dari kalangan filosof penganut emperisme yaitu David Hume dan John Locke bersi keras menantang argumen Descartes, meraka mengatakan bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari pengalaman lewat pengamatan empiris.

Setelah itu munculah Immanuel Kant sebagai penyempurnaan dari perdebatan antara Descartes dengan David Hume dan john locke. Dia berhasil membuat sintesis antar rasionalisme dan empirisme, dengan pernyataan “berani berfikir sendiri” yang artinya mendorong upaya pikiran manusia tanpa perlu takut kungkungan dari gereja.

Dari sini, lahir pandangan emperisme dan positivism. Ia berpengaruh terhadap tiga tingkatan dengan alam semesta yaitu: tingkatan teologi, metafisik, dan tingkatan positif.

Semua sudah jelas bahwa pencapaian manusia dibidang pemikiran ilmiah berimbas bagi teori-teori yang bergeser ke arah lebih spesifik berdasarkan karakteristik dalam suatu ilmu. Siklus yang terjadi dalam dinamika perkembangan filsafat begitu penting dalam kehidupan manusia. Filsafat menjadi arus satu-satunya untuk mengetahui sesuatu yang merupakan wujud, asal, maksud guna atau akibat akhir setiap keadaan/kejadian dalam alam tabiat.

Uraian-uraian di atas, saya kutip dari dari buku “Filsafat Ekonomi Islam”. Buku itu ditulis Masyhur, S.EI.,M.E. salah satu staf pengajar di UNU NTB. Dari buku itu, saya agaknya bisa memahami, apa itu Filsafat.

Lebih jauh, dalam buku itu juga diulas mengenai filsafat ekonomi Islam. Ada tiga hal penting yang disampaikan penulis mengenai struktur filsafat yaitu: aspek ontologi, aspek epistemologi dan aspek aksiologi.

Bagi filsafat ekonomi Islam, Tauhid adalah sumber utama fislafat ekonomi Islam. Dari nilai Tauhid, baru kemudian, beberapa nilai turunan, menjadi dasar dan pengembangan dari filsafat ekonomi Islam. Yang hendak memahami apa itu Filsafat Ekonomi Islam, buku yang saya sebut tadi, cukup rekomended untuk dibaca.  

Post a Comment

Previous Post Next Post