Tiga Eksperimen 'Pondok Naga' Darul Hikmah

 

By: YUSUF TANTHOWI 

SempatBaca-Setelah beberapa kali 'reschedule' untuk bertemu, kemarin sore akhirnya bertemu juga dengan TGH. Khalilurrahman Khalil Darul Hikmah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikmah, Tanak Beak, Narmada, Lombok Barat. Saat beliau ada waktu, saya di Lombok Timur, ketika saya ada kesempatan beliau ada agenda. Begitu beberapa kali.

Pondok ini lebih populer disebut dengan sebutan 'pondok naga', karena sejak awal pendirian Tuan Guru Khalil mengembangkan tanaman yang bernama latin hylocereus dan selenicerius asal Meksiko ini kaya manfaat bagi kesehatan ini.

Wajar kalau setiap tamu yang berkunjung ke sana disuguhkan dengan buah Naga matang dari pohonnya. Kalau buah berkulit merah dan kaya air itu disuguhkan di hadapan, siapa yang tidak tertarik mencicipinya. Model jamuan sederhana nan khas ini tentu akan meninggalkan kesan dan pengalaman (experience) yang bisa membekas di ingatan tamu yang berkunjung.

Setahu saya, Darul Hikmah bisa disebut paling awal mengembangkan buah Naga di Lombok sebelum tanaman ini populer ditanam di berbagai tempat. Mulai dari lahan khusus untuk dijual sampai ditanam di halaman dan tembok rumah warga. Tentu saja, produktivitasnya menghasilkan buah akan berbeda kalau dirawat dengan yang tidak terawat.

Ketika pondok pesantren lain pada awal merintis sibuk mencari dana untuk bangunan fisik, pondok ini malah sibuk mengembangkan buah naga dilahan pondok bersama para santri dan ustazd. Ini ternyata menarek banyak orang untuk datang melihat proses pengembangan buah naga yang saat itu tanaman ini belum sepopuler sekarang.

Itulah eksperimen pertama yang saya tangkap. Walau saya sendiri sudah lama kenal dengan TGH.Khalil yang merupakan adik kandung TGH.Hasanain Juwaini, pengasuh Ponpes Nurul Haramain Narmada dan menantu TGH.Sya'ban, SH - mantan sekretaris PWNU NTB serta Kepala Kemenang Lombok Barat. Dulu beberapa kali pernah melintas depan pondok yang nampak bangunan depan saja. Ternyata kedalam cukup luwas dengan bangunan tertata.

Pesantren itu identik dengan akhirat, ilmu, ahlak, sedang pariwisata dikesankan dengan hiburan, hedonisme, cinta dunia, gaya hidup liberal dan kesan-kesan negatif lainnya. Padahal semua aspek hidup selalu punya dua sisi, tinggal bagaimana memaksimalkan sisi baiknya

Di sana saya juga bertemu dengan bapak Rudy Lombok II - seorang pelaku travel pariwisata yang cukup dikenal di Lombok. Dari beliau mengalir berbagai cerita tentang kondisi pariwisata Lombok saat pandemi ini. Selaku pelaku langsung periwisata, ia tentu cukup memahami seluk beluk peristiwa dan berbagai potensi pengembannya.

Namun sisi lain yang menarek dari seorang Rudy Lombok yang mungkin banyak orang tidak tahu hubungannya dengan TGH.Khalil dan Darul Hikmah. Saat kami asyik ngobrol ditemani kopi hangat, ia salam lalu duduk bersama kami. Dari sikapnya saya menangkap ia cukup akrab dan dekat dengan TGH.Khalil. Tak lama setelah itu ia menyerah lipatan lembaran warna merah kepada TGH.Khalil lalu dihitung.

“Sebenarnya beliau (penyumbang) minta transfer langsung lewat rekening tapi saya tidak mau. Saya mau ada transparansi dan saksi. Disini juga ada Ust.Yusuf dan Ust.Ilham yang menyaksikan. Kita do'akan semoga beliau dimudahkan rezeki, diberikan kesehatan, .....Al Fatihah...Bismillahir....” pimpin TGH.Kholil.

Setelah itu saya diminta ikut berfoto sebagai bukti penyerahan sumbangan seorang warga Malaysia yang beberapa tahun lalu pernah dibawa berkunjung ke 'pondok Naga' oleh bapak Rudy Lombok. Warga Malaysia itu ternyata sangat berkesan dengan 'pondok naga' sehingga ia tertarek membiyai biaya beberapa orang santri sampai tamat dan rutin menyumbang dana pembangunan pondok.

Dari sana terungkap cerita, beberapa wisatawan yang pernah dibawa berkunjung oleh Rudy Lombok sangat terkesan dengan suasana, pengalam dan penerimaan saat berkunjung ke ponpes Darul Hikmah. Mereka bukan hanya berdialog, bercakap-cakap dan berinteraksi dengan santri dan ustazd tapi ada yang terharu bahkan menangis melihat semangat santri-santri dalam belajar. Dari sana tergerak hatinya untuk mau membiayai biaya belajar santri sampai tamat dan menyumbang untuk pembangunan pondok. Dan munculnya ide untuk menjadi orang tua asuh.

Pola 'orang tua asuh' ini dikembangkan oleh Darul Hikmah melalui wasilah (perantara) bapak Rudy Lombok yang sering membawa wisatawan mancanegara berkunjung ke pondok naga. Selain sebagai strategi melatih kemampuan bicara bahasa Inggris (speaking) para santri dan ustazd, cara itu juga bagian dari upaya pondok untuk membuka wawasan, pengetahuan dan jaringan global para santri dan ustazd.

"Itu juga cara kita untuk mengenal Islam di Lombok kepada wisatawan mancanegara yang datang ke Lombok. Karena pariwisata itu bukan semata untuk jalan-jalan, cari hiburan dan senang-senang. Paristiwa itu juga menyangkut pengalaman, kesan, kondisi dan penerimaan dari komunitas masyarakat yang mereka kunjungi. Itu malah akan jadi oleh-oleh menarek bagi mereka" terang Rudy Lombok.

Dari sana lah saya mulai terbayang model 'pesantren pariwisata' yang bisa dikembangkan ke depan di Lombok. Bukankah Lombok bukan seja dikenal dengan ‘pulau seribu masjid’ tapi juga mungkin 'pulau dua ribu lebih pesantren'. Sektor pariwisata dan pesantren akan saling bekerjasama bukan saling membelakangi. Karena keduanya bukan dua kutub yang berbeda atau berlawanan. Kedepannya bisa menciptakan destinasi-destinasi pesantren.

"Yang dari Jerman itu malah orang atais. Saya sempat kaget juga dengan pertanyaannya. Kalau minyak itu dari fosil yang terkubur ratusan tahun berarti tulang belulang para nabi juga jadi minyak. Kan dalam Islam memakan bangkai hukumnya haram" tambah alumni Ponpes Darussalam, Gontor, Ponorogo ini.

BACA JUGA : Media dan Perubahan di Sekitar Kita

Menarik wisatawan datang ke pondok pesantren menurut saya eksperimen kedua yang saya temukan dari pondok Naga. Hal ini tentu saja tidak banyak dilakukan oleh pondok-pondok pesantren lain di Lombok, termasuk pondok-pondok besar yang memiliki santri sampai ribuan. Mungkin karena pesantren dan pariwisata dianggap dua hal yang berbeda jauh.

Pesantren itu identik dengan akhirat, ilmu, ahlak, sedang pariwisata dikesankan dengan hiburan, hedonisme, cinta dunia, gaya hidup liberal dan kesan-kesan negatif lainnya. Padahal semua aspek hidup selalu punya dua sisi, tinggal bagaimana memaksimalkan sisi baiknya. Pada sosok orang seperti Rudy Lombok itu lah kita bisa melihat cara memanfaatkan sisi baik pariwisata. Ibarat pribahasa " tampang boleh preman tapi hati malaikat ". Itu artinya, dari sektor apa saja dan oleh siapa saja bisa memberikan kontribusi kebaikan kepada orang lain.

Eksperimen ketiga, saya diajak oleh TGH.Khalil untuk mengembangkan metode pembelajaran mind map di Darul Hikmah. Baginya metode mind map (peta pikiran) itu perlu dikembangkan agar para santri dan guru bisa dan berani menerangkan, menjelaskan pelajaran secara detail dan sistimatis berdasarkan pemahamannya. Selama ini mayoritas pondok mengandalkan metode menghapal.

"Saya lihat dan perhatikan kyai-kyai atau ustazd seperti Adi Hidayat, Gus Baha dan lain-lain itu bisa menerangkan isi kitab secara detail dan panjang sambil mencoret-coret. Itu semua kan metode mind map. Saya ingin menerapkan itu bagi santri dan guru-guru sehingga metode belajarnya lebih kreatif. Kalau metode belajarnya dengan mendikte kan gaya lama itu. Bila perlu kita buatkan kurikulumnya sehingga terukur " jelasnya.

TGH.Khalil tertarik mengajak saya mendiskusikan hal itu karena melihat postingan Facebook saya yang pernah beberapa kali mengadakan pelatihan singkat tentang mind map di beberapa pondok pesantren, baik di Lombok Timur, Lombok Barat dan Lombok Utara. Untuk kalangan mahasiswa saya beberapa kali mengadakan pelatihan yang saya gabungkan dalam pelatihan menulis kreatif bagi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Universitas Mataram (UNRAM) dan Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat) yang pernah PPL di Somasi NTB.

Secara umum belajar menggunakan metode mind map di kalangan pesantren di Lombok memang jarang terdengar. Bisa jadi belum pernah dengar metode itu atau pernah dengar tapi tidak pernah coba dikembangkan. Termasuk juga di sekolah-kolah umum. Ada yang pernah pelajari atau lakukan secara pribadi namun tidak diterapkan secara kelembagaan dan kebijakan. Padahal metode mind map sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan kreativitas belajar anak.

Metode mind map ditemukan oleh Tony Buzan - seorang Psikolog, pendidik, konsultan pendidikan dan penulis dari Inggris. Ia menggabungkan pendekatan belajar menggunakan otak kiri (rasional) dan otak kanan (emosional). Maka mind map menggabungkan tehnik menulis, menggambar (simbol) dan membuat garis dari berbagai sisi dengan warna warni.

Metode mind map sangat berguna untuk meningkatkan daya ingat, kreativitas dan produktivitas belajar dan bekerja. Maka mind map dapat digunakan untuk kepentingan belajar, brainstorming, membuat presentasi, mencatat, managemen, startegi bisnis, membuat perencanaan acara, mengurai akar akar masalah dan mencari solusi.

Pondok pesantren sebenarnya punya kesempatan dan sumber daya untuk melakukan banyak kreativitas eksperimen untuk mengembangkan SDM santri, ustazd, jamaah dan berbagai pihak yang bergelut di dalamnya. Apa lagi kalau sudah terbiasa berpikir out the box dalam menghadapi berbagai tantangan yang mereka hadapi. Dan salah satu kunci melakukan eksperimen berkolaborasi dengan banyak pihak. Terbuka dan mau menerima ide, gagasan dan pengetahuan orang lain meski tidak punya hubungan kekeluargaan dan kelompok. Semoga eksperimen ketiga ini juga bisa segera diterapkan dan berhasil. []

Post a Comment

Previous Post Next Post