Amaq Dahri dan Kenangan Selaku Santri Tuan Guru Abhar Pagutan

 

Foto: Dokumen Yusuf


Oleh : YUSUF TANTHOWI*) 


SempatBaca.com- SAYA bertemu Amaq Dahri ketika mengisi materi penulisan opini pada kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) ke – 22 Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) RO’YUNA, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Sabtu (24/10) kemarin. Saya dan LPM RO’YUNA memang punya ‘kedekatan khusus’ sehingga hampir setiap tahun mereka merekrut anggota baru melalui PJTD.

Saya sudah seperti ‘pembicara tetap’ karena setiap tahun diminta menjadi pembawa materi menulis. Masyhur Majsa, dosen ekonomi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB dan Firman Syah, guru dan ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) juga mengisi materi yang berbeda-beda. Pulangnya kami harus berteduh dijalan karena sampai bertais hujan turun cukup lebat.

Amaq Dahri, warga Langko, Lingsar, Lombok Barat dipilih sebagai ‘tuan rumah’ PJTD ke-22 LPM RO’YUNA. Salah seorang putra Amaq Dahri merupakan anggota LPM RO’YUNA. Sampai disana tentu saja kita merasakan suasana desa dan perkebunan yang sejuk dan rimbun.

Suasanya kebun yang sejuk dan dingin serta keramahan Amaq Dahri menerima kami menambah kenyamanan untuk berlama-lama disana. Apa lagi hujat lebat sempat urun membasahi bumi dan pemohonan. Luwas kebun itu mencapai 80 are, yang didalamnya tumbuh berbagai perpohonan, kelapa, aren, bambu, nangka dan lain-lain.

Selesai menyampaikan materi, “Tehnik Praktis Menulis Opini”, saya ngobrol bebas dengan Amaq Dahri di berugak. Ditemani kopi, mangga dan nanas madu, Amaq Dahri bercerita cukup panjang pengalamanya sebagai santri TGH. Abhar Muhyidin, Pagutan, Kota Mataram tahun 1976. Tentu saja kesempatan itu saya pakai menggali informasi bagaimana Datok Abhar mengajar murid-muridnya.

“Ini nanas madu. Usianya sudah cukup lama. Tidak kita rawat, tumbuh sendiri. Kadang buahnya yang muda dicari sebagai obat oleh warga katanya, bisa untuk obat sakit diabetes” katanya.

Untuk diketahui TGH. Abhar Muhyidin, seorang ulama dan pendiri dari Ponpes Darul Falah Pagutan. Beliau juga dikenal sebagai seorang mursyid tarekat dan melahirkan banyak tuan guru di Lombok.

Beberapa tuan guru yang kini mengelola pendidikan pondok pesantren pernah menjadi anak didik TGH.Abhar diantaranya TGH. Ulul Azmi, TGH.Khairil Abrar, TGH. Muzhar Bhuhari, TGH.Mustiadi Abhar (putra), TGH. Anwar MZ (alm), TGH.Abdul Halim (alm) dan lain-lain.

“Mereka teman saya ngaji dulu, sebagian jadi guru muda. Kalau kita ingat dulu sama-sama ngaji, siapa sangka mereka akan menjadi tuan guru” kenangnya.

Amaq Dahri mengaku tidak terlalu serius mengaji dulu meski sempat mondok sekitar 4 tahunan di Darul Falah. Ketika orang mengaji, ia sering pulang kerumah. Ia mengumpamakan dirinya dengan sehari ngaji, tiga hari pulang. Padahal pamannya sangat mendukung ia mengaji. Biaya, pakaian dan makanan dibelikan oleh orang tuanya asalkan ia ngaji.

“Saya memang bodo. Makanya anak-anak semua saya sekolahkan dan mondok”.

Ia punya 4 orang anak. Yang paling besar sudah sarjana, sekarang menjadi ustazd dipondoknya Abhariah Al Falah dibawah pimpinan TGH.Ulul Azmi. Putranya itu juga mulai buka pengajian umum di santren kecil yang ia bangun samping rumahnya.

Ia selalu ingat pesan gurunya TGH.Abhar, “Kalau kamu sekarang bodo, nanti anak mu yang pintar. Asalkan tetap istiqomah ngaji” katanya.

“Alhamdulillah, sekarang saya merasa bersyukur” tambahnya.

"Mohon do'anya, kita juga ingin mendirikan yayasan disini agar ada tempat belajar dan ngaji" ucapnya.

Keunikan Mengajar

Baginya TGH.Abhar sosok guru yang luar biasa. Ia bisa duduk memberi pengajian dari jam 6 pagi sampai jam 12 siang. Dari pagi sampai siang itu dia mengajar untuk santri dari tingkat 1-6. Dia tidak mengisi pengajian kalau mengikuti siding, maklum TGH.Abhar sempat menjadi anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Cara mengajarnya pun unik. Kalau mengajar ia tidak membawa kitab, yang dibawa justru hanya 3 – buku absensi santri, koran dan majalah.

“Setiap memulai mengaji pagi, salah seorang santri diminta membaca koran dan majalah yang ia bawa. Itu lah yang dibahas dalam pengajian” kenangnya. Dengan cara begitu, ia berharap santri-santrinya tahu perkembangan dunia diluar dari berita koran dan majalah yang menjadi langganannya. Kalau kitab kuning yang dibahas biasanya dibacakan oleh santri-santri yang sudah mampu membaca kitab gundul itu.

Dalam mengajar, datok Abhar selain mengharapkan santrimya memahami apa yang dia ajar, ia juga sangat menganjurkan santri-santrinya memiliki kemampuan menghapal. Untuk itu ia melarang santri-santrinya untuk melakukan dabit (mencatat dalam kitab). Kalau mencatat dalam buku diperbolehkan.

“Kamu pakai kancut (celana dalam) datang saya terima asalkan otak pinter” katanya kepada para santrinya.

Kalau ada santri nakal, tidak serius mengaji tidak dimarah tapi nanti saat pengajian umum yang diikuti jamaah dari berbagai desa akan menyebut nama santri tersebut dalam pengajian.

“Jamaah yang hadir ada yang dari desa ….Untuk ditahu ya…si A...mondok mangan naik (makan berak). Ia nyuburin bangket jempong doing (dia suburin sawah Jempong saja)”. Sawah jempong yang dimaksud, persawah yang bersebelahan dengan Pondok Pesantren Darul Falah.

Semangat dan disiplin TGH.Abhar menularkan ilmu juga tergambar dari kebiasaan beliau mengisi pengajian sambil sarapan pagi. Jadi sambil makan ia menjelaskan isi pengajian dihadapan santri-santrinya. Kadang apa yang beliau makan ia bagikan kepada kita santri-santrinya.

“Kadang dia bilang, belum saatnya kalian makan yang ini. Nanti kalau sudah punya ilmu, kamu akan dapat lebih dari ini” katanya.

“Tapi saya ingat kata-kata beliau, saya tidak perlu murid banyak, sedikit tapi berkuwalitas”.

Ketika beliau masih hidup, belum ada lembaga pendidikan formal di Ponpes Darukl Falah seperti sekarang. Programnya hanya ngaji dari pagi sampai siang. Selesai pengajian pun para santri kembali pada urusan masing-masing, bahkan untuk sholat jamaah dimasjid pondok pun belum ada. Kalau mengisi pengajian kedesa-desa, ia biasanya menggunakan sepeda pancal.


*) Penulis adalah Aktivis NU. Dan Penyuka Kuliner.

 

Post a Comment

Previous Post Next Post